Monday 16 November 2015

TINJAUAN UUMUM TENTANG DAKWAH

a.   Ruang lingkup dakwah
Dakwah berasal dari kata    يدعو - دعوة   دعا -
Yang berarti mengajak, memanggil dan menyeru. Sedangkan orang yang mengajak disebut da’i. Menurut Thoha Yahya Umar mendefinisikan dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan tuntunan Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. [1] 
Menurut S. M Nasaruddin Latif  dakwah adalah usaha dengan lisan atau tulisan dan lainnya yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan menaati Allah sesuai dengan garis–garis akidah syariah serta akhlak islamiah.[2]
Dari penje lasan di atas kegiatan dakwah meliputi ajakan untuk beriman dan menaati Allah atau memeluk islam, melaksanakan amal kebaikan (amar ma’ruf) dan mencegah perbuatan mungkar (nahi munkar) dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Islam adalah agama dakwah yang menugaskan umatnya untuk menyebarkan dan mensiarkan islam kepada seluruh umat manusia sebagai rahmatan lil alamin. Islam dapat menjamin terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan manakala ajarannya dijadikan sebagai pedoman hidup dan dilaksanakan secara konsisten serta konsekuen.
Oleh karena itu pelaksanaan dakwah dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah meliputi segala aspek yang sangat terkait antara satu dengan yang lain. Untuk itu, unsur penunjang kesuksesan sebuah dakwah harus terpenuhi.
Sebagai ahli hikmah dalam dakwahnya, da’i harus menguasai dasar-dasar dakwah atau rukun-rukun dakwah agar mampu berjalan dengan lancar dan tidak diragukan lagi fiqh tentang rukun–rukun dakwah dalam Al-Qur’an, Allah berfirman :
قُلْ هَذِهِ سَبِيْليِ أَدعُو اِلىَ اللهِ عَلىَ بَصِيْرَةِ اَنَا وَمِنَ اتَّبَعَنِ وَسُبْحَنَ اللهِ  وَمَآ اَناَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ.
Artinya :
Katakanlah inilah jalan agamaku, aku dan orang-orang yang mengikuti mengajakmu kepada Allah dengan hujjah, maka maha suci Allah dan aku tiada termasuk orang-orang musyrik. (Q.S Yusuf: 108)
Ada beberapa rukun-rukun dakwah yang harus dipahami oleh para da'i sebagai penunjang suksesnya dakwah :
                  1.Subjek dakwah (da’i)
Seorang da'i wajib mengetahui hakekat dirinya, tugas-tugasnya,  syarat-syaratnya, bekalnya dan akhlaknya. Untuk itu idealnya seorang da’i yang profesional memenuhi syarat sebagai berikut:[3]
a)      Syarat yang bersifat akidah
Para da’i harus yakin dengan agama Islam yang dianut, keimanan harus kuat mampu menyelaraskan antara ucapan dan perbuatan.
b)      Syarat yang bersifat ibadah
Seorang da’i banyak memberi contoh dalam menjalankan ibadah, baik itu yang diwajibkan Allah atau yang disunahkan Allah.
c)      Syarat yang bersifat ilmiah
Salah satu dengan menguasai ilmu agama, ilmu umum, cerdas serta intelektual serta mampu mengikuti arus perkembangan zaman.
d)     Syarat yang bersifat akhlakul karimah
Syarat yang bersifat akhlakul karimah tidak hanya berkaitan dengan manusia (hablum minannas) tetapi juga (hablum minallah) sabar, syukur, tawakal, dan beribadah dengan mengharapkan ridho Allah .
e)      Syarat yang bersifat jasmani
Sehat secara fisik ataupun mental, sebagai salah satu usaha untuk memperlancar kesuksesan dakwah.
f)       Syarat kelancaran berbicara (retorika)
Seorang da’i harus berbicara dengan fasih serta bisa di terima dengan akal sehingga dengan bahasa yang dilontarkan bisa menyentuh perasaan si pendengar.
g)      Syarat mujadalah
Seorang da'i harus bersemangat dalam berdakwah berjuang menegakkan agama Allah dengan mengharap ridhonya .
2)      Objek sasaran dakwah
Mad’u adalah isim maf’ul dari da’a, berarti orang yang diajak, atau dikenakan perbuatan dakwah, laki-laki atau perempuan, tua atau muda semua manusia tanpa terkecuali.[4]  Bila dilihat kondisi masyarakat yang majemuk dengan karakteristik yang berbeda maka dituntut, penggunaan metode dan strategi dakwah yang efektif dan efisien. Untuk itu sasaran dakwah yang di lakukan kaum muslimin tidak dibatasi pada satu kaum saja melainkan rahmatan lil alamin.
Sementara Hamzah Ya’cub dalam buku Publisitik Islam mengemukakan sasaran dakwah sebagai berikut :[5]
1.  Umat rasional
Yaitu orang yang berfikir kritis, berpendidikan, berpengalaman serta terbiasa berfikir mendalam.
2.   Umat tradisional
Yaitu orang yang mudah dipengaruhi oleh faham baru tanpa pertimbangan lebih dahulu, kemudian mengikutinya tanpa berfikir salah atau benar
3.   Umat bertaklid
Yaitu orang yang fanatik buta dan berpegang pada tradisi yang turun-temurun dipandang benar tanpa diselidiki dahulu

3)      Pesan dakwah
Pesan dakwah dalam hal ini pernyataan yang terdapat pada sumber atau bahan dalam mencapai tujuan dakwah. Sumber pokok yang dimaksud Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah, berupa petunjuk, tuntunan dan hukum bagi kehidupan manusia. Menurut M. Natsir dalam Fiqh  ad-Dakwah membagi pesan dakwah ke dalam tiga bagian :[6]
1)      Menyempurnakan hubungan manusia dengan khalik-nya hablumminallah atau mu’amalah ma’al khalik.
2)      Menyempurnakan hubungan manusia dengan sesama manusia, hablumminannas atau mu’amalah ma’annas.
3)      Mengadakan keseimbangan (tawazun) antara  kedua itu dan mengaktifkan keduanya selaras dan seimbang .

4)      Tujuan dakwah
Tujuan dakwah yang dilakukan da’i, mengajak manusia ke jalan Allah dan menyembah-Nya dengan tidak menyekutukan selain Allah. Menyeru kepada manusia mengindahkan seruan Allah dan rasul-Nya serta memenuhi panggilan-Nya untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman :

يَاَيُّهَا النَّبىِ اِنَّا اَرْسَلْنكَ شاَهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيْرًا وَدَاعِيًا اِلَى اللهِ بِاِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا

Artinya:
Hai Nabi, sesungguhnya kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan ,dan untuk menjadi da'i (penyeru) kepada (agama) Allah dengan izin-Nya untuk menjadi cahaya yang menerangi (Al Azhab 45-46).

Aktivitas dakwah dari masa ke masa disatukan satu tujuan utama yaitu menyeru ke jalan Allah. Apabila tujuan dakwah selain Allah atau menyertakan tujuan-tujuan yang lain seperti tujuan duniawi dan segala bentuk kepentingan pribadi selain Allah adalah penyimpangan.
                  5) Metodologi dakwah
Secara umum metodologi dakwah merupakan interpretasi dari ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang memuat prinsip-prinsip metode dakwah dalam menyeru dan mengajak manusia ke jalan Allah. Maka, penyampaian risalah dakwah kepada mad’u hendaknya disesuaikan dengan pemahaman dan pengalaman keagamaaannya. Maka, penyampaian dakwah dilakukan dengan hikmah sesuai dengan firman Allah surat An–Nahl ayat 125 :[7]
a.       Cara berdakwah dengan hikmah ditujukan kepada ahli pikir dan ahli ilmu yang kritis.
b.      Cara berdakwah mawizhah hasanah ditujukan kepada mereka masih awam.
c.       Cara berdakwah dengan mujadalah dengan sebaik-baiknya ditujukan kepada orang yang tingkat pemikirannya tidak dapat mencapai pada tingkat sebagai ahli pikir atau ahli yang matang ilmunya, namun juga tidak jatuh ke tingkat berfikir orang awam. tanpa terkecuali.
2.   Tinjauan Umum Pengembangan Sumber Daya Manusia (da'I(
1.   Pengembangan  Sumber Daya Manusia (da’i)
Kata pengembangan berasal dari kata kembang, berkembang yang berarti menjadi besar, tersebar. Adapun pengembangan yaitu cara atau hasil yang mengembangkan.[8] Terjadinya perkembangan menurut   Herbert karena adanya unsur-unsur berasosiasi sebagai suatu simple atau unsur yang sedikit semakin lama semakin banyak dan komplek.
Jadi pengembangan merupakan suatu perubahan yang menunjukkan ke arah yang lebih besar dan lebih banyak. Hal ini disebabkan oleh dua unsur atau lebih yang saling berhubungan hingga kecil menjadi besar yang diusahakan oleh seorang atau kelompok dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Pengembangan atau pertumbuhan yang menggambarkan suatu proses tambahnya identitas meningkatnya kemampuan dan kapasitas untuk mempertahankannya, eksistensi, adaptasi terhadap lingkungan. Mewujudkan secara efektif, sehingga proses perkembangan berdasarkan pada teori :[9]
1)     Evolusionisme: menggambarkan perkembangan yang mengikuti jenjang tahap demi tahap menuju ke arah kemajuan (progresif), ke arah yang semakin sempurnna
2)     Adaptasi:  setiap perubahan yang senantiasa berusaha untuk menyesuaikan dengan perubahan lingkungan (mempunyai) kehendak untuk menciptakan struktur baru, bersifat inovasi dan modernisasi sehingga proses tersebut lebih kepada bentuk perkembangan.
Pengembangan yang dimaksud adalah jalannya proses suatu usaha yang dilaksanakan seorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Sumber daya manusia berarti segenap potensi manusia yang dapat di aktualisasikan untuk melakukan sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.[10]  Dimana Pengembangan Sumber Daya Manusia merupakan suatu proses merencanakan pendidikan pelatihan dan pengelolaan tenaga / karyawan untuk mencapai suatu yang optimal.[11] Jadi Pengembangan Sumber Daya manusia dalam organisasi dakwah, pada hakikatnya adalah upaya untuk merencanakan (planning) meningkatkan kemampuan dengan pendidikan dan pelatihan (education dan training) dan mengelola (managemen) penyampai dakwah (da'i) sehingga di peroleh produktivitas dakwah.  [12]


2.   Bentuk Pengembangan Sumber Daya Manusia
Menurut Canadian Internasional Agency (CIDA) dimuat MC Whinney, kemudian dikutip Tadjudin Noer efendi[13] mengemukakan bahwa :
Pengembangan menekankan sebagai alat (mens) mempunyai tujuan akhir dalam jangka pendek dapat diartikan sebagai pengembangan pendidikan dan pelatihan untuk memenuhi segala kebutuhan segera tenaga, ahli tehnik, kepemimpinan ,tenaga administrasi dan tenaga ini di tujukan pada kelompok sasaran untuk mempermudah mereka terlibat dalam sistem ekonomi di negeri ini.

Salah satu bentuk pengembangan sumber daya manusia meliputi pendidikan dan pelatihan (diklat) terutama dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian intelektual dan kepribadian manusia. Pendidikan (education) dalamm suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan kemampuan kearah yang diinginkan oleh organisasi bersangkutan. Sedangkan pelatihan (training) merupakan bagian kemampuan / keterampilan khusus /sekelompok orang.[14] Arah pendidikan di organisasi dakwah adalah untuk membentuk kredibilitas ,sedangkan pelatihan untuk mencapai kapabilitas bagi penyampai dakwah (da'i)
Pendidikan pada umumnya berhubungan dengan mempersiapkan calon da'i yang di perlukan oleh suatu organisasi dakwah, sedangkan latihan lebih berkaitan dengan peningkatan kemampuan /keterampilan kader dakwah yang sudah menduduki suatu pekerjaan tugas tertentu.
Pendidikan dan pelatihan dalam suatu organisasi dakwah sebagai upaya pengembangan sumber daya manusia (da'i) adalah suatu proses yang harus terus menerus untuk mengantisipasi perubahan - perubahan yang terjadi di luar organisasi dakwah. Adapun tahap-tahap dalam proses pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan adalah sebagai berikut:
1.      Menganalisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan [15]    
a)      Analisis organisasi yang pada intinya menyangkut pertanyaan di mana atau bagaimana didalam suatu organisasi dakwah ada personil yang memerlukan pendidikan.
b)      Analisis aktivitas,yang antara lain menjawab pertanyaan: apa yang harus diajarkan atau di berikan dalam diklat agar peserta mampu melakukan aktivitas secara efektif.
c)      Analisis pribadi, yang menjawab pertanyaan: Siapa yang membutuhkan diklat dan bentuknya apa.Adanya penilaian dari masing-masing pribadi mengenai  kemampuan dari tiap individu.
2.      Menetapkan tujuan
Tujuan pendidikan dan pelatihan pada dasarnya adalah perumusan kemampuan yang diharapkan dari diklat tersebut. Karena tujuan diklat adalah perubahan perilaku (kemampuan), maka tujuan diklat di rumuskan dalam bentuk perilaku (behavior objectives).[16] Misalnya setelah mengikuti diklat diharapkan peserta dapat melakukan ceramah secara benar. Sedangakan menurut Abdurrrahman Saleh Abdullah, klasifikasi tujuan pendidikan adalah:
a.       Tujuan pendidikan jasmani (Ahdhaf al-Jismiah), yaitu mempersiapkan diri manusia sebagai pengemban tugas khalifah di bumi, melalui keterampilan- keterampilan fisik.
b.      Tujuan pendidikan Ruhani (Ahdhaf al-Ruhaniyah), meningkatkan jiwa jiwa kesetiaan yang hanya kepada Allah dan melaksanakan moralitas islami yang diteladani oleh nabi SAW dengan berdasarkan cita-cita ideal dalam Al-Quran.
c.       Tujuan pendidikan Akal (Ahdhaf al-Aqliyah),pengarahan intelegensia untuk menemukan kebenaran dan sebab-sebabnya tanda-tanda kekuasaan Allah dan menemukan pesan-pesan ayat yang membawa iman kepada Allah dan menemukan pesan-pesan ayat yang membawa iman kepada pencipta.
d.      Pendidikan sosial (Ahdhaf al-Ijtima'iyah), guna membentuk kepribadian yang utuh dalam pengaktualisasian di masyarakat.[17]

3.   Pengembangan Materi
Dari tujuan–tujuan yang telah di rumuskan akan di ketahui kemampuan–kemampuan apa yang harus di berikan dalam diklat. Sehingga selanjutnya dapat diidentifikasi materi yang di berikan dalam diklat tersebut.
4.   Evaluasi
Setelah berakhirnya diklat, dilakuakan evaluasi. Yang perlu dievaluasi adalah peoses penyelenggaraan diklat dan juga evaluasi terhadap hasil sejauh mana materi yang di berikan dapat di kuasai oleh peserta diklat.
3.      Metodologi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Dalam buku Pengembangan sumber daya manusia, Soekidjo Notoatmodjo mengemukakan bahwa pada garis besarnya ada dua macam metode yang di gunakan dalam mengembangkan sumber daya manusia yaitu:[18]
a)      Metode "Off The Job Site" (di luar kegiatan)
                 Pengembangan sumber daya manusia melalui diklat menggunakan metode ini berarti peserta didik keluar sementara dari kegiatannya, untuk mengikuti diklat. Pada umumnya metode ini mempunyai dua macam tehnik, yaitu :


a.1 Tehnik Presentasi Informasi
Yang dimaksud dengan tehnik ini adalah menyajikan informasi yang tujuannya mengintroduksikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan baru kepada para paserta didik. Harapan akhir dari proses pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta diadopsi oleh peserta diklat. Termasuk dalam tehnik ini antara lain : ceramah biasa, diskusi, tehnik pemodelan perilaku dan tehnik magang.
a.2 Tehnik Simulasi adalah peniruan karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia riil sedemikian rupa sehingga, para peserta didik dapat merealisasikan seperti keadaan sebenarnya .
Metode-Metode simulasi ini mencakup: imulator alat -alat, studi kasus, permainan peran , tehnik di dalam keranjang.
b)                        Metode "On The Job Site” (Di dalam Kegiatan)
Pelatihan ini berbentuk penugasan peswerta didik baru kepada yang telahberpengalaman (senior). Hal ini berarti, kepada peserta didik yang sudah berpengalaman untuk membimbing atau megajarkan kepada yang baru .
Selanjutnya, Edwin B. Fillopo, mengemukakan ada empat metode dasar yang digunakan dalam Pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan,[19]yaitu:
1)      Pelatihan di tempat kerja (On The Job Training) keberhasilan pelatian tergantung para instruktur dalam menjelaskan seperangkat prosedur untuk melaksanakan tugas tertentu yang dikembangkan dari pengalaman dan penelitian.
2)      Sekolah Vestibul
Yaitu sekolah yang dibentuk untuk mengatasi masalah pelatihan di tempat kerja untuk kebutuhan fungsional khusus untuk para eksekutif dibidang personel manajemen dalam pengembangan diri sampai proses produksi tertentu.
3)      Magang
Dirancang untuk keterampilan yang lebih tinggi yang mengutamakan pengetahuan dalam pelaksanaan suatu keterampilan atau serangkaian pekerjaan yang sangat berhubungan.
4)     Kursus-Kursus
Pelatihan ditujukan untuk megawasi keahlian dibidang tertentu, dilakukan dalam waktu yang singkat, menutamakan sistem yang pratis dan keberhasilannya memerlukan peran aktif peserta didik.



[1] Toha Yahya Umar , Ilmu Dakwah , Jakarta , Wijaya , hal. 1

[2]Nasarudin Latif, Teori dan Praktek Dakwah Islamiah, Firma Dara, Jakarta hal. 11.
[3].M.Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, Amien Pres Yogyakarta ,1997 hal. 70
[4] Cahyadi Takariawan, Yang Tegar di Jalan Dakwah, Tiga Lentera Utama, Yogyakarta, 2003 hal. 32

[5] Hamzah  Ya’cub, Publisistik Islam, Diponegoro, Bandung 1981 hal. 14

[6] M.Natsir, Fiqhud Dakwah, Media Dakwah, 2000, hal.  36
[7] Mashur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral. Hal.. 28
[8] Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta 1983 hal. 137

[9]Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Gramedia Pustaka Umum, Jakarta 1993 hal. 162-163  
[10] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka, 1988) hal. 86
 
[11] Soekidjo Notoatmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia  PT.Rineka Cipta, Jakarta hal..3

[12] T.Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BPFE Yogyakarta, 1989, hal. 117
[13] Tadjudin Noer Efendi ibid hal 5

[14] Agus Tulus, Managemen Sumber Daya Manusia, Gramedia Pustaka Utama Jakarta 1992 hal. 10
[15] Wexley dan Yukl, 1977, p.283, dikutip dari M.As'ad Psikologi Industri (Seri Ilmu Sumber Daya Manusia) , (Yogyakarta :Liberty, 1987 ), hal. 70
[16] Les Donaldson dan Edward E.Scannel, Pengembangan Sumber Daya Manusia (Panduan Bagi Pelatih Pemula) Terjemahan, Jakarta Gaya Media Pramana 1993 hal. 64

[17] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Triganda karya, Bandung, 1993, hal. 150
[18] Soekidjo Notoatmodjo loc.sit hal..33-36
[19] Bashir Barthos, Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu Pendekatan Makro, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 95

No comments:

Post a Comment