Saturday 7 November 2015

SEJARAH PERKEMBANGAN HUBUNGAN ANTAR AGAMA

Sejarah Perkembangan Hubungan Antar Agama

Beda pendapat merupakan ketentuan alam (order of nature) atau dalam bahasa al-Qur’an, “sunatullah”. Perbedaan pandangan, keyakinan, dan agama, merupakan fenomena alamiah. Barang siapa mengingkari adanya perbedaan berarti mengingkari sunatullah, ketentuan-ketentuan yang telah Allah tetapkan.
Perbedaan yang ada, di satu sisi akan menjadi suatu hal yang menguntungkan bagi manusia. Dengan adanya perbedaan seseorang dapat merasakan berfariasinya hidup ini. Kekurangan yang dimiliki seseorang ada pada kelebihan yang dimiliki orang lain demikian pula sebaliknya. Tanpa adanya perbedaan tidak akan mungkin ada kemajuan. Namun di sisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan tersebut kadang meruncing sampai ke titik perseteruan. Untuk mempertahankan posisi masing-masing, tidak jarang agama atau interpretasi teks-teks keagamaan dijadikan sarana legitimasi.
Agama sebagai pedoman keselamatan hidup dipahami secara sempit sehingga tidak heran ada asumsi tentang bolehnya berbuat kekerasan dan permusuhan dengan umat dari agama lain karena itu merupakan perbuatan suci. Di sinilah paling tidak akan tampak betapa perluanya mengetahui perbedaan sekaligus persamaan yang ada pada agama lain untuk kemudian menjadikannya sebagai pengetahuan yang sangat berguna.
1.      Asal Mula Agama
Dalam Watch Tower Bible And Tract Society of Pennsylvana disinggung bahwa:
“Sejarah agama itu pada hakikatnya sudah setua sejarah itu sendiri. Demikianlah yang dikatakan oleh para arkeolog dan antropolog kepada kita. Bahkan dalam peradaban yang paling “primitif”, yaitu yang tidak berkembang, ditemukan bukti peribadatan dalam bentuk tertentu. Sebenarnya The New Encyclopedia Britannica mengatakan bahwa, “sejauh yang telah ditemukan para sarjana, tidak pernah ada orang, dimanapun, kapanpun, yang sama sekali tidak religius.”[1]

Pertanyaan-pertanyaan timbul dalam pikiran. Dari mana semua agama muncul? Karena ada perbedaan maupun persamaan yang mencolok, apakah agama-agama ini mulai secara terpisah, atau berkembang dari satu sumber. Atau dapat juga bertanya: Mengapa agama ada? dan bagaimana ia bisa muncul? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini benar-benar penting bagi semua orang yang berminat mengetahui kebenaran mengenai agama.
Untuk apa ada agama? Untuk menjawab pertanyaan tersebut rasanya tidak terlalu sulit, kalau agama dipahami sebagai pedoman hidup bagi manusia. Artinya, manusia sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan sesamanya memang membutuhkan aturan yang dapat mengatur hidup mereka. Aturan itu kesepakatan  yang harus ditaati seluruh komponen masyarakat tidak ada kecuali, dan harus dipatuhi semua pihak. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendirian, karena ada sekian banyak kebutuhan yang tidak dapat dipenuhinya sendiri.
M. Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an menganalogkan hidup manusia sebagai lalu lintas, masing-masing ingin berjalan dengan selamat sekaligus cepat sampai tujuan. Namun karena kepentingan mereka berlain-lainan, maka apabila tidak ada peraturan lalu lintas kehidupan, pasti akan terjadi benturan dan tabrakan.[2]
Dengan demikian manusia membutuhkan peraturan demi lancarnya lalu lintas kehidupannya. Manusia membutuhkan rambu-rambu lalu lintas yangakan memberinya petunjuk seperti kapan harus berhenti (lampu merah), kapan hati-hati (lampu kuning), dan lampu hijau (silakan jalan), dan sebaginya. Siapa yang mengatur lalu lintas kehidupan itu? Manusiakah? Paling tidak dalam pengaturan di atas, manusia mempunyai dua kelemaham: pertama keterbatasan pengetahuannya dan kedua sifat egoisme (ingin mendahulukan kepentingan diri sendiri). Kalau demikian yang seharusnya mengatur lalu lintas kehidupan adalah Dia yang paling mengetahui sekaligus yang tidak mempunyai kepentingan sedikitpun. Yang dimaksud adalah Allah, Tuhan Yang Maha Tahu.
Allah, yang menetapkan peraturan-peraturan tersebut, baik secara umum, berupa nilai-nilai, maupun secara rinci khususnya bila perincian petunjuk itu tidak dapat dijangkau oleh penalaran manusia. Peraturan-peraturan itulah yang kemudian dinamakan agama.
Mengapa harus beragama? William James seperti dikutip M. Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an (1996) menyatakan: “Selama manusia masih memiliki naluri cemas dan mengharap, selama itu pula ia beragama” (berhubungan dengan Tuhan). Itulah sebabnya mengapa perasaan takut merupakan salah satu dorongan yang terbesar untuk beragama. Jadi dorongan yang ada dalam diri manusia itu tidak lain karena adanya perasaan membutuhkan suatu hal di luar dirinya yang dipercayai dan diyakini sebagai sesuatu yang Maha.[3]
Jika menyangkut asal-usul agama, nama-nama seperti Muhammad, Yesus, Budha, dan Kong Hu Chu timbul dalam pikiran orang-orang dari berbagai agama. Dalam hampir setiap agama, didapati seorang tokoh utama yang diakui sebagai pendiri “iman yang benar”. Beberapa diantaranya pembaharu yang menentang penyembahan berhala. Yang lainnya filsuf moral. Yang lain lagi pahlawan-pahlawan rakyat yang tidak mementingkan diri sendiri. Banyak dari mereka yang meninggalkan karya tulis maupun ucapan-ucapan yang menjadi dasar suatu agama. Bahkan dalam buku Pencarian Manusia Akan Allah dinyatakan bahwa lambat lain apa yang mereka katakan dan lakukan dikembangkan, dibumbui, dan diberi kesan mistik. Beberapa dari para pemimpin ini bahkan dipuja.
Walaupun pribadi-pribadi ini dianggap pendiri agama-agama besar, perlu diperhatikan bahwa mereka bukanlah pencipta dari agama. Lebih lanjut dinyatakan dalam Pencarian Manusia Akan Allah bahwa dalam kebanyakan kasus, ajaran mereka berkembang dari gagasan-gagasan agama yang sudah ada, meskipun kebanyakan pendiri mengaku mendapat “ilham ilahi” sebagai sumber mereka. Atau mereka mengganti dan mengubah sistem agama yang sudah ada yang dalam satu atau lain cara tidak memuaskan lagi. [4]
Agama, sebagai pedoman hidup manusia untuk mencapai keselamatan dan kediaman, menurut al-Qur’an sudah ada sejak manusia pertama Adam as. Walaupun sistem ataupun ajaran agama yang ada masih sangat sederhana. Karena pada dasarnya risalah agama selalu mengalami perkembangan sampai risalah terakhir, Islam. Dikatakan dalam al-Qur’an, surat al-Maidah ayat 5:
اليوم اكملت لكم دينكم واتممت عليكم نعمتى ورضيت لكم الاسلام دينا (المائدة: 5)
Artinya:
“Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam jadi agama bagimu”. [5]

Agama sudah ada sejak Nabi Adam adalah berdasarkan ayat al-Qur’an dalam surat al-Baqarah ayat 37:
فتلقى آدم من ربه كلمات فتاب عليه (البقرة: 37)
Artinya:
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya”. [6]

Tentang beberapa kalimat (ajaran-ajaran) dari Tuhan yang diterima oleh Adam sebagai ahli tafsir mengartikan dengan kata-kata bertaubat Artinya bahwa Adam telah menerima pedoman hidup berupa kalimat taubat, jadi agama sudah ada saat itu karena adanya hubungan dari Khaliq dengan makhluk-Nya. Ayat di atas diperkuat oleh ayat berikutnya:
قلنا اهبطوا منها جميعا فإما يأتينكم منى هدى فمن تبع هداي فمن تبع هداي فلا خوف عليهم ولا هم يحزنون (البقرة: 38)
Artinya:
“Kami berfirman: “Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. [7]

Apa yang diperlihatkan oleh begitu banyak ragam pengabdian agama? Yaitu bahwa selama ribuan tahun manusia mempunyai kebutuhan dan kerinduan akan hal-hal rohani. Manusia hidup dengan pencobaan dan kesulitannya, keraguan dan pertanyaan-pertanyaannya, termasuk teka-teki mengenai kematian. Perasaan religius diungkapkan dalam banyak cara sewaktu orang berpaling kepada Allah atau Tuhan-Tuhan mereka, memohonkan berkat dan penghiburan.

2.      Persinggungan Antar Agama
Interaksi antar agama berbeda telah terjadi sejak beberapa abad yang telah lalu. Dan selama berabad-abad sejarah interaksi antar umat beragama lebih banyak diwarnai oleh kecurigaan dan permusuhan dengan dalil demi mencapai ridha Tuhan dan demi menyebarkan kabar gembira yang bersumber dari Yang Maha Kuasa.
Kalau ditelusuri, sebenarnya agama-agama yang ada saat ini adalah berasal dari induk yang sama yaitu agama tauhid. Hal tersebut berdasarkan kenyataan historis, bahwa Ibrahim (Abraham) menurut keimanan Yahudi, Nasrani, dan Islam diakui sebagai bapak agama. Ketiga agama samawi tersebut akarnya adalah dari Nabi Ibrahim as.
Kesamaan tersebut dapat dilihat dari sebagian cara ibadah mereka yang menurut tuntunan aslinya mengenal istilah sujud bagi yang dipujanya. Islam, Kristen, Budha, Yahudi, Nasrani mengenal itu sebagai rangkaian ibadah mereka. Dalam Pencarian Manusia Akan Allah dinyatakan bahwa, dari luar, banyak agama yang dewasa ini tampaknya sangat berbeda satu sama lain. Namun jika, jika kita menanggalkan hal-hal yang hanya merupakan bumbu-bumbu dan yang ditambahkan dikemudian hari, atau jika kita menyingkirkan perbedaan-perbedaan akibat pengaruh iklim, bahasa keadaan tertentu dari negeri asalnya, dan faktor-faktor lain, sungguh menakjubkan betapa serupanya kebanyakan dari agama-agama tersebut.[8] Memang banyak persamaan diantara agama tersebut disamping perbedaan yang sangat menonjol, terutama masalah keimanan yang akhirnya mengalami perkembangan sesuai pengalaman batinnya masing-masing.
Adanya persamaan-persamaan tersebut ternyata tidak cukup membuat mereka untuk tidak bersitegang antara yang satu dengan yang lainnya. Dapat dilihat tentang bagaimana sikap permusuhan orang Yahudi terhadap Nasrani yang begitu banyak menelan korban. Yesus (Isa al-Masih) dikejar-kejar dan akan dibunuh karena sebagai utusan Tuhan dia ternyata bukan berasal dari Yahudi (kebencian serupa juga terjadi pada diri nabi Muhammad Saw).
Dalam surat al-Baqarah ayat 87 diceritakan tentang kebencian mereka terhadap para utusan Allah dari kalangan Nasrani, yaitu:
ولقد آتينا موسى الكتاب وقفينا من بعده بالرسل وآتينا عيسى ابن مريم البينات وأيدناه بروح القدس افكلما جاءكم رسول بما لا تهوى انفسكم استكبرتم ففريقا كذبتم وفريقا تقتلون (البقرة: 87)
Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mu`jizat) kepada `Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul-Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu angkuh; maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?” [9]

Petentangan antara Yahudi dan Nasrani tergambar dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 113:
وقالت اليهود ليست النصرى على شيء وقالت النصرى ليست اليهود على شيء وهم يتلون الكتاب كذلك قال اللذين لا يعلمون مثل قولهم فالله يحكم بينهم يوم القيامة فيما كانوا فيه يختلفون (البقرة: 113)
Artinya:
“Dan orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan”, dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan,”padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka perselisihkan.” [10]

Di dalam surat ar-Ruum ayat 2-5 diceritakan hubungan emosional antara umat Islam Makkah dengan Umat Nasrani  Romawi pernah terjadi, saat tentara Romawi dikalahkan oleh tentara Persia (Majusi), umat Islam merasa sedih dan terpukul. Namun tatkala tentara Romawi dapat memenangkan peperangan, umat Islam Makkah merasa senang. Mengapa demikian? Hal itu karena adanya ikatan emosional sebagai sesama penganut agama Tauhid.
Asal-usul Agama Yahudi, Nasrani, dan Islam adalah satu. Agama Yahudi dan Kristen adalah dari Nabi Ibrahim as. dan Sarah yang menurunkan garis keturunan Nabi Ishaq as. sampai pada Nabi Isa as. Sedangkan Siti Hajar melahirkan garis keturunan Nabi Ismail as. sampai pada Nabi Muhammad Saw. Sebagai pembawa ajaran dan tradisi agama Islam.[11]
Namun hubungan umat Islam dan Kristen menjadi rusak dengan meletusnya perang salib. Perang yang menghabiskan kerugian materi yang tidak sedikit. perang yang membuat dendam kuat mengakar dihati sanubari generasi kedua agama besar tersebut. Meski sebenarnya banyak orang tidak mengetahui siapa yang memulai peperangan itu, mengapa berperang, atau bagimana peperangan itu dimenangkan.[12] Warisan perang salib ini tergantung pada tempat seseorang berpijak dalam sejarah. Kaum Kristen dan Muslim bersaing dalam visi dan kepentingan, serta masing-masing senantiasa ingat pada komitmennya terhadap agama dan kisah-kisah kepahlawanan para nabi terdahulu melawan kaum “kafir”.
Itu merupakan fakta sejarah yang tidak dapat dipungkiri bahwa ternyata hubungan antar agama lebih banyak diwarnai konflik. Konflik anta agama merupakan konflik yang sangat rumit dan sulit mengatasinya tanpa dilandasi kesadaran mencari titik temu kreatif bagi pencipta sebuah kedamaian yang hakiki.


[1]Watch Tower and Tract Society of New York, Pencarian Manusia Akan Allah, (New York: International Bible Students Association, 1991), hal. 19.
[2]Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, Cet. XI, 1995) hal. 211.
[3]Ibid.
[4]Watch Tower and Tract Society of New York, Pencarian Manusia Akan Allah, (New York: International Bible Students Association, 1990) hal. 20
[5] Al Qur’an dan Terjemahnya, Depag, Al Maidah (5), hal. 158.
[6] Al Qur’an dan terjemahnya, Depag, Al Baqarah (2) : 37, hal. 15.
[7] Al Qur’an dan terjemahnya, Depag,  Al-Baqarah, (2) : 38, hal. 15
[8] Watch Tower and Tract Society of New York, Op. Cit., hal. 32
[9]Al Qur’an dan terjemahnya, Depag, Al Baqarah (2) : 87, hal. 24
[10] Al Qur’an dan terjemahnya, Depag, Al Baqarah (2) : 113, hal. 30
[11] John L. Esposito, Bahaya Hijau!, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997, Cet. I) hal. 62
[12] Ibid., hal. 62.  

No comments:

Post a Comment