Sejarah Perkembangan Hubungan Antar Agama
Beda pendapat merupakan ketentuan alam (order of
nature) atau dalam bahasa al-Qur’an, “sunatullah”. Perbedaan
pandangan, keyakinan, dan agama, merupakan fenomena alamiah. Barang siapa
mengingkari adanya perbedaan berarti mengingkari sunatullah,
ketentuan-ketentuan yang telah Allah tetapkan.
Perbedaan yang ada, di satu sisi akan menjadi suatu hal
yang menguntungkan bagi manusia. Dengan adanya perbedaan seseorang dapat
merasakan berfariasinya hidup ini. Kekurangan yang dimiliki seseorang ada pada
kelebihan yang dimiliki orang lain demikian pula sebaliknya. Tanpa adanya
perbedaan tidak akan mungkin ada kemajuan. Namun di sisi lain tidak dapat
dipungkiri bahwa perbedaan tersebut kadang meruncing sampai ke titik perseteruan.
Untuk mempertahankan posisi masing-masing, tidak jarang agama atau interpretasi
teks-teks keagamaan dijadikan sarana legitimasi.
Agama sebagai pedoman keselamatan hidup dipahami secara
sempit sehingga tidak heran ada asumsi tentang bolehnya berbuat kekerasan dan
permusuhan dengan umat dari agama lain karena itu merupakan perbuatan suci. Di
sinilah paling tidak akan tampak betapa perluanya mengetahui perbedaan
sekaligus persamaan yang ada pada agama lain untuk kemudian menjadikannya
sebagai pengetahuan yang sangat berguna.
1.
Asal Mula Agama
Dalam
Watch Tower
Bible And Tract Society of Pennsylvana disinggung bahwa:
“Sejarah agama
itu pada hakikatnya sudah setua sejarah itu sendiri. Demikianlah yang dikatakan
oleh para arkeolog dan antropolog kepada kita. Bahkan dalam peradaban yang
paling “primitif”, yaitu yang tidak berkembang, ditemukan bukti peribadatan
dalam bentuk tertentu. Sebenarnya The New Encyclopedia Britannica
mengatakan bahwa, “sejauh yang telah ditemukan para sarjana, tidak pernah ada
orang, dimanapun, kapanpun, yang sama sekali tidak religius.”[1]
Pertanyaan-pertanyaan timbul dalam pikiran. Dari mana semua
agama muncul? Karena ada perbedaan maupun persamaan yang mencolok, apakah
agama-agama ini mulai secara terpisah, atau berkembang dari satu sumber. Atau
dapat juga bertanya: Mengapa agama ada? dan bagaimana ia bisa muncul? Jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan ini benar-benar penting bagi semua orang yang
berminat mengetahui kebenaran mengenai agama.
Untuk apa ada agama? Untuk menjawab pertanyaan tersebut
rasanya tidak terlalu sulit, kalau agama dipahami sebagai pedoman hidup bagi
manusia. Artinya, manusia sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan
sesamanya memang membutuhkan aturan yang dapat mengatur hidup mereka. Aturan
itu kesepakatan yang harus ditaati
seluruh komponen masyarakat tidak ada kecuali, dan harus dipatuhi semua pihak.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendirian, karena ada sekian
banyak kebutuhan yang tidak dapat dipenuhinya sendiri.
M. Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an menganalogkan
hidup manusia sebagai lalu lintas, masing-masing ingin berjalan dengan selamat
sekaligus cepat sampai tujuan. Namun karena kepentingan mereka berlain-lainan,
maka apabila tidak ada peraturan lalu lintas kehidupan, pasti akan terjadi
benturan dan tabrakan.[2]
Dengan demikian manusia membutuhkan peraturan demi lancarnya
lalu lintas kehidupannya. Manusia membutuhkan rambu-rambu lalu lintas yangakan
memberinya petunjuk seperti kapan harus berhenti (lampu merah), kapan hati-hati
(lampu kuning), dan lampu hijau (silakan jalan), dan sebaginya. Siapa yang
mengatur lalu lintas kehidupan itu? Manusiakah? Paling tidak dalam pengaturan
di atas, manusia mempunyai dua kelemaham: pertama keterbatasan
pengetahuannya dan kedua sifat egoisme (ingin mendahulukan kepentingan
diri sendiri). Kalau demikian yang seharusnya mengatur lalu lintas kehidupan
adalah Dia yang paling mengetahui sekaligus yang tidak mempunyai kepentingan
sedikitpun. Yang dimaksud adalah Allah, Tuhan Yang Maha Tahu.
Allah, yang menetapkan peraturan-peraturan tersebut, baik
secara umum, berupa nilai-nilai, maupun secara rinci khususnya bila perincian
petunjuk itu tidak dapat dijangkau oleh penalaran manusia. Peraturan-peraturan
itulah yang kemudian dinamakan agama.
Mengapa harus beragama? William James seperti dikutip M.
Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an (1996) menyatakan: “Selama
manusia masih memiliki naluri cemas dan mengharap, selama itu pula ia beragama”
(berhubungan dengan Tuhan). Itulah sebabnya mengapa perasaan takut merupakan
salah satu dorongan yang terbesar untuk beragama. Jadi dorongan yang ada dalam
diri manusia itu tidak lain karena adanya perasaan membutuhkan suatu hal di
luar dirinya yang dipercayai dan diyakini sebagai sesuatu yang Maha.[3]
Jika menyangkut asal-usul agama, nama-nama seperti Muhammad,
Yesus, Budha, dan Kong Hu Chu timbul dalam pikiran orang-orang dari berbagai
agama. Dalam hampir setiap agama, didapati seorang tokoh utama yang diakui
sebagai pendiri “iman yang benar”. Beberapa diantaranya pembaharu yang
menentang penyembahan berhala. Yang lainnya filsuf moral. Yang lain lagi
pahlawan-pahlawan rakyat yang tidak mementingkan diri sendiri. Banyak dari
mereka yang meninggalkan karya tulis maupun ucapan-ucapan yang menjadi dasar
suatu agama. Bahkan dalam buku Pencarian Manusia Akan Allah dinyatakan
bahwa lambat lain apa yang mereka katakan dan lakukan dikembangkan, dibumbui,
dan diberi kesan mistik. Beberapa dari para pemimpin ini bahkan dipuja.
Walaupun pribadi-pribadi ini dianggap pendiri agama-agama besar,
perlu diperhatikan bahwa mereka bukanlah pencipta dari agama. Lebih lanjut
dinyatakan dalam Pencarian Manusia Akan Allah bahwa dalam kebanyakan
kasus, ajaran mereka berkembang dari gagasan-gagasan agama yang sudah ada,
meskipun kebanyakan pendiri mengaku mendapat “ilham ilahi” sebagai
sumber mereka. Atau mereka mengganti dan mengubah sistem agama yang sudah ada
yang dalam satu atau lain cara tidak memuaskan lagi. [4]
Agama, sebagai pedoman hidup manusia untuk mencapai
keselamatan dan kediaman, menurut al-Qur’an sudah ada sejak manusia pertama
Adam as. Walaupun sistem ataupun ajaran agama yang ada masih sangat sederhana.
Karena pada dasarnya risalah agama selalu mengalami perkembangan sampai risalah
terakhir, Islam. Dikatakan dalam al-Qur’an, surat al-Maidah ayat 5:
اليوم
اكملت لكم دينكم واتممت عليكم نعمتى ورضيت لكم الاسلام دينا (المائدة: 5)
Artinya:
“Pada hari ini telah
kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan
telah Kuridhai Islam jadi agama bagimu”.
[5]
Agama sudah ada sejak Nabi Adam adalah berdasarkan ayat
al-Qur’an dalam surat
al-Baqarah ayat 37:
فتلقى آدم من ربه
كلمات فتاب عليه (البقرة: 37)
Artinya:
“Kemudian Adam menerima
beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya”. [6]
Tentang beberapa kalimat (ajaran-ajaran) dari Tuhan yang
diterima oleh Adam sebagai ahli tafsir mengartikan dengan kata-kata bertaubat
Artinya bahwa Adam telah menerima pedoman hidup berupa kalimat taubat, jadi
agama sudah ada saat itu karena adanya hubungan dari Khaliq dengan makhluk-Nya.
Ayat di atas diperkuat oleh ayat berikutnya:
قلنا
اهبطوا منها جميعا فإما يأتينكم منى هدى فمن تبع هداي فمن تبع هداي فلا خوف عليهم
ولا هم يحزنون (البقرة: 38)
Artinya:
“Kami
berfirman: “Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang
petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya
tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. [7]
Apa yang
diperlihatkan oleh begitu banyak ragam pengabdian agama? Yaitu bahwa selama
ribuan tahun manusia mempunyai kebutuhan dan kerinduan akan hal-hal rohani. Manusia
hidup dengan pencobaan dan kesulitannya, keraguan dan pertanyaan-pertanyaannya,
termasuk teka-teki mengenai kematian. Perasaan religius diungkapkan dalam
banyak cara sewaktu orang berpaling kepada Allah atau Tuhan-Tuhan mereka,
memohonkan berkat dan penghiburan.
2.
Persinggungan Antar Agama
Interaksi antar agama berbeda telah terjadi sejak beberapa
abad yang telah lalu. Dan selama berabad-abad sejarah interaksi antar umat
beragama lebih banyak diwarnai oleh kecurigaan dan permusuhan dengan dalil demi
mencapai ridha Tuhan dan demi menyebarkan kabar gembira yang bersumber dari
Yang Maha Kuasa.
Kalau ditelusuri, sebenarnya agama-agama yang ada saat ini
adalah berasal dari induk yang sama yaitu agama tauhid. Hal tersebut
berdasarkan kenyataan historis, bahwa Ibrahim (Abraham) menurut keimanan
Yahudi, Nasrani, dan Islam diakui sebagai bapak agama. Ketiga agama samawi
tersebut akarnya adalah dari Nabi Ibrahim as.
Kesamaan tersebut dapat dilihat dari sebagian cara ibadah
mereka yang menurut tuntunan aslinya mengenal istilah sujud bagi yang
dipujanya. Islam, Kristen, Budha, Yahudi, Nasrani mengenal itu sebagai
rangkaian ibadah mereka. Dalam Pencarian Manusia Akan Allah dinyatakan
bahwa, dari luar, banyak agama yang dewasa ini tampaknya sangat berbeda satu
sama lain. Namun jika, jika kita menanggalkan hal-hal yang hanya merupakan
bumbu-bumbu dan yang ditambahkan dikemudian hari, atau jika kita menyingkirkan
perbedaan-perbedaan akibat pengaruh iklim, bahasa keadaan tertentu dari negeri
asalnya, dan faktor-faktor lain, sungguh menakjubkan betapa serupanya
kebanyakan dari agama-agama tersebut.[8]
Memang banyak persamaan diantara agama tersebut disamping perbedaan yang sangat
menonjol, terutama masalah keimanan yang akhirnya mengalami perkembangan sesuai
pengalaman batinnya masing-masing.
Adanya persamaan-persamaan tersebut ternyata tidak cukup
membuat mereka untuk tidak bersitegang antara yang satu dengan yang lainnya.
Dapat dilihat tentang bagaimana sikap permusuhan orang Yahudi terhadap Nasrani
yang begitu banyak menelan korban. Yesus (Isa al-Masih) dikejar-kejar dan akan
dibunuh karena sebagai utusan Tuhan dia ternyata bukan berasal dari Yahudi
(kebencian serupa juga terjadi pada diri nabi Muhammad Saw).
Dalam surat
al-Baqarah ayat 87 diceritakan tentang kebencian mereka terhadap para utusan
Allah dari kalangan Nasrani, yaitu:
ولقد آتينا موسى
الكتاب وقفينا من بعده بالرسل وآتينا عيسى ابن مريم البينات وأيدناه بروح القدس
افكلما جاءكم رسول بما لا تهوى انفسكم استكبرتم ففريقا كذبتم وفريقا تقتلون
(البقرة: 87)
Artinya:
“Dan sesungguhnya
Kami telah mendatangkan Al Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah
menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami
berikan bukti-bukti kebenaran (mu`jizat) kepada `Isa putera Maryam dan Kami
memperkuatnya dengan Ruhul-Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul
membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu
angkuh; maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang
(yang lain) kamu bunuh?” [9]
Petentangan antara Yahudi dan Nasrani tergambar dalam
al-Qur’an surat
al-Baqarah ayat 113:
وقالت اليهود ليست النصرى على شيء وقالت
النصرى ليست اليهود على شيء وهم يتلون الكتاب كذلك قال اللذين لا يعلمون مثل قولهم
فالله يحكم بينهم يوم القيامة فيما كانوا فيه يختلفون (البقرة: 113)
Artinya:
“Dan
orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu
pegangan”, dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak
mempunyai sesuatu pegangan,”padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab.
Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan
mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat,
tentang apa-apa yang mereka perselisihkan.” [10]
Di dalam surat ar-Ruum ayat 2-5 diceritakan hubungan
emosional antara umat Islam Makkah dengan Umat Nasrani Romawi pernah terjadi, saat tentara Romawi
dikalahkan oleh tentara Persia (Majusi), umat Islam merasa sedih dan terpukul.
Namun tatkala tentara Romawi dapat memenangkan peperangan, umat Islam Makkah
merasa senang. Mengapa demikian? Hal itu karena adanya ikatan emosional sebagai
sesama penganut agama Tauhid.
Asal-usul Agama Yahudi, Nasrani, dan Islam adalah satu. Agama
Yahudi dan Kristen adalah dari Nabi Ibrahim as. dan Sarah yang menurunkan garis
keturunan Nabi Ishaq as. sampai pada Nabi Isa as. Sedangkan Siti Hajar
melahirkan garis keturunan Nabi Ismail as. sampai pada Nabi Muhammad Saw.
Sebagai pembawa ajaran dan tradisi agama Islam.[11]
Namun hubungan umat Islam dan Kristen menjadi rusak dengan
meletusnya perang salib. Perang yang menghabiskan kerugian materi yang tidak
sedikit. perang yang membuat dendam kuat mengakar dihati sanubari generasi
kedua agama besar tersebut. Meski sebenarnya banyak orang tidak mengetahui
siapa yang memulai peperangan itu, mengapa berperang, atau bagimana peperangan
itu dimenangkan.[12] Warisan
perang salib ini tergantung pada tempat seseorang berpijak dalam sejarah. Kaum
Kristen dan Muslim bersaing dalam visi dan kepentingan, serta masing-masing
senantiasa ingat pada komitmennya terhadap agama dan kisah-kisah kepahlawanan
para nabi terdahulu melawan kaum “kafir”.
Itu merupakan fakta sejarah yang tidak dapat dipungkiri bahwa
ternyata hubungan antar agama lebih banyak diwarnai konflik. Konflik anta agama
merupakan konflik yang sangat rumit dan sulit mengatasinya tanpa dilandasi
kesadaran mencari titik temu kreatif bagi pencipta sebuah kedamaian yang
hakiki.
[1]Watch Tower
and Tract Society of New York, Pencarian Manusia Akan Allah, (New York:
International Bible Students Association, 1991), hal. 19.
[2]Shihab,
M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, Cet. XI, 1995) hal.
211.
[3]Ibid.
[4]Watch
Tower and Tract Society of New York, Pencarian Manusia Akan Allah, (New
York: International Bible Students Association, 1990) hal. 20
[5] Al
Qur’an dan Terjemahnya, Depag, Al Maidah (5), hal. 158.
[6] Al
Qur’an dan terjemahnya, Depag, Al Baqarah (2) : 37, hal. 15.
[7] Al
Qur’an dan terjemahnya, Depag,
Al-Baqarah, (2) : 38, hal. 15
[8]
Watch Tower and Tract Society of New York, Op. Cit., hal. 32
[9]Al
Qur’an dan terjemahnya, Depag, Al Baqarah (2) : 87, hal. 24
[10]
Al Qur’an dan terjemahnya, Depag, Al Baqarah (2) : 113, hal. 30
[11] John L. Esposito, Bahaya
Hijau!, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
1997, Cet. I) hal. 62
[12] Ibid.,
hal. 62.
[1]Watch Tower
and Tract Society of New York, Pencarian Manusia Akan Allah, (New York:
International Bible Students Association, 1991), hal. 19.
[2]Shihab,
M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, Cet. XI, 1995) hal.
211.
[3]Ibid.
[4]Watch
Tower and Tract Society of New York, Pencarian Manusia Akan Allah, (New
York: International Bible Students Association, 1990) hal. 20
[5] Al
Qur’an dan Terjemahnya, Depag, Al Maidah (5), hal. 158.
[6] Al
Qur’an dan terjemahnya, Depag, Al Baqarah (2) : 37, hal. 15.
[7] Al
Qur’an dan terjemahnya, Depag,
Al-Baqarah, (2) : 38, hal. 15
[8]
Watch Tower and Tract Society of New York, Op. Cit., hal. 32
[9]Al
Qur’an dan terjemahnya, Depag, Al Baqarah (2) : 87, hal. 24
[10]
Al Qur’an dan terjemahnya, Depag, Al Baqarah (2) : 113, hal. 30
[11] John L. Esposito, Bahaya
Hijau!, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
1997, Cet. I) hal. 62
[12] Ibid.,
hal. 62.
No comments:
Post a Comment