Monday 27 July 2015

Pendidikan Lebaran

Pendidikan Lebaran


           "Tiap-tiap orang jadi guru, tiap-tiap rumah jadi perguruan”. Ki Hajar Dewantara

          Menjelang lebaran hingga beberapa hari kedepan, semua lembaga pendidikan di Indonesia telah diliburkan, namun apabila melihat kutipan diatas yang pernah diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dapat difahami bahwa liburan hanya pada  lembaga pendidikan yang tersistem dalam bentuk sekolah, tapi proses pendidikan tetap berlanjut hingga nafas berhasil berhenti dalam tubuh kita, karena setiap orang adalah guru dan setiap rumah adalah perguruan, hanya bagi orang-orang yang menyadari akan hal itu yang dapat memperoleh ilmu, baik budi pekerti maupun pikiran.

          Kegiatan lebaran selalu hadir selama setahun sekali dalam kehidupan manusia, lebaran adalah hari raya idul fitri, yg biasa juga diartikan dengan hari kemenangan, selain itu juga dapat diartikan sebagai kembali kepada kesucian, selain itu, lebaran juga bisa dijadikan kesempatan untuk mudik kekampung halamannya, bagi perantau yg telah meninggalkan kampungnya. Namun itu merupakan pengertian istilah dari hari raya idul fitri, sedangkan pengertian mengenai nilai dari idul fitri bisa di eksplorasi menjadi tiga poin, diantaranya adalah pendidikan nilai spiritual, pendidikan nilai sosial, pendidikan nilai pengetahuan, sedangkan penjabarannya dari ketiga nilai tersebut, dirumuskan sebagai berikut,

          Pertama, pendidkan nilai spiritual dengan saling bermaaf maafan,  paham mengenai keislaman mengajarkan kepada manusia, bahwa pada hari raya idul fitri, semua umat islam di perintahkan agar saling bermaaf-maafan, setiap individu terhadap individu lain, setiap komunitas terhadap komunitas lain, setiap individu terhadap komunitas, maupun setiap komunitas terhadap individu, dengan saling bermaaf-maafan, umat islam dapat membersihkan diri dan jiwa dari dosa selama setahun hidupnya, bagi yang mendapatkan kehendak Tuhan, maka manusia bisa kembali fitrah atau suci, dari fenomena tersebut, bagi manusia yang mampu mengahayati  nilai spiritual tersebut, maka akan berdampak pada nilai positif, yakni ia akan memahami bahwa dengan bermaaf-maafan berhasil menjadi fitrah-atau suci, maka disetiap ada masalah ia memberanikan untuk meminta maaf dan bila dimintai maaf ia memaafkan, apabila fenomena tersebut bisa diplikasikan dalam keseharian, maka peradaban yang damai tanpa pertikaian akan berhasil dicapai.

          Kedua, pendidikan nilai sosial dengan saling memberi, setiap datangnya lebaran, semua umat manusia di Indonesia, telah membudayakan dengan saling memberi berupa materi, baik berupa uang maupun benda, kegiatan tersebut merupakan sebuah bentuk empati dari orang yang memiliki rezeki lebih kepada orang yang mendapatkan rezeki kurang, sebuah pembiasaan yang dilakukan setiap tahunnya tersebut selain berbentuk empati yang memiliki nilai sosial juga terdapat nilai pendidikan sosial bagi anak-anak hingga remaja agar ia menyadari bahwa rezeki itu datangnya dari Tuhan dan apabila diberi kelebihan rezeki seharusnya saling berbagi kepada yang kekurangan dari situlah ia mengetahui kualitas amal yang diberikan.

          Ketiga, pendidikan nilai pengetahuan dengan saling berbagi pengalaman dan pendapat kepada keluarga dan lingkungan halamannya yang telah terorganisir dalam sisem lebaran, tradisi mudik yang terjadi di Indonesia saat lebaran merupakan kegiatan yang akan mempertemukan beberapa keluarga, kerabat dan teman-teman yang dulu pernah bersama dan kemudian dipisahkan oleh waktu, pertemuan tersebut akan mempertemukan keluarga kecil keepada kekuarga kecil, keluarga kecil kepada keluarga besar dan keluarga besar kepada keluarga besar, dari pertemuan tersebut berbagi pengalaman merupakan sebuah kegiatan yang selalu menjadi tradisi pada saat pertemuan lebaran disetiap tahunnya, dari berbagi pengalaman tersebut akan menghasilkan pendidikan nilai pengetahuan, karena dari berbagi pengalaman akan menambah pengetahuan bagi yang tidak mengetahui, seperti ungkapan yang sudah tidak jarang lagi kita dengar "Experience is the best teacher".

Problematika Pendidikan

   "Pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti(kekuatan batin, karakter), pikiran(intelek), dan jasmani anak didik", Ki Hajar Dewantara.

          Masalah terbesar bagi pendidikan di Indonesia menurut para ahli adalah pendidikan moralitas pada diri siswa, jauh sebelum pendapat para ahli muncul dipermukaan, Ki Hajar Dewantara sudah pernah menyampaikan sebagaimana yang sudah dikutip diatas, bahwa pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti atau karakter(moral) dan pernyataan tersebut diletakkan pada ungkapan pertama sebelum pikiran atau intelek, namun pada kenyataannya yang terjadi pada dunia pendidikan modern, moralitas telah tergeser oleh pikiran(intelek) sehingga mengakibatkan problematika besar dibidang moral.

       Akibat dari rendahnya moralitas yang dimiliki dan kuantitas masyarakat sudah semakin membesar yang memiliki problem moral menyebabkan terciptanya budaya nakal, orang melakukan suatu perbuatan nakal sudah tidak lagi merasa malu, karena akibat dari rendahnya moral yang menyebabkan terciptanya budaya nakal membuat imagi yang beredar pada masyarakat bahwa kenakalan adalah suatu hal yang biasa.

         Tidak terpungkiri lagi, bahwa kenakalan yang berhasil mengganggu kenyamanan orang lain merupakan kenakalan yang seharusnya ditiadakan, seperti contoh kenakalan yang dilakukan oleh beberapa siswa disekokah-sekokah yang menyebabkan kegaduhan dengan mengganggu masyarakat sekitar melalui tawuran yang ia aktualisasikan bersama teman-temannya. Dengan moral yang baik tentu tidak akan mau melakukan kegiatan tersebut, sebagai contoh yang kedua, kehidupan berpolitik para politikus elite telah banyak terekspos dimedia, yang terbukti dengan banyaknya jumlah koruptor, serta perilaku politik dengan melakukan agitasi dan propagandis terhadap lawan politiknya, itu merupakan sebuah contoh dari moral yang  rendah, dan perbuatan tersebut tidak bisa ditemukan dalam diri manusia yang memiliki moral baik.

          Pada saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan perbaikan kualitas hidup dengan memperbaiki moral, setelah mendapatkan pelajaran yang sangat berharga selama sebulan dibulan ramadhan, dengan menahan hawa nafsu, makan, minum, marah, maksiat, dll, kemudian membiasakan diri dengan melakukan kegiatan yang positif, maka saatnya kini menatap lebaran dengan optimis dan mengambil semua pelajaran yang didapat, semoga moralitas semakin baik. Selamat mudik, selamat lebaran, selamat hari raya idul fitri, minal aidzin wal faizin mohon maaf lahir dan batin.

OLEH                                       
                   MUHAMMAD ARRIZKY ALAMSYAH

Pendidikan Lebaran

Pendidikan Lebaran

"Tiap-tiap orang jadi guru, tiap-tiap rumah jadi perguruan”. Ki Hajar Dewantara
Menjelang lebaran hingga beberapa hari kedepan, semua lembaga pendidikan di Indonesia telah diliburkan, namun apabila melihat kutipan diatas yang pernah diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dapat difahami bahwa liburan hanya pada  lembaga pendidikan yang tersistem dalam bentuk sekolah, tapi proses pendidikan tetap berlanjut hingga nafas berhasil berhenti dalam tubuh kita, karena setiap orang adalah guru dan setiap rumah adalah perguruan, hanya bagi orang-orang yang menyadari akan hal itu yang dapat memperoleh ilmu, baik budi pekerti maupun pikiran.
Kegiatan lebaran selalu hadir selama setahun sekali dalam kehidupan manusia, lebaran adalah hari raya idul fitri, yg biasa juga diartikan dengan hari kemenangan, selain itu juga dapat diartikan sebagai kembali kepada kesucian, selain itu, lebaran juga bisa dijadikan kesempatan untuk mudik kekampung halamannya, bagi perantau yg telah meninggalkan kampungnya. Namun itu merupakan pengertian istilah dari hari raya idul fitri, sedangkan pengertian mengenai nilai dari idul fitri bisa di eksplorasi menjadi tiga poin, diantaranya adalah pendidikan nilai spiritual, pendidikan nilai sosial, pendidikan nilai pengetahuan, sedangkan penjabarannya dari ketiga nilai tersebut, dirumuskan sebagai berikut,
Pertama, pendidkan nilai spiritual dengan saling bermaaf maafan,  paham mengenai keislaman mengajarkan kepada manusia, bahwa pada hari raya idul fitri, semua umat islam di perintahkan agar saling bermaaf-maafan, setiap individu terhadap individu lain, setiap komunitas terhadap komunitas lain, setiap individu terhadap komunitas, maupun setiap komunitas terhadap individu, dengan saling bermaaf-maafan, umat islam dapat membersihkan diri dan jiwa dari dosa selama setahun hidupnya, bagi yang mendapatkan kehendak Tuhan, maka manusia bisa kembali fitrah atau suci, dari fenomena tersebut, bagi manusia yang mampu mengahayati  nilai spiritual tersebut, maka akan berdampak pada nilai positif, yakni ia akan memahami bahwa dengan bermaaf-maafan berhasil menjadi fitrah-atau suci, maka disetiap ada masalah ia memberanikan untuk meminta maaf dan bila dimintai maaf ia memaafkan, apabila fenomena tersebut bisa diplikasikan dalam keseharian, maka peradaban yang damai tanpa pertikaian akan berhasil dicapai.
Kedua, pendidikan nilai sosial dengan saling memberi, setiap datangnya lebaran, semua umat manusia di Indonesia, telah membudayakan dengan saling memberi berupa materi, baik berupa uang maupun benda, kegiatan tersebut merupakan sebuah bentuk empati dari orang yang memiliki rezeki lebih kepada orang yang mendapatkan rezeki kurang, sebuah pembiasaan yang dilakukan setiap tahunnya tersebut selain berbentuk empati yang memiliki nilai sosial juga terdapat nilai pendidikan sosial bagi anak-anak hingga remaja agar ia menyadari bahwa rezeki itu datangnya dari Tuhan dan apabila diberi kelebihan rezeki seharusnya saling berbagi kepada yang kekurangan dari situlah ia mengetahui kualitas amal yang diberikan.
Ketiga, pendidikan nilai pengetahuan dengan saling berbagi pengalaman dan pendapat kepada keluarga dan lingkungan halamannya yang telah terorganisir dalam sisem lebaran, tradisi mudik yang terjadi di Indonesia saat lebaran merupakan kegiatan yang akan mempertemukan beberapa keluarga, kerabat dan teman-teman yang dulu pernah bersama dan kemudian dipisahkan oleh waktu, pertemuan tersebut akan mempertemukan keluarga kecil keepada kekuarga kecil, keluarga kecil kepada keluarga besar dan keluarga besar kepada keluarga besar, dari pertemuan tersebut berbagi pengalaman merupakan sebuah kegiatan yang selalu menjadi tradisi pada saat pertemuan lebaran disetiap tahunnya, dari berbagi pengalaman tersebut akan menghasilkan pendidikan nilai pengetahuan, karena dari berbagi pengalaman akan menambah pengetahuan bagi yang tidak mengetahui, seperti ungkapan yang sudah tidak jarang lagi kita dengar "Experience is the best teacher".
Problematika Pendidikan
"Pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti(kekuatan batin, karakter), pikiran(intelek), dan jasmani anak didik", Ki Hajar Dewantara.
Masalah terbesar bagi pendidikan di Indonesia menurut para ahli adalah pendidikan moralitas pada diri siswa, jauh sebelum pendapat para ahli muncul dipermukaan, Ki Hajar Dewantara sudah pernah menyampaikan sebagaimana yang sudah dikutip diatas, bahwa pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti atau karakter(moral) dan pernyataan tersebut diletakkan pada ungkapan pertama sebelum pikiran atau intelek, namun pada kenyataannya yang terjadi pada dunia pendidikan modern, moralitas telah tergeser oleh pikiran(intelek) sehingga mengakibatkan problematika besar dibidang moral.
Akibat dari rendahnya moralitas yang dimiliki dan kuantitas masyarakat sudah semakin membesar yang memiliki problem moral menyebabkan terciptanya budaya nakal, orang melakukan suatu perbuatan nakal sudah tidak lagi merasa malu, karena akibat dari rendahnya moral yang menyebabkan terciptanya budaya nakal membuat imagi yang beredar pada masyarakat bahwa kenakalan adalah suatu hal yang biasa.
Tidak terpungkiri lagi, bahwa kenakalan yang berhasil mengganggu kenyamanan orang lain merupakan kenakalan yang seharusnya ditiadakan, seperti contoh kenakalan yang dilakukan oleh beberapa siswa disekokah-sekokah yang menyebabkan kegaduhan dengan mengganggu masyarakat sekitar melalui tawuran yang ia aktualisasikan bersama teman-temannya. Dengan moral yang baik tentu tidak akan mau melakukan kegiatan tersebut, sebagai contoh yang kedua, kehidupan berpolitik para politikus elite telah banyak terekspos dimedia, yang terbukti dengan banyaknya jumlah koruptor, serta perilaku politik dengan melakukan agitasi dan propagandis terhadap lawan politiknya, itu merupakan sebuah contoh dari moral yang  rendah, dan perbuatan tersebut tidak bisa ditemukan dalam diri manusia yang memiliki moral baik.

Pada saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan perbaikan kualitas hidup dengan memperbaiki moral, setelah mendapatkan pelajaran yang sangat berharga selama sebulan dibulan ramadhan, dengan menahan hawa nafsu, makan, minum, marah, maksiat, dll, kemudian membiasakan diri dengan melakukan kegiatan yang positif, maka saatnya kini menatap lebaran dengan optimis dan mengambil semua pelajaran yang didapat, semoga moralitas semakin baik. Selamat mudik, selamat lebaran, selamat hari raya idul fitri, minal aidzin wal faizin mohon maaf lahir dan batin.

Friday 24 July 2015

Pemberdayaan Ekonomi Umat

Muhammad Arrizky Alamsyah
 Program Magister Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
 muhammadalamsyah0@gmail.com
A.  Pendahuluan
Ekonomi dan perdagangan global bukanlah sebuah gejala baru. Nabi Muhammad sendiri tidak menciptakan sistem dagang baru. Perdagangan yang dilakukan oleh Muhammad pada waktu masih muda sampai setelah menjadi Nabi dan para sahabatnya adalah suatu sistem perdagangan internasional yang berpusat di Byzantium, Konstantinopel. Karena itu uang yang berlaku ialah uang Byzantium, uang Yunani (dinnar, dirham). Orang Arab sendiri tidak memiliki uang.
Orang Islam baru memiliki atau menciptakan uang sendiri pada zaman Abd Al-Malik ibn Marwan, sehingga gambar Konstantin diganti dengan lafaz syahadat yang waktu itu ditentang oleh Yunani (Byzantium). Mereka berpikir uang semacam itu tidak akan laku, padahal laku juga karena daerah Islam lebih luas daripada daerah Byzantium.
Gambaran mengenai ekonomi Nabi adalah bahwa beliau tidak menciptakan sistem ekonomi yang baru, tetapi memberikan muatan moral kepada ekonomi itu. Jadi, biarpun menggunakan uang Yunani, namun ada ukuran-ukuran moral yang melibatkan paling tidak dua hal, yaitu ada cara yang benar memperoleh harta, dan ada cara yang benar untuk menggunakan harta. Hal ini tidak seperti kapitalisme. Mungkin kapitalisme juga menganut suatu paham bahwa ada caracara yang benar dalam memperoleh harta tetapi harta itu digunakan terserah kepada yang punya, termasuk dibakar sekalipun.[1]
Di dalam Islam membakar harta benda itu haram hukumnya, meskipun harta benda milik sendiri Inilah gambaran situasi ketika Madinah mengalami inflasi, lalu orang-orang datang kepada Nabi dan mengadukan tentang kenaikan harga-harga. Kemudian mereka minta Nabi untuk menetapkan harga. Di luar dugaan ternyata Nabi marah diminta melakukan penetapan harga seperti itu. Dikumpulkanlah orang di masjid dan beliau berpidato bahwa ia tidak mau menetapkan harga sebab itu berarti merampas hak dan laba orang. Kalau harga naik, apakah barangnya harus dijual murah. Lalu dikatakan bahwa ia tidak mau nanti ketemu Tuhan dan diperintah untuk mengembalikan apa yang ia rampas dari orang-orang hanya karena ia menetapkan harga. Lalu beliau bersabda, al-bay‘u ‘antarâdlin (jual beli itu harus sukarela). Artinya, biarpun mahal asal sukarela tetaplah sah.[2]
Kalau harus diwujudkan dalam bahasa sekarang, sepanjang mengenai hadis inflasi tadi, maka Islam mengajarkan ekonomi bebas namun harus disertai dengan akhlak (free market economy with morality ).
B.     Ekonomi Islam
Dalam bagian yang komprehensif Hukum Islam telah menerangkan tentang aturan berekonomi, termasuk elemen-elemen di dalamnya seperti produksi, distribusi dan konsumsi. Ungkapan ini merupakan pernyataan yang melegitimasi bahwa Islam dengan al Qurannya telah mengatur sistem ekonomi yang sempurna. Hal ini merupakan bukti bahwa Islam mampu mengimbangi perkembangan sistem ekonomi yang berlaku di kalangan umat manusia.
Dalam perkembangan dewasa ini, ada dua sistem ekonomi yang paling berpengaruh di dunia, yaitu sistem ekonomi Kapitalis dan sistem ekonomi Sosialis. Sistem ekonomi kapitalis adalah suatu sistem ekonomi yang mengizinkan dimilikinya alat-alat produksi oleh pihak swasta, sedangkan sistem ekonomi Sosialis merupakan kebalikan dari sistem ekonomi Kapitalis yakni suatu sistem ekonomi di mana pemerintah atau pekerja memiliki serta menjalankan semua alat produksi; hingga dengan demikian, usaha swasta dibatasi dan mungkin kadang-kadang dihapuskan sama sekali.
Pada gilirannya, sistem ekonomi yang dianut oleh sekelompok manusia sesungguhnya berfungsi untuk mencapai tujuan atau hasil tertentu yang memiliki nilai yang ditetapkan dan bergantung kepada prioritas masyarakat atau negara penganut sistem tersebut. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin prioritas antara satu sistem ekonomi dengan ekonomi lainnya berbeda. Sistem Ekonomi Kapitalis lebih memprioritaskan individu dari pada kelompok, sedangkan sistem ekonomi sosialis lebih memprioritaskan kepentingan negara daripada kepentingan individu[3].
Berbeda dengan kedua sistem ekonomi diatas, Islam menerapkan sistem ekonominya dengan menggunakan moral dan hukum bersama untuk menegakkan bangunan suatu sistem yang praktis. Berkenaan dengan prioritas, Islam mengetengahkan konsep keseimbangan antara kepentingan individu (khusus) dan kepentingan negara (umum) yang bersumber kepada al-Qur‟an dan al-Sunnah.
Berdasarkan uraian itu, dapat dipahami bahwa ekonomi menurut Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari al Quran dan al-Sunnah, dan merupakan bangunan yang didirikan diatas landasan- landasan tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa. Sehubungan dengan hal tersebut, al Quran dan al-Sunnah sebagai sumber hukum Islam memegang peranan penting dalam memberikan dasar-dasar pada sistem perekonomian menurut Islam.
Prinsip-prinsip utama dalam Islam berkenaan dengan sistem ekonomi adalah dengan hajat manusia terhadap ekonomi, ciri-ciri ekonomi Islam, dan kebebasan ekonomi menurut Islam. Selain hal-hal tersebut, Islam dengan al-Qur‟an dan al-Sunnahnya juga menyinggung persoalan-persoalan yang berkaitan dengan faktor produksi, kerja menurut Islam, hak milik menurut Islam, akad dan pendayagunaan harta Konsep Islam tentang hakikat manusia menegaskan bahwa manusia itu adalah makhluk Allah, yang Allah menjadikan kepada pandangan manusia kecintaan kepada segala sesuatu yang diingini syahwatnya.
“dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” Ali Imran : 14
Namun demikian, Islam memperkenalkan manusia dengan menjelaskan pula fungsinya, yaitu disamping sebagai abid yang bertugas untuk beribadah kepada-Nya, juga sebagai khalifah yang bertugas mengurus bumi dengan seluruh isinya dan berkewajiban untuk memakmurkannya sebagai amanah dari Allah.
“Dan Dia yang menjadikan kamu kholifah-kholifah d bumi dan meninggikan sebagaian kamu atas sebagaian (yang lain) beberapa derajat, untuk menguji kamu melalui apa yang diberikan-Nya kepada kamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Al-An’am, Ayat; 165
Penjelasan diatas membuktikan konsep hakikat manusia menurut Islam berbeda dengan konsep yang dikemukakan oleh paham kapitalisme dan sosialisme. Kapitalisme mempunyai asumsi bahwa manusia itu serakah dan materialistis. Sedangkan sosialisme memahami hakikat manusia kepada dua jenis, yaitu hakikat manusia secara umum di mana manusia seperti yang dijumpai sehari-hari serakah dan materialistis dan hakikat manusia sebagai hasil dari suatu proses sejarah.
Konsep manusia itu sangat menentukan terhadap jalan yang ditempuh manusia dalam upaya merealisir kebutuhan hidupnya. Upaya memenuhi, menghasilkan dan membagikan kebutuhan manusia ini dinamakan dengan ekonomi. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa konsep Islam dalam kegiatan ekonomi tidak hanya bertujuan untuk kehidupan dunia semata, tetapi bertujuan pula untuk kehidupan akhirat.
Selain itu, ekonomi menurut Islam memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dari sistem ekonomi hasil penemuan manusia. Diantara ciri-ciri tersebut adalah, bahwa ekonomi merupakan bagian dari sistem Islam secara integral dan ekonomi menurut Islam merealisir keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”, Al Qashash: 77.
Karena ekonomi menurut Islam merealisir keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum.
"Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah, kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.", Hasyr ; 7
Ciri yang pertama merupakan ciri pembeda dengan sistem ekonomi hasil penemuan manusia yang memisahkan antara kehidupan ekonomi dan agama. Sedangkan ciri yang kedua merupakan ciri yang membedakan dengan sistem ekonomi Kapitalis dan Sosialis, dimana sistem kapitalis lebih mendahulukan kepentingan individu dan sistem Sosialis lebih mendahulukan kepentingan umum, sekalipun hak individu harus dilanggar.
Seiring dengan itu, Islam juga memberikan kebebasan kepada individu dan berekonomi, tidak seperti yang ditentukan oleh sistem Sosialisme; tetapi, Islam juga tidak melepaskannya tanpa kendali seperti yang dilakukan oleh sistem Kapitalis. Hal ini berarti bahwa kebebasan ekonomi menurut Islam adalah kebebasan yang terikat. Artinya, Islam tidak mengizinkan kepada individu kebebasan yang mutlak, tetapi mengikatnya kebebasan itu dengan batas-batas dari nilai-nilai Syari‟at. Islam menekankan bahwa kemerdekaan individu dalam melaksanakan kegiatan ekonomi itu, terikat oleh syariat Islam
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu, dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku, dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya, Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.", Annisa :29
Individu dalam Islam diberikan kebebasan melakukan kegiatan ekonomi selama tidak dilarang oleh nash.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”, Al Baqoroh : 275
Berdasar pada uraian di atas dapat dipahami bahwa pengakuan Islam akan kebebasan ekonomi dengan menentukan ikatan-ikatan adalah bertujuan untuk merealisasikan dua hal. Pertama, agar kegiatan ekonomi berjalan sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam syari'at Islam. Kedua, terjaminnya hak negara dalam ikut campur, baik untuk mengawasi kegiatan ekonomi terhadap individu maupun untuk mengatur atau melaksanakan beberapa macam kegiatan ekonomi yang tidak mampu ditangani oleh individu atau tidak mampu untuk mengeksploitasinya dengan baik[4].



C.    Pemberdayaan Ekonomi
Pemberdayaan menurut bahasa berasal dari kata daya yang berarti tenaga/ kekuatan, proses, cara, perbuatan memberdayakan.[5]Pemberdayaan adalah upaya yang membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya
Pemberdayaan diarahkan guna meningkatkan ekonomi masyarakat secara produktif sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan pendapatan yang lebih besar. Upaya peningkatan kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah paling tidak harus ada perbaikan akses terhadap empat hal, yaitu akses terhadap sumber daya, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar dan akses terhadap permintaan
Ekonomi masyarakat adalah segala kegiatan ekonomi dan upaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (basic need) yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan satu upaya untuk meningkatkan kemampuan atau potensi masyarakat dalam kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan mereka dan dapat berpotensi dalam proses pembangunan nasional.[6]
Konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model pembangunan dan model industrialisasi yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut, pertama, Bahwa proses pemusatan kekuasan terbangun dari pemusatan penguasaan faktor produksi, kedua, Pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat yang pengusaha pinggiran, ketiga, Kekuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum, dan ideologi yang manipulatif untuk memperkuat dan legitimasi, keempat Kooptasi sistem pengetahuan, sistem hukum, sistem politik, dan ideologi, secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya. Akhirnya yang terjadi adalah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai (empowerment of the powerless).[7]
Dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat, pola pemberdayaan yang tepat sasaran sangat diperlukan, bentuk yang tepat adalah dengan memberikan kesempatan kepada kelompok miskin untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan yang telah mereka tentukan. Disamping itu masyarakat juga diberikan kekuasaan untuk mengelola dananya sendiri, baik yang berasal dari pemerintah maupun pihak amil zakat, inilah yang membedakan antara partisipasi masyarakat dengan pemberdayaan masyarakat. Perlu difikirkan siapa sesungguhnya yang menjadi sasaran pemberdayaan masyarakat, sesungguhnya juga memiliki daya untuk membangun, dengan ini good governance yang telah dielu-elukan sebagai suatu pendekatan yang dipandang paling relevan, baik dalam tatanan pemerintahan secara luas maupun dalam menjalankan fungsi pembangunan. Good governance adalah tata pemerintahan yang baik merupakan suatu kondisi yang menjalin adanya proses kesejahteraan, kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran, serta adanya saling mengontrol yang dilakukan komponen pemerintah, rakyat dan usahawan swasta.[8]
Dalam kondisi ini mengetengahkan tiga pilar yang harus diperlukan dalam proses pemberdayaan masyarakat. Ketiga pilar tersebut adalah pemerintah, swasta dan masyarakat yang hendaknya menjalin hubungan kemitraan yang selaras. Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri, kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Pemberdayaan masyarakat hendaknya mengarah pada pembentukan kognitif masyarakat yang lebih baik, untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses.
Ada dua upaya agar pemberdayaan ekonomi masyarakat bisa dijalankan, diantaranya pertama, mempersiapkan pribadi masyarakat menjadi wirausaha. Karena kiat Islam yang pertama dalam mengatasi masalah kemiskinan adalah dengan bekerja. Dengan memberikan bekal pelatihan, akan menjadi bekal yang amat penting ketikaakan memasuki dunia kerja.
Program pembinaan untuk menjadi seorang wiraswasta ini dapat dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan, diantaranya, memberikan bantuan motivasi moril Bentuk motivasi moril ini berupa penerangan tentang fungsi, hak dan kewajiban manusia dalam hidupnya yang pada intinya manusia diwajibkan beriman, beribadah, bekerja dan berikhtiar dengan sekuat tenaga sedangkan hasil akhir dikembalikan kepada Dzat yang Maha Pencipta. Bentuk-bentuk motifasi moril itu adalah pelatihan usaha dan pemodalan.
Dalam jurnal Istiqomah, Pengembangan Masyarakat Islam menjelaskan adanya lima dalam memberdayakan umat antara lain, pertama, Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat sebagai peletakan sebuah tatanan sosial dimana manusia secara adil dan terbuka dapat melakukan usahanya sebagai perwujudan atas kemampuan dan potensi yang dimilikinya sehingga kebutuhannya (material dan spiritual) dapat terpenuhi.
Kedua, Pemberdayaan masyarakat tidak dilihat sebagai suatu proses pemberian dari pihak yang memiliki sesuatu kepada pihak yang tidak memiliki,
 Ketiga, Pemberdayaan masyarakat mesti dilihat sebagai sebuah proses pembelajaran kepada masyarakat agar mereka dapat secara mandiri melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas kehidupannya.
Keempat, Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin dilaksanakan tanpa keterlibatan secara penuh oleh masyarakat itu sendiri. Partisipasi bukan sekadar diartikan sebagai kehadiran tetapi kontribusi tahapan yang mesti dilalui oleh suatu dalam program kerja pemberdayaan masyarakat, kelima, Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya keterlibatan masyarakat dalam suatu program pembangunan tatkala masyarakat itu sendiri tidak memiliki daya ataupun bekal yang cukup.
Kelima prinsip turunan tersebut sebenarnya cerminan aktualisasi nilai Islam dalam memberikan pandangan hidup sehingga menunu tatanan kehidupan yang berdaya dan sejahtera. Kunci keberhasilan tersebut yakni penyatuan antara dimensi material dan spritual dalam kehidupan sosial.[9]



D.    Pemberdayaan Umat Melalui Zakat
Menurut Dawam Rahardjo, sebagai sebuah konsep yang dianggap sangat relevan dengan  persoalan-persoalan yang konkret zakat bisa jadi sebagai titik masuk terhdap perkembangan ekonomi, zakat sebagai bentuk ibadah, sudah banyak diketahui,  atau disampaikan oleh para ahli. Akan tetapi pandangan mengenai zakat masih belum luas dan hanya terbatas pada kesan bahwa zakat itu ikut membantu kaum muslimin dalam membangun masjid, madrasah,membiayai kegiatan dakwah.
Akan tetapi zakat sebagai instrument pokok dalam program pemberantasan kemiskinan atau pertumbuhan ekonomi dari bawah masih belum banyak mendapatkan perhatian,di Indonesia zakat lebih  banyak diamalkan dari pada di teorikan oleh karena itu tingkat kelaikannya cukuptinggi untuk diwujudkan sebagai suatu program pembangunan atau pengembangan masyarakat.[10]
Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah sebagaimana ditemukan dalam surat keputusan bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 1991/47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah. Dalam pasal 1 SKB disebutkan bahwa Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah adalah lembaga swadaya masyarakat yang mengelola, penerimaan, pengumpulan, penyaluran dan pemanfaatan zakat, infaq dan shadaqah secara berdaya guna dan berhasil guna.[11]
Berdasarkan keputusan tersebut, maka pengelola zakat memiliki tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan harta zakat umat Islam. Obyek atau sasaran dalam penerimaan dan pengumpulan yang dilakukan oleh pengelola selain zakat adalah infaq dan shadaqah dalam pemberdayaan ekonomi umat.         
Menurut Abdul Mannan, zakat merupakan pusat keuangan umat Islam meliputi bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat dapat mengikis ketamakan dan keserakahan bagi yang kaya, dalam bidang sosial, zakat merupakan alat yang khas diberikan Islam untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan kepada orang kaya akan tanggung jawab sosial yang dimilikinya, sedangkan dalam bidang ekonomi, zakat dapat mencegah penumpukan kekayaan dalam tangan segelintir orang dan memungkinkan kekayaannya untuk disebarkan kepada yang berhak menerimanya sebelum terjadi bahaya besar di tangan pemiliknya.[12] Hal ini disadari dan dilaksanakan oleh pemilik kekayaan melalui zakat, maka menjadikan ekonomi diantara umat Islam secara adil dan seksama, sehingga si kaya tumbuh semakin kaya dan dapat menghapuskan kemiskinan. Oleh karenanya dalam istilah ekonomi, zakat merupakan tindakan pemindahan kekayaan dari golongan kaya kepada golongan miskin. Tindakan ini akan mengakibatkan perubahan yang bersifat ekonomi dimana seseorang yang menerima zakat dapat mempergunakannya untuk mengkonsumsi atau memproduksi.
Monzer Khaf menyatakan bahwa zakat adalah sebagai hukuman atas orangorang yang mampu senantiasa menimbun harta dan tidak mau menginvestasikan hartanya pada usaha yang bersifat produktif, dimana secara perlahan tetapi meyakinkan pembayaran zakat akan menghabiskan hartanya.[13] Hal ini memahami kepada setiap muslim yang bijaksana akan senantiasa menginvestasikan modalnya pada usaha yang produktif agar meningkatkan hartanya dan dapat membayar zakat dari keuntungan yang diperolehnya kepada Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah.
Hasil pengumpulan Zakat, Infak dan Shadaqah dari masyarakat (umat Islam) didayagunakan untuk kepentingan umat yang tidak mampu yang berhak memperoleh bagian dari harta zakat (mustahiq). Pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah harus didasarkan pada skala prioritas kebutuhan mustahiq. Selain itu, khusus zakat harta pendayagunaannya harus diorientasikan pada usaha yang bersifat produktif.
Menurut M. Daud Ali proses pemanfaatan dana zakat dapat digolongkan kepada empat macam, yaitu : pertama, mendayagunakan zakat yang bersifat konsumtif tradisional artinya bahwa zakat itu langsung dibagikan kepada yang berhak menerimanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Kedua, mendayagunakan zakat yang bersifat konsumtif kreatif, artinya bahwa pembagian zakat itu bukan berupa uang atau makanan, tetapi berupa alat-alat sekolah atau beasiswa dan lain-lain. Ketiga, mendayagunakan zakat yang bersifat produktif tradisional, artinya bahwa bagian yang mereka terima dari harta zakat berupa barang yang produktif, sehingga cukup sekali diberikan tetapi akan lebih besar keuntungan. Keempat, mendayagunakan zakat yang bersifat produktif kreatif,23 maksudnya dana zakat itu diberikan sebagai modal atau menambah modal yang telah ada dan dapat digunakan pada pembukaan proyek atau usaha[14]
Bagaimanapun cara menyalurkan zakat itu, tetap harus sesuai dengan hukum Islam yaitu mengedepankan mereka yang lebih berhak dan lebih baik diarahkan pada pengembangan usaha mustahiq.[15] 24 Sehingga mereka akan menjadi muzakki dan bukan lagi mustahiq. Orang yang mampu semakin bertambah dan orang yang lemah semakin berkurang. Keadilan ekonomi, sosial dan keamanan masyarakat akan tercipta.
Upaya pendayagunaan harta zakat pada usaha produktif dimaksudkan agar mustahiq tidak dididik menjadi masyarakat yang konsumtif. Ketika diberi harta dari zakat, maka mustahiq berfikir bagaimana memanfaatkan harta zakat itu menjadi modal usaha. Dengan begitu, pada saat pembagian zakat berikutnya ia tidak lagi menjadi mustahiq, melainkan kalau mungkin menjadi muzakki[16]


 Daftar Pustaka
Munawar Rachman, Budhy, 2011, Ensiklopedi Nurcholis Madjid, Pemikiran Islam diKanvas Peradaban (Jakarta : yayasan abad demokras)
Ahmad Muhammad al-„Assal dan Fathi Ahmad „Abdul Karim. Sistem Ekonomi Islam: Prinsip-Prinsip dan tujuan-tujuannya. Terjemahan oleh Abu Ahmadi dan Umar Sitanggal. (Jakarta: Bina Ilmu, 1980)Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002)
Todaro, Michael P, dan Smith, Stephen C, 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Kedelapan( Jakarta : Penerbit Erlangga). 21
Istiqomah, Supriyantini. 2008, Pemberdayaan dalam konteks pengembangan masyarakat islam. Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam.
Raharjo, Dawam 1987,  Perspektif deklarasi mekkah menuju ekonomi Islam (Bandung ; Mizan)
Mannan, Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta : Dana Bhakti. 1995)
Khaf ,Monzer, The Islamic Ekonomi diterjemahkan oleh Husain Machnun dengan Judul Ekonomi Islam Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam (Cet. II; Yogyakarta : Aditiya Madia, 2000)
Ali, M. Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta : UI Pres, 1988)
Mahmud Syaltout, Al-Islam Aqidah wa Syari‟ah, diterjemahkan oleh Abdurrahman Zain dengan judul Islam Aqidah dan Syari‟ah (Jakarta : Pustaka Amani, 1986)
Djazuli, H. A, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002)




[1] Budhy Munawar Rachman, 2011, Ensiklopedi Nurcholis Madjid, Pemikiran Islam diKanvas Peradaban (Jakarta : yayasan abad demokras), 634.
[2] Ibid. 
[3] Ahmad Muhammad al-„Assal dan Fathi Ahmad „Abdul Karim. Sistem Ekonomi Islam: Prinsip-Prinsip dan tujuan-tujuannya. Terjemahan oleh Abu Ahmadi dan Umar Sitanggal. (Jakarta: Bina Ilmu, 1980), h. 11
[4] Ahmad Muhammad al-Assal, op-cit., h. 79-80
[5] 1Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 242
[6] Todaro, Michael P, dan Smith, Stephen C, 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Kedelapan( Jakarta : Penerbit Erlangga). 21
[7] Ibid, 21.
[8] Ibid.
[9] Istiqomah, Supriyantini. (2008) Pemberdayaan dalam konteks pengembangan masyarakat islam. Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam. (Online), Volume 4, Nomor 1, Juni, Halaman 65-78, Istiqomah (2008, h.67-68)
[10]  Dawam Raharjo, 1987,  Perspektif deklarasi mekkah menuju ekonomi Islam (Bandung ; Mizan)
[11] Dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat pada Pasal 1 ayat 1 Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai ketentuan agama
[12] Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta : Dana Bhakti. 1995), h. 256
[13] Monzer Khaf, The Islamic Ekonomi diterjemahkan oleh Husain Machnun dengan Judul Ekonomi Islam Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam (Cet. II; Yogyakarta : Aditiya Madia, 2000). H. 103
[14] M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta : UI Pres, 1988) h. 62- 63
[15] Mahmud Syaltout, Al-Islam Aqidah wa Syari‟ah, diterjemahkan oleh Abdurrahman Zain dengan judul Islam Aqidah dan Syari‟ah (Jakarta : Pustaka Amani, 1986), h. 150
[16] H. A. Djazuli, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 49

Monday 13 July 2015

Background of the Safavid Empire


Background of the Safavid Empire

At the time of the Ottoman empire had reached its peak, in the Persian Safavid empire was newly established. But in fact, the kingdom is growing rapidly. Safavid name is kept on hold until the Safavid congregation into a political movement and became a kingdom called Safavid kingdom. During its development, the Safavid empire was often at odds with the Ottoman empire.(Badri Yatim, 1999 : 138)

Political-religious movement of the Congregation of the Safavid occur when the Islamic world is entering a period of mid (1250-1800 AD). Safavid Sufi movement emerged in the 13th century AD in Ardabil, a city in Azerbeyjan, region of western Iran. Ardabil at that time the Kara Koyunlu territory of the tribe of Turks who embrace the Shia. Founder of the Safavid Sufi is Saifuddin Ishak (1252-1334).

Safavid Sufi movement in the early days was patterned purely religious. However, because of the social conditions that support and motivate the Shiite doctrine Safavid, then they change the pattern of religious thought to the religious-political thought in the Safavid Sufi movement. (Harun Nasution, 1984 : 84)

At the beginning, the congregation Safavid Sufism recitation pure form locally, which aims to inculcate the teachings of the Sufi and piety as a most important part in Sufism, so that the followers of this order and firmly obey the teachings of their religion underwent.

Safavid Sufi movement in the early days was patterned purely religious. However, because of the social conditions that support and motivate the Safavids, then they changed the complexion of religious thought to the religious-political thought in the Safavid Sufi movement.

As a religious organization sufisme can be used as a political-religious institutions with the aim to spread Islam at the same time achieve political ideals in developing the teaching of the Islamic religion in social life, both socio-religious and socio-political (religio-political system of Islam) who conducted the Safavid sufi. Religious organizations as well as political-religious institutions of the Congregation of the Safavid addition serves to facilitate the consolidation and spread of the congregation for the doctrine of followers in the community, also to increase the congregation before the Safavid rulers and in the community.

Safavid movement is also not uncommon for war political maneuver with some kingdoms, until the time of Ismail ibn Haidar can beat ruler of Syrwanid then followed the victory over Alaq Koyunlu give way to the institute to establish the Safavid Empire. then the Safavid empire was successfully established by Ismail in the year 1501 AD.


#Pustaka
Badri, Yatim, 1999, Sejarah Peradaban Islam (Cet. IX; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada),
Harun Nasution, 1984, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press),

Sunday 12 July 2015

The Development of Thinking and Radicalism

The discussion this time the writer will explain about the development of thinking that occurs in Islam in the era of colonialism to post-colonialism.


DEVELOPMENT OF THOUGHT IN ISLAM TO ACTION RADICALISM

Radicalism lately more directed to the Muslims, based on the emerging understanding of Islamic radicalism, and tragically all forms of violence in the world is always on the accused to the Muslims. Views on Islamic radicalism would not appear without reason. But through the facts that have occurred in the world, until now the world back in the show by radical actions of the Islamic State of Iraq Syria (ISIS).

The Development of Islamic Thought
When the Western world can rise from the dark ages, Muslims began to abandon the tradition of thinking and experiencing setbacks. The problem is well utilized by the Western world, which begins by british and France around the 18th century to colonization against Muslims.

Realizing setback Muslims, the idea of Islamic revivalism emerged as a response to the decline of Islam through the concept back to the essential teachings of Islam. Movement that emerged in response to the deterioration Islam has several characteristics, including, first, back to the original Islam, purify Islam of local traditions and foreign cultures, secondly, to encourage the free reasoning in terms of doing ijtihad and reject taqlid, third, the need to migrate from region dominated by pagans, fourth, belief in the existence of a fair leader and a reformer

Based on the appearance of schools of Islam that aims revivaslisme movement as a  reaction and criticism of the consequences caused by western imperialism, and religious schools of textual, Making Islamic revival movement is touted as fundamentalism.

However, Islamic revivalism measures are used as a solution still can not answer the above concerns of Muslims in the face of colonialism.

So also with the colonization of the west against Muslims, which caused the weakness of Muslims when it is due to decline and stagnation, which resulted in colonization can be global, and in fact almost all Muslims in the world have felt the ferocity of colonialism. while on the other hand Islamic revivalism has not been able to generate Muslims

Colonialism  with malignancies who were treated against Muslims in the world, too, has an impact on Muslims. Based on these experiences, Islamic scholars tried to rise from adversity to avoid stagnation that have plagued Muslims. . Islamic scholars believe that science and technology should be in understand it by a Muslim, then modernism made as a solution.

For example, Islamic modernism initiated by Ahmad Khan in India, to support the consolidation of British rule in India that aims to be able to mobilize efforts to introduce and translate the achievements of modern western civilization, especially in the field of science and education.

Regarding the reform path taken by Sayyid Ahmad Khan, get a lot of support from many Islamic scholars at that time, because of social reform and education in order to prepare people to be able to face the challenges deemed necessary owned by a Muslim. As well as that carried out by Muhammad Abduh, at a time when he is willing to cooperate with the Lord Cromer, the British representative, in the hope of the British presence can be utilized for the development of education in Egypt.

But the development of the modernization of Islam, is still not able to be accepted by the Islamic scholars around the world, due to the modernization of Islam, while still dealing with colonialism, the development of religious understanding increasingly displaced by the understanding of modernization as opposed to the understanding of Islam, be a factor of Islam modernizing left, then raises thinking about neo revivalism

Thought neo Islamic revivalism emerged as a response to modernism terhdap considered more concerned with the development of modernism rather than Islam, so there is a shift between modernism and Islam.

In the history of the development of thinking neo Islamic revivalism has not always had an antagonistic relationship with modernism, neo thinking of Islamic revivalism, just do not approve of modernism thought that less familiar integrate Islam with modernism. Based on the problem of neo revivalism gives understanding to advance Islam rather than modernism and reject modernization as opposed to Islam

Then reappeared neo modernism as the answer to the problem of Islamic revivalism neo unanswered, though neo Islamic revivalism able to answer the problem of modernism that has understood all Westernized, by differentiating themselves from the west, but the neo revivailisme still not been able to find a method of interpretation of the Al Quran in order produce a systematic and thorough thinking. Therefore neo modernism emerged as an answer to the problem.

Neo modernism develop a critical attitude towards the west, by inviting the Muslims in the western world and its ideas assess objectively, as well as the teachings and ideas within Islam. Because the studies carried out fully and systematically, to the neo-modernism main task is to develop appropriate methods in the study of the Koran in order to produce a draft comprehensive systematic thinking.

Islamic Radicalism Action
"Religious radicalism is a religious phenomenon of politics, not as a theological phenomenon", Bassam Tibi.

If the phenomenon of Islamic radicalism in the world today, the phrase Bassam Tibi about radicalism have a point, because the strength of world politics can not be separated from Islam and the West.

Western powers when it got past century has witnessed the darkness of the world, the achievements of Western civilization contributed greatly to the advancement of the world.

But the western powers be frightening for Islam when it was, colonialism committed against Islam still can not be forgotten by some quarters.

At this time a number of countries under Western colonization has become a sovereign state, but sovereignty is given by the state is still not fully perceived. Even some of the schools system adopts the west.

Unrest Muslims who perform radical action at this time, in the west because of the ideology is still a frame in a system of most countries in the world, making it difficult to conduct political negotiations. Based on the failure of political negotiations that Muslims took steps to carry out radical actions as a form of terror.

Injustice and poverty that emerged in some countries make radical groups the opportunity to recruit members and development of strength in the terrorized the world. As well as providing the doctrine of nationalism and democracy as shirk understand that associating the principle of the sovereignty of God.
Hopefully injustice and poverty eliminated immediately.



                                                                          

                                                                                                         # Muhammad Arrizky Alamsyah

Friday 10 July 2015

MENJAWAB TANTANGAN RADIKAKLISME AGAMA MELALUI PANCASILA

MENJAWAB TANTANGAN RADIKAKLISME AGAMA MELALUI PANCASILA
Muhammad Arrizky Alamsyah
Program Magister Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
muhammadalamsyah81@yahoo.com
A.     PENDAHULUAN
Islamic state Iraq Syiriah(ISIS) sekarang Islamic State(IS) sebagai aksi radikalisme agama terbaru kali ini, telah memberitahukan pada dunia bahwa aksi tersebut tidak terlepas dari aspek politik yang sudah membekas sejak lama. Pemberontakan yang dilakukan kali ini tidak lah muncul dari langit begitu saja, akan tetapi sudah lama dipersiapkan oleh Abu BakarAl Baghdadi, pendiri ISIS itu sendiri. terbukti dari awal adanya kelompok tersebut tergabung dalam organisasi Al Qaeda yang dikenal dunia lebih dulu sebagai organisasi garis keras, kemudian ISIS berdiri sendiri karena mempunyai tujuan yang berbeda dengan Al Qaeda.
Secra Historis istilah radikalisme dapat di fahami sebagai kelompok atau gerakan politik yang keras dengan tujuan mencapai kemerdekaan dalam konteks politik, pertama kali digunakan oleh Charles james Fox pada tahun 1797, pada saat itu ia mendeklarasikan reformasi radikal sistem pemilihan, sehingga istilah ini di gunakan untuk mengidentifikasi pergerakan yang mendukung parlemen, selanjutnya radikalisme terserap dalam perkembangan liberalisme politik. kemudian pada abad ke 19 makna istilah yang muncul di Britania Raya tersebut berubah menjadi ideologi liberal yang progressif di seluruh daratan eropa.
Oleh karena itu istilah radikalisme agama kemudian muncul di muka bumi, di sebabkan oleh kekerasan-kerasan yang telah terjadi dengan mengatasnamakan agama. Sebagai dasar keyakinan, agama yang di yakini oleh manuisa mempunyai keanekaragaman. keyakinan manusia terhadap agama yang mempunyai perbedaan itulah memunculkan intoleransi agama. Sehingga pemahaman manusia terhadap agama tidak dapat lagi diterima oleh manusia yang lain menyebabkan radikalisasi agama muncul sebagai gerakan yang keras.
Hubungan Negara Barat dengan islam sendiri yang pernah menghegemoni dunia pada masa yang berbeda sebagai faktor utama memunculkan radikalisme agama di alam bumi ini, karena ketika hegemoni barat menguasai dunia melakukan kolonialisasi kepada hampir keseluruhan umat islam di dunia, kemudian pada masa yang berbeda umat islam mulai bangkit dan melakukan modernisasi serta keluar dari kolonialisasi barat. Namun modernisasi yang diambil menggunakan kebanyakan dari sistem barat. Ketika sistem tersebut menuai kegagalan untuk bangkit dari masalah ekonomi, sosial maupun politik. Maka sebgaian umat islam memberikan alternative dengan mendirikan Negara islam. Namun alternatif yang diberikan tidak dapat dengan mudah untuk di hadirkan, maka radikalisme agama pun muncul.
Sedangkan radikalisme agama yang terjadi di Indonesia juga tidak lain dari faktor tersebut, target utama yang diinginkannya ialah Negara barat dan Amerika Serikat. Sebuah aksi terorisme yang dilakukan untuk mengincar barat dan Amerika Serikat atau bahkan yang hanya berhubungan saja. meskipun seringkali aksi tersebut meleset dan menimpa banyak masyrakat yang tidak bersalah. Namun mereka tetap beranggapan bahwa  itu adalah sebuah jihad yang dilakukan sesuai dengan niat sebelumnya.
Indonesia merupakan Negara yang menerapkan ideologi pancasila dianggap sebagai Negara yang memiliki toleransi kuat terhadap adanya perbedaan dalam masyarakatnya diharapkan mampu menanggulangi praktik radikalisme agama di Indonesia. Namun berdasarkan kejadian praktik radikalisme yang telah terjadi sebelumnya sebagai bukti bahwa Indonesia dengan ideologi pancasila masih belum mampu menangani dengan baik masalah tersebut.
B.      RADIKALISKME AGAMA
Radikalisme Agama secara pemahaman diambil dari sejarah radikalisme yang difahami sebagai kelompok atau gerakan politik yang keras dengan tujuan mencapai kemerdekaan dalam konteks politik, pertama kali digunakan oleh Charles james Fox pada tahun 1797, pada saat itu ia mendeklarasikan reformasi radikal sistem pemilihan, sehingga istilah ini di gunakan untuk mengidentifikasi pergerakan yang mendukung parlemen, selanjutnya radikalisme terserap dalam perkembangan liberalisme politik. kemudian pada abad ke 19 makna istilah yang muncul di Britania Raya tersebut berubah menjadi ideologi liberal yang progressif di seluruh daratan eropa.
Oleh karena itu istilah radikalisme agama kemudian muncul di muka bumi, di sebabkan oleh kekerasan-kerasan yang telah terjadi dengan mengatasnamakan agama. Sebagai dasar keyakinan, agama yang di yakini oleh manuisa mempunyai keanekaragaman. keyakinan manusia terhadap agama yang mempunyai perbedaan itulah memunculkan intoleransi agama. Sehingga pemahaman manusia terhadap agama tidak dapat lagi diterima oleh manusia yang lain menyebabkan radikalisasi agama muncul sebagai gerakan yang keras.
Pemhaman radikalisme agama yang muncul diplanet bumi ini, apabila di analisis secara mendalam akan memunculkan akar masalah yang banyak, oleh karena itu, penulis akan memberikan penjelasan mengenai beberapa akar masalah yang berkenaan dengan radikalisme agama pada pembahasan selanjutnya.
1.      HUBUNGAN ISLAM DAN BARAT
Untuk memahami fenomena radikalisme agama yang telah terjadi, maka sebelumnya harus memahami sejarah hubungan Islam dengan Barat yang sudah di akui dunia sebagai penguasa Alam manusia pada masa yang berbeda.
Seperti yang pernah di ungkakpkan oleh Abu Rabi’(2002:22), bahwa pada abad ke 15 ada peristiwa penting yang memiliki perngaruh hubungan Islam dengan Barat. penaklukan Konstatinopel oleh Dinasti Turki Usmani pada tahun 1453 dan pengusiran umat Islam di Spanyol.
Kemajuan dunia Barat(Eropa) sejak masa renaissance pada abad 15 tidak dapat dilepaskan dari perkembangan dunia Islam. Hal ini setidaknya dapat diamati dari rekonstruksi Eropa pada masa-masa awal yang di latarbelakangi oleh keinginan melawan hegemoni dunia islam di Afrika Utara, Timur Tengah, dan Eropa Timur.
Sebagai reaksi terhadap ekspansi dan kejayaan Eropa di berbagai bidang, pada abad 18 dan 19 bermunculan gerakan Islam yang menyerukan kepada umat Islam untuk mengatasi keadaannya yang jumud dan terbelakang. Menurut Abu Rabi' (2002: 23), respons dunia Islam terhadap derasnya arus imperialisme dan kolonialisme Eropa paling tidak dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni; modernisasi, nasionalisme, dan revivalisme Islam (modernization, nationalism, and religious/Islamic revivalism).
Modernisasi Turki pada abad ke 19 sebagai contoh terkait dengan respons dunia islam untuk melawan eropa, dengan kesungguhan dalam melakukan modernisasi Turki lebih menitik beratkan pada pembaruan di bidang politik dan pembangunan kekuatan militer.
Menurut Harun Nasution(1975:97) .Modernisasi yang dilakukan di Turki mesikpun tidak mampu mencegah kehancuran imperium Turki Usmani pada akhir Perang Dunia I (1914-1918), namun embrio pemikiran sekularistik telah muncul. Bahkan sebagian kecil kelompok masyarakat beranggapan bahwa satu-satunya jalan untuk menyelamatkan negara dari kehancuran adalah dengan melakukan westernisasi. Modernisasi di Turki juga telah meninggalkan wacana di tengah tengah masyarakat tentang nasionalisme, sekularisme dan ide kemajuan. meskipun demikian para ulama waktu itu juga ikut berperan dalam modernisasi Turki yang bertujuan agar dapat menjaga umat.
Sejak akhir perang dunia ke II (1939-1945) gerakan islamisme menurun dan di gantikan dengan gerakan nasionalisme. sejumlah Negara Islam di Timur Tengah, Afrika Utara, AsiaTenggara, Asia Selatan mulai kelaur dari cengkraman kolonialisme dan memasuki alam Negara merdeka dan berdaulat. pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan ideologi nasionalisme memiliki peranan yang amat penting.
Begitu juga dengan ide nasionalisme di India, kaum intelektual India tidak lagi menghiraukan afiliasi agama. Mereka bersatu dengan satu program nasionalis yang ambisius, yaitu untuk menghilangkan dominasi Inggris di India. Kita juga menyaksikan di anak benua India, nasionalisme menjadi bagian usaha Pakistan memisah kan diri dari India dan usaha Banngladesh(Pakistan Barat) memisahkan diri dari Pakistan.
Nasionalisme juga tumbuh subur di negara-negara muslim yang tadinya berada di bawah atau dipengaruhi kolonialisme, seperti Indonesia, Aljazair, Tunisia, dan Maroko. Nasionalisme juga tumbuh di negara yang tadinya berada di bawah perwalian, seperti Iran, Irak dan Yaman, atau negeri yang tadinya relatif bebas seperti Turki dan Jazirah Arabia.
Setelah modernisasi di lakukan kebanyakan umat muslim sebagai bentuk kebangkitan pasca kolonialisasi yang di lakukan Negara-negara barat kepada mereka. Namun harapan kebangkitan yang sudah dicita-citakan oleh kebanyaakan umat muslim tidak menuai hasil yang memuaskan, sehingga sistem Negara barat yang di terapkan dalam modernisasi dianggap telah gagal mengangkat kebangkitan umat muslim. Dari problematika tersebut menjadikan sebagaian umat muslim hendak merubah sistem barat yang selama ini diterapkan dengan meggunakan sistem Islam, serta menganggap sistem Negara barat yahng selama ini di terapkan merupakan sistem musyrik.
2.     RADIKALISME AGAMA DALAM ARUS GLOBALISASI
Perubahan dunia yang dialami pasti akan berdampak terhadap orang yang berada dalam arus perubahan tersebut. Dalam kehidupan dunia tidak dapat terlepas dari aspek sosial dan keagamaan, aspek sosial sebagai hubungan antar manusia adalah sebuah keniscayaan disetiap peradaban, sedangkan aspek keagamaan sebagai hubungan antara manusia dengan sang pencipta yang di yakini dapat memberikan rasa aman.
Perkembangan teknologi dan informasi merupakan aspek yang dominan dalam perkembangan dunia saat ini yakni pada era globalisasi. Namun perkembangan teknologi dan informasi dalam arti sempit akan dapat diartikan sebagai perkembangan positif. Tentu saja perkembangan yang dapat diartikan memiliki dampak positif tersebut juga memiliki dampak yang negatif. Berdasarkan perubahan teknologi dan informasi pada era globalisasi, dapat memunculkan keseragaman budaya yang mempresentasikan kultur masyarakat.
Perubahan teknologi dan informasi berpengaruh pada penyamaan budaya, juga pada pola hidup manusia, sistem pendidikan, sistem politik, ekonomi sosial dan bahkan mengenai religiusitas.
Ideologi global juga dapat dengan cepat mengalami perubahan, kecepatan akses informasi yang dapat mengetahui dunia global secara instan dapat menjadikan pola kehidupan instan dan pragmatis. Sedangkan kesiapan diri dalam menghadapi pertarungan ideologi masih belum mampu bersaing mengakibatkan kehancuran ideologinya dan tergantikan dengan ideologi baru yang telah merasuki jiwa.
Demoralisasi masyarakat Indonesia yang sebelumnya di kenal sebagai masyarakat yang santun kini telah muncul masyarakat yang memiliki moral kurang baik, akibat dari tidak terbendungnya arus globalisasi yang melanda masyarakat.
Keresahan terhadap globalisasi dengan pengaruh budaya asing yang kuat serta kondisi ekonomi yang tidak stabil telah melanda Negara modern yang menjadikan demokrasi sebagai sistem politik dianggap gagal melakukan tugasnya dengan baik.
Khilafah islamiyah akan dianggap alternatif oleh sebagian umat islam. Mereka ingin mengembalikan kejayaan Islam yang pernah menghegemoni dunia pada zamannya untuk didatangkan kembali. Menurut Affendy(2004:180), bagi pandangan mereka(kaum teokrasi), prinsip demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat di pertentangakan dengan prinsip hukum dari Tuhan dan ideologi sekarang adalah sebuah ideologi yang sesat karena tidak berasal dari agama, karena manusia tidak berhak memberikan hukum dan menyusun sistem untuk kehidupan umat beragama termasuk sistem negara.
Melalui media global pula Islam garis keras menyebarkan fahamnya kepada masyarakat luas di seluruh dunia, seperti halnyha yang dilakukan oleh ISIS, sejak 2006 pasca pembentukan Negara Islam Irak, mereka mendirikan Institut Produksi media Al- Furqonyang memprodeksi CD, DVD, Poster, Pamflet dan produk lain yang mendukung. Begitu juga dengan pemanfaatan media sosial oleh ISIS yang di yakini banyak kalangan bahwa pemanfaatan media sosial yang dilakukan ISIS sangat terkoordinasi, meskipun berulang kali akun media sosial ISIS di tutup tapi mereka juga membuat kembali media sosial, karena semangat ISIS dalam mempertahankan kehadiran di media sosial atau media onlinesangat kuat.
Radikalisme agama akan menjadi bagian tak terpisahkan dari perubahan sosial, sementara sekularisasi maupun rasionalisme tidak dapat ditolak kehadirannya oleh umat beragama. Dua bentuk faham yang mempunyai perbedaan dan bertolak belakang berjalan dalam sebuah kehidupan, maka akan dengan mudah memunculkan sebuah konflik kepentingan yang sama-sama mempunyai alternatif.
3.      RADIKALISME AGAMA DAN NEGARA ISLAM
Radikalisme dan Negara Islam pada akhir-akhir ini telah di beritakan oleh dunia dengan kehadiran ISIS. Kehadirannya dianggap bertujuan menegakkan syariat Islam dan harga diri Negara islam yang selama ini telah diperbudak oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
 Dapat diartikan secara singkat bahwa ISIS bertujuan untuk mendirikan Negara islam dan menumpas kedzaliman yang telah dilakukan oleh Amerika Serikan dan Israel serta sekutunya terhadap umat muslim. Dan menurut mereka Negara Islam ISIS tidak memerlukan legitimasi dari PBB, karena mereka beranggapan bahwa legitimasi Allah yang diperlukan.
Sama halnya dalam perspektik Bassam Tibi ketika membahas radikalisme agama yang merupakan fenomena agama politik, bukan sebagai fenomena teologis. Sebab secara doktrinal agama tidak mengajarkan mengenai kekerasan.(Bassam Tibi dalam Hiller Frisch 2008, 11:37)
Negara Islam yang di harapkan sebagai alternatif kemajuan bangsa baik dari segi ekonomi, sosial maupun politik tetap di kembangkan hingga kini, bahkan di Indonesia sendiri isu terkait dengan Negara Islam sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, meskipun secara pemahaman Negara Indonesia sebagai Negara pancasila menggunakan konsep pemahaman islam. Karena pancasila pada hakikatnya merupakan ideologi islam atau sebuah doktrin Negara islam versi Indonesia.
Namun pada kenyataannya yang terjadi di Indonesia Negara islam masih belum selesai, masih banyak gerakan ideologi politik bawah tanah tersebar di Indonesia, terbukti ketika isu ISIS mulai tersebar di Indonesia dan masyarakat Indonesia dapat terjaring pada organisasi tersebut.
Meskipun secara formal politis di Indonesia Negara islam telah selesai, namun pemikiran serta wacana sebagai cita – cita mewujudkan Negara islam masih tetap di perjuangkan, baik sebagai gerakan bawah tanah maupun gerakan melalui organisasi formal seperti Hizbut Tahrir Indonesia(HTI), Jamaah Ansharut Tauhid(JAT), dan majlelis Mujahjidin Indonesia(MMI).
Menurut Dawam Rahardjo(2012:94) gerakan Negara islam tersebut berdasarkan atas tiga akar masalah yang melatarbelakangi keberadaanya. Pertama, sebagai akar utama adalah masalah keadilan dan kemiskinan yang mendorong protes dan kekrasan. Kedua, pandangan politik yang anti imperialismenegara-negara barat dan Amerika Serikat. Ketiga, masih hidupnya aspirasi Negara islam yang bersumberkan islam sebagai  doktrin komprehensif yang dominan.
Jika melihat tiga akar masalah yang melatarbelakangi atas pemikiran tersebut maka dapat diartikan bahwa pancasila sebagai ideologi Negara masih belum memperoleh pembenaran agama. Karena gagasan pancasila kerap dianggap sebagai paham nasionalisme dan demokrasi yang kerap diposisikan sebagai paham syirik yang menyekutukan prinsip kedaulaatan Tuhan dengan kedaulatan rakyat.
Dari ketiga akar masalah yang melatarbelakangi atas kemunculan konsep dan pemikiran Negara Islam dan radikalisme agama, Dawam rahardjo dalam literaturnya memberikan analisis mengenai penanggulan masalah tersebut. Pertama, gerakan mendirikan Negara islam harus dihadapi dan diselesaikan dengan tegas oleh Negara atau pemerintah. Kedua, dengan menghilangkan sumber-sumber aksi kekerasan, yaitu masalah kemiskinan dan ketidakadilan. Ketiga melakukan upaya-upaya deradikalisasi terhadap paham-paham politik, terutama aspirasi Negara islam yang sekaligus berarti memperteguh kesepakatan kebangsaan.
4.      SEBUAH PLEIDOI TERHADAP AKSI RADIKALISME AGAMA
Pengertian mengenai radikalisme agama sendiri dapat diarrtikan dengan singkat sebagai bentuk jihad yang menggunakan kekerasan, namun sebagai orang yang melihat fenomena tersebut beranggapan bahwa jihad yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan sudah melewati arti kemanusiaan.
Namun pandangan orang tentu mempunyai perbedaan dengan pandangan pelaku radikalisme agama. Sebagai pelaku kekerasan mereka beranggapan bahwa apa yang dilakukannya bukan merupakan tindak terosrisme melainkan upaya jihad atas nama agama serta meyakini bahwa kematian yang akan dialami nantinya ketika melakukan jihad merupakan kematian yang berada di jalan Tuhan yang diyakini sebagai mati syahid.
Seperti halnya dengan Usamah Bin laden yang di nobatkan sebagai tokoh terorisme Dunia oleh presiden Amerika Serikat waktu itu, Bush. Usamah tentu tidak mau dianggap sebagai terorisme karena yang diyakini oleh nya adalah segala yang dilakukan itu semata-mata bentuk Jihad di jalan Allah. Ia bersama pengikutnya memperjuangkan tanah Jazirah Arab dari kaum ahli kitab dan musyrikin.
Perjuangan Usamah terhadap tanah Jazirah arab tentu mempunyai landasan atau dasar atas perjuangan yang dilakukan. Dasar yang diambil merupakan dari Hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam muslim, Rasulullah SAW bersabda : “aku memberikan wasiat kepada kalian tiga perkara, usirlah oleh kalian orang-orang musyrik dari Jazirah Arab dan perbolehkan dutanya, sebagaimana aku membolehkannya”,selanjutnya Ibnu Abbas berkata “Rasulullah diam tidak mengucapkan wasiat yang ketiga”.
Dari hadist tersebut mereka  beranggapan bahwa Rasulullah memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin agar membersihkan tanah Arab sebagai tanah suci bagi kaum muslimin yaitu, Mekkah Al-Mukarromah, Madinah Al-Munawwaroh dan Al Aqsha atau Baitul Muqoddas dari kaum musyrikin, yahudi, Nasrani, kecuali para duta dari kaum musyrikin tersebut. Maka selama masih ada orang-orang musyrik disana mereka beranggapan kaum muslim di wajibkan untuk berjuang mengusir kaum musyrikin atau ahlul kitab tersebut. Apabila kewajiban itu diabaikan maka berdosa lah kaum muslim yang telah mengabaikan .
Realita yang terjadi saat ini membuktikan, bahwa Israel mencengkram palestina yang didalamnya ada Masjidil Aqsha dan sedangkan Amerika Serikat menguasai Saudi Arabia yang didalamnya ada Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Dan selama Israel dan Amerika Serikagt tidak keluar dari ketiga masjid suci tersebut maka umat muslim wajib untuk memeranginya.
 Itu adalah salah satu dari beberapa pleidoi atas tuduhan terorisme yang disematkan pada mereka dan menganggap apa yang dilakukannya adalah bentuk jihad dijalan Tuhan dan perjuangan yang suci.
C.      IDEOLOGI PANCASILA DALAM MENJAWAB TANTANGAN RADIKALISME AGAMA
Seiring derasnya arus globalisasi dan permasalahan bangsa kekinian, nilai-nilai Pancasila harus selalu dihidupkan agar bisa hadir di tengah-tengah masyarakat. Permasalahan bangsa sudah kompleks. Segala macam bencana baik bencana alam dan sosial terus melanda bangsa ini. Persatuan dan kesatuan mulai rapuh di tengah pertikaian para elite yang menjalar ke bawah.
Penegakan Pancasila sebagai ideologi yang beradab dan bermartabat di tengah-tengah era globalisasi ini sangat penting. Pancasila diletakkan sebagai falsafah dan dasar negara untuk memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita tidak bisa lepas dan lari dari gempuran globalisasi. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila adalah bukti sejarah bahwa bangsa ini bisa bertumbuh menjadi bangsa yang besar ketika mampu menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk bersatu dan memaknai Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.
Begitu pula dengan munculnya radikalisme agama yang tidak jarang lagi menghiasi dinamika kebangsaan di Indonesia. Fenomena yang dianggap tidak mampu menjadikan pancasila sebagai ideologi bangsa karena kurangnya pemahaman mengenai makna falsafah Negara tersebut.
Pancasila yang di dalamnya terkandung dasar filsafat hubungan Negara dan bdan agama merupakan karya besar bangsa Indonesia melalui the founding father Negara republik Indonesia. Konsep pemikiran para pendiri Negara yang tertuang dalam pancasila merupakan karya khas yang secara antropologis merupakan local genius bangsa Indonesia(Ayathrohaedi dalam kaelan,2012)
Karena dianggap penting untuk memantapkan kedudukan pancasila, maka pancasila mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut terminologi pancasila adalah Tuhan yang Maha Esa yang tidak terbagi(Chaidar, 1998:36)
Maka dapat di fahami bahwa pancasila memmpunyai hubungan dengan agama. Perincian hubungan antara agama dan pancasila bisa disimpulkan sebagai berikut(Kaelan, 2012 :215,216)
1.      Negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa
2.      Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berketuhanan yang Maha Esa, konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing
3.      Tidak ada tempat bagi atheism dan sekulerisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
4.      Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama antar pemeluk agama
5.      Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama, karena ketakwaan itu bukan hasil paksaan bagi siapapun.
6.      Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam Negara
7.      Segala aspek dalam melaksanakan dan meyelenggarakan Negara harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma hokum positif maupun norma-norma moral baik moral agama maupun moral para penyelenggara Negara.
8.      Negara pada hakikatnya adalah merupakan berkat rahmat Allah yang Maha Esa.
Dari perincian mengenai hubungan pancasila dan agama pada pembahasan diatas, bangsa Indonesia sebagai obyek pelaksana pancasila diharapkan mampu memahami serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena permasalahan mengenai radikalisme agama yang memunculkan aksi kekerasan bukan lah bentuk ideologi pancasila. Oleh karenanya pemerintah dan ormas terkait juga di harapkan dapat bekerja sama agar melindungi umat islam di Indonesia supaya tidak melakukan praktik radikalisme agama.
Pada kali ini mengenai isu radikalisme agama tidak terlepas dengan jaringan ISIS yang semakin luas dan mendunia. Bermula dari Irak dan Syiriah kini ISIS menjadi IS sebagai bukti bahwa pengikut ISIS bukan lagi dari Irak dan Syiriah, melainkan umat islam seluruh dunia yang dapat terjaring olehnya
Menurut Azzuyamardi Azra pada Kompas tanggal 19 Maret 2015, data pemerintah yang menyebutkan sekitar 500 warga Negara Indonesia yang tergabung dengan ISIS, dinilai masih kecil jika perbandingan angka 500 itu dikaitkan dengan banyaknya umat  muslim di Indonesia. Kemudian ia membandingkan dengan umat muslim di Eropa yan gsudah tergabung dengan ISIS sebanyak 6000 umat muslim padahal jumlah umat muslim di Eropa hanya berjumlah sekitar 7-8 juta umat muslim. Ia menjelaskan kondisi tersebut dikarenakan umat muslim di Indonesia masih terintegrasi dengan masyrakat sedangakan umat muslim di Eropa cenderung individualis. Untuk meminimalisir jumlah umat muslim Indonesia yang terjaring dalam ISIS ia menegaskan pencegahan ISIS tidak cukup hanya menggunakan Densus 88, presiden perlu mengajak ormas dan lembaga islam untuk menangkal paham radikal berkembang di Idonesia.
D.  PENUTUP
Umat muslim mengupayakan bangkit dari keterpurukan pasca kolonialisasi yang di lakukan Negara-negara barat dengan melakukan modernisasi. Namun harapan kebangkitan yang sudah dicita-citakan oleh kebanyaakan umat muslim tidak menuai hasil yang memuaskan, sehingga sistem Negara barat yang di terapkan dalam modernisasi dianggap telah gagal mengangkat kebangkitan umat muslim. Dari problematika tersebut menjadikan sebagaian umat muslim hendak merubah sistem barat yang selama ini diterapkan dengan meggunakan sistem Islam, serta menganggap sistem Negara barat yahng selama ini di terapkan merupakan sistem musyrik.
Kemudian gerakan Negara islam muncul, ada tiga akar masalah yang melatarbelakangi keberadaanya. Pertama, sebagai akar utama adalah masalah keadilan dan kemiskinan yang mendorong protes dan kekrasan. Kedua, pandangan politik yang anti imperialismenegara-negara barat dan Amerika Serikat. Ketiga, masih hidupnya aspirasi Negara islam yang bersumberkan islam sebagai  doktrin komprehensif yang dominan.
Begitu juga dengan arus globalisasi dapat dengan cepat mengalami perubahan ideologi global, kecepatan akses informasi yang dapat mengetahui dunia global secara instan dapat menjadikan pola kehidupan instan dan pragmatis. Sedangkan kesiapan diri dalam menghadapi pertarungan ideologi masih belum mampu bersaing mengakibatkan kehancuran ideologinya dan tergantikan dengan ideologi baru yang telah merasuki jiwa.
Namun radikalisme agama juga mempunyai perbedaan tujuan dari masing-masing pelaku, penulis ambil contoh Al Qaedah sebgai pelaku radikalisme agama memliliki tujuan untuk menjaga umat islam dari kedzhaliman orang kafir dengan melakukan aksi radikal. Sedangkan, apabila melihat ISIS sebagai pelaku, maka dapat di simpulkan kalau kekerasan yang dilakukan oleh ISIS didasari dengan kekuasaan yang ingin diraih dalam bentuk pemerintahan atau sebuah Negara yang di perintah. Terbukti dengan beberapa wilayah yang telah di kuasai ISIS di Negara Irak dan Syiriah sebagai basis Negara Islam ISIS.
Sedangkan mengenai penanggulangan atas kemunculan konsep dan pemikiran Negara Islam dan radikalisme agama.  Pertama, gerakan mendirikan Negara islam harus dihadapi dan diselesaikan dengan tegas oleh Negara atau pemerintah. Kedua, dengan menghilangkan sumber-sumber aksi kekerasan, yaitu masalah kemiskinan dan ketidakadilan. Ketiga melakukan upaya-upaya deradikalisasi terhadap paham-paham politik, terutama aspirasi Negara islam yang sekaligus berarti memperteguh kesepakatan kebangsaan.
Begitu juga mengenai dengan falsafah Negara Indonesia yakni falsafah pancasila agar dimantapkan kedudukannya, maka pancasila mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut terminologi pancasila adalah Tuhan yang Maha Esa yang tidak terbagi.



Daftar Pustaka
Rabi', Ibrahim M. Abu. 2002. A Post-September 11 Critical Assessment of Modern Islamic History.Oxford : Oneworld Publications.
Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:Bulan Bintang
Al Affendy, 2008, On the state, democracy and pluralism dalam suha taji faraoukiand Basheer M Nafi, Islamic Thought in the twentieth century,London: IB Tauris.
Frisch, Hillel and Efraim Inbar,2008,  Radical Islam and International security, London :Routledge.
Kaelan, 2012, Problem EpistimelogisEmpat Pilar Berbangsa dan Bernegara, Paradigma, Yogyakarta.
Chaidar, Al, 1998, Reformasi Prematur : jawaban Islam terhadap Reformasi Total, Jakarta, Darul falah.

AL Anzhari, Fauzan, 2002, Saya Terorisme (sebuah pleidoi), Jakarta:Republica.