Friday 10 July 2015

MENJAWAB TANTANGAN RADIKAKLISME AGAMA MELALUI PANCASILA

MENJAWAB TANTANGAN RADIKAKLISME AGAMA MELALUI PANCASILA
Muhammad Arrizky Alamsyah
Program Magister Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
muhammadalamsyah81@yahoo.com
A.     PENDAHULUAN
Islamic state Iraq Syiriah(ISIS) sekarang Islamic State(IS) sebagai aksi radikalisme agama terbaru kali ini, telah memberitahukan pada dunia bahwa aksi tersebut tidak terlepas dari aspek politik yang sudah membekas sejak lama. Pemberontakan yang dilakukan kali ini tidak lah muncul dari langit begitu saja, akan tetapi sudah lama dipersiapkan oleh Abu BakarAl Baghdadi, pendiri ISIS itu sendiri. terbukti dari awal adanya kelompok tersebut tergabung dalam organisasi Al Qaeda yang dikenal dunia lebih dulu sebagai organisasi garis keras, kemudian ISIS berdiri sendiri karena mempunyai tujuan yang berbeda dengan Al Qaeda.
Secra Historis istilah radikalisme dapat di fahami sebagai kelompok atau gerakan politik yang keras dengan tujuan mencapai kemerdekaan dalam konteks politik, pertama kali digunakan oleh Charles james Fox pada tahun 1797, pada saat itu ia mendeklarasikan reformasi radikal sistem pemilihan, sehingga istilah ini di gunakan untuk mengidentifikasi pergerakan yang mendukung parlemen, selanjutnya radikalisme terserap dalam perkembangan liberalisme politik. kemudian pada abad ke 19 makna istilah yang muncul di Britania Raya tersebut berubah menjadi ideologi liberal yang progressif di seluruh daratan eropa.
Oleh karena itu istilah radikalisme agama kemudian muncul di muka bumi, di sebabkan oleh kekerasan-kerasan yang telah terjadi dengan mengatasnamakan agama. Sebagai dasar keyakinan, agama yang di yakini oleh manuisa mempunyai keanekaragaman. keyakinan manusia terhadap agama yang mempunyai perbedaan itulah memunculkan intoleransi agama. Sehingga pemahaman manusia terhadap agama tidak dapat lagi diterima oleh manusia yang lain menyebabkan radikalisasi agama muncul sebagai gerakan yang keras.
Hubungan Negara Barat dengan islam sendiri yang pernah menghegemoni dunia pada masa yang berbeda sebagai faktor utama memunculkan radikalisme agama di alam bumi ini, karena ketika hegemoni barat menguasai dunia melakukan kolonialisasi kepada hampir keseluruhan umat islam di dunia, kemudian pada masa yang berbeda umat islam mulai bangkit dan melakukan modernisasi serta keluar dari kolonialisasi barat. Namun modernisasi yang diambil menggunakan kebanyakan dari sistem barat. Ketika sistem tersebut menuai kegagalan untuk bangkit dari masalah ekonomi, sosial maupun politik. Maka sebgaian umat islam memberikan alternative dengan mendirikan Negara islam. Namun alternatif yang diberikan tidak dapat dengan mudah untuk di hadirkan, maka radikalisme agama pun muncul.
Sedangkan radikalisme agama yang terjadi di Indonesia juga tidak lain dari faktor tersebut, target utama yang diinginkannya ialah Negara barat dan Amerika Serikat. Sebuah aksi terorisme yang dilakukan untuk mengincar barat dan Amerika Serikat atau bahkan yang hanya berhubungan saja. meskipun seringkali aksi tersebut meleset dan menimpa banyak masyrakat yang tidak bersalah. Namun mereka tetap beranggapan bahwa  itu adalah sebuah jihad yang dilakukan sesuai dengan niat sebelumnya.
Indonesia merupakan Negara yang menerapkan ideologi pancasila dianggap sebagai Negara yang memiliki toleransi kuat terhadap adanya perbedaan dalam masyarakatnya diharapkan mampu menanggulangi praktik radikalisme agama di Indonesia. Namun berdasarkan kejadian praktik radikalisme yang telah terjadi sebelumnya sebagai bukti bahwa Indonesia dengan ideologi pancasila masih belum mampu menangani dengan baik masalah tersebut.
B.      RADIKALISKME AGAMA
Radikalisme Agama secara pemahaman diambil dari sejarah radikalisme yang difahami sebagai kelompok atau gerakan politik yang keras dengan tujuan mencapai kemerdekaan dalam konteks politik, pertama kali digunakan oleh Charles james Fox pada tahun 1797, pada saat itu ia mendeklarasikan reformasi radikal sistem pemilihan, sehingga istilah ini di gunakan untuk mengidentifikasi pergerakan yang mendukung parlemen, selanjutnya radikalisme terserap dalam perkembangan liberalisme politik. kemudian pada abad ke 19 makna istilah yang muncul di Britania Raya tersebut berubah menjadi ideologi liberal yang progressif di seluruh daratan eropa.
Oleh karena itu istilah radikalisme agama kemudian muncul di muka bumi, di sebabkan oleh kekerasan-kerasan yang telah terjadi dengan mengatasnamakan agama. Sebagai dasar keyakinan, agama yang di yakini oleh manuisa mempunyai keanekaragaman. keyakinan manusia terhadap agama yang mempunyai perbedaan itulah memunculkan intoleransi agama. Sehingga pemahaman manusia terhadap agama tidak dapat lagi diterima oleh manusia yang lain menyebabkan radikalisasi agama muncul sebagai gerakan yang keras.
Pemhaman radikalisme agama yang muncul diplanet bumi ini, apabila di analisis secara mendalam akan memunculkan akar masalah yang banyak, oleh karena itu, penulis akan memberikan penjelasan mengenai beberapa akar masalah yang berkenaan dengan radikalisme agama pada pembahasan selanjutnya.
1.      HUBUNGAN ISLAM DAN BARAT
Untuk memahami fenomena radikalisme agama yang telah terjadi, maka sebelumnya harus memahami sejarah hubungan Islam dengan Barat yang sudah di akui dunia sebagai penguasa Alam manusia pada masa yang berbeda.
Seperti yang pernah di ungkakpkan oleh Abu Rabi’(2002:22), bahwa pada abad ke 15 ada peristiwa penting yang memiliki perngaruh hubungan Islam dengan Barat. penaklukan Konstatinopel oleh Dinasti Turki Usmani pada tahun 1453 dan pengusiran umat Islam di Spanyol.
Kemajuan dunia Barat(Eropa) sejak masa renaissance pada abad 15 tidak dapat dilepaskan dari perkembangan dunia Islam. Hal ini setidaknya dapat diamati dari rekonstruksi Eropa pada masa-masa awal yang di latarbelakangi oleh keinginan melawan hegemoni dunia islam di Afrika Utara, Timur Tengah, dan Eropa Timur.
Sebagai reaksi terhadap ekspansi dan kejayaan Eropa di berbagai bidang, pada abad 18 dan 19 bermunculan gerakan Islam yang menyerukan kepada umat Islam untuk mengatasi keadaannya yang jumud dan terbelakang. Menurut Abu Rabi' (2002: 23), respons dunia Islam terhadap derasnya arus imperialisme dan kolonialisme Eropa paling tidak dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni; modernisasi, nasionalisme, dan revivalisme Islam (modernization, nationalism, and religious/Islamic revivalism).
Modernisasi Turki pada abad ke 19 sebagai contoh terkait dengan respons dunia islam untuk melawan eropa, dengan kesungguhan dalam melakukan modernisasi Turki lebih menitik beratkan pada pembaruan di bidang politik dan pembangunan kekuatan militer.
Menurut Harun Nasution(1975:97) .Modernisasi yang dilakukan di Turki mesikpun tidak mampu mencegah kehancuran imperium Turki Usmani pada akhir Perang Dunia I (1914-1918), namun embrio pemikiran sekularistik telah muncul. Bahkan sebagian kecil kelompok masyarakat beranggapan bahwa satu-satunya jalan untuk menyelamatkan negara dari kehancuran adalah dengan melakukan westernisasi. Modernisasi di Turki juga telah meninggalkan wacana di tengah tengah masyarakat tentang nasionalisme, sekularisme dan ide kemajuan. meskipun demikian para ulama waktu itu juga ikut berperan dalam modernisasi Turki yang bertujuan agar dapat menjaga umat.
Sejak akhir perang dunia ke II (1939-1945) gerakan islamisme menurun dan di gantikan dengan gerakan nasionalisme. sejumlah Negara Islam di Timur Tengah, Afrika Utara, AsiaTenggara, Asia Selatan mulai kelaur dari cengkraman kolonialisme dan memasuki alam Negara merdeka dan berdaulat. pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan ideologi nasionalisme memiliki peranan yang amat penting.
Begitu juga dengan ide nasionalisme di India, kaum intelektual India tidak lagi menghiraukan afiliasi agama. Mereka bersatu dengan satu program nasionalis yang ambisius, yaitu untuk menghilangkan dominasi Inggris di India. Kita juga menyaksikan di anak benua India, nasionalisme menjadi bagian usaha Pakistan memisah kan diri dari India dan usaha Banngladesh(Pakistan Barat) memisahkan diri dari Pakistan.
Nasionalisme juga tumbuh subur di negara-negara muslim yang tadinya berada di bawah atau dipengaruhi kolonialisme, seperti Indonesia, Aljazair, Tunisia, dan Maroko. Nasionalisme juga tumbuh di negara yang tadinya berada di bawah perwalian, seperti Iran, Irak dan Yaman, atau negeri yang tadinya relatif bebas seperti Turki dan Jazirah Arabia.
Setelah modernisasi di lakukan kebanyakan umat muslim sebagai bentuk kebangkitan pasca kolonialisasi yang di lakukan Negara-negara barat kepada mereka. Namun harapan kebangkitan yang sudah dicita-citakan oleh kebanyaakan umat muslim tidak menuai hasil yang memuaskan, sehingga sistem Negara barat yang di terapkan dalam modernisasi dianggap telah gagal mengangkat kebangkitan umat muslim. Dari problematika tersebut menjadikan sebagaian umat muslim hendak merubah sistem barat yang selama ini diterapkan dengan meggunakan sistem Islam, serta menganggap sistem Negara barat yahng selama ini di terapkan merupakan sistem musyrik.
2.     RADIKALISME AGAMA DALAM ARUS GLOBALISASI
Perubahan dunia yang dialami pasti akan berdampak terhadap orang yang berada dalam arus perubahan tersebut. Dalam kehidupan dunia tidak dapat terlepas dari aspek sosial dan keagamaan, aspek sosial sebagai hubungan antar manusia adalah sebuah keniscayaan disetiap peradaban, sedangkan aspek keagamaan sebagai hubungan antara manusia dengan sang pencipta yang di yakini dapat memberikan rasa aman.
Perkembangan teknologi dan informasi merupakan aspek yang dominan dalam perkembangan dunia saat ini yakni pada era globalisasi. Namun perkembangan teknologi dan informasi dalam arti sempit akan dapat diartikan sebagai perkembangan positif. Tentu saja perkembangan yang dapat diartikan memiliki dampak positif tersebut juga memiliki dampak yang negatif. Berdasarkan perubahan teknologi dan informasi pada era globalisasi, dapat memunculkan keseragaman budaya yang mempresentasikan kultur masyarakat.
Perubahan teknologi dan informasi berpengaruh pada penyamaan budaya, juga pada pola hidup manusia, sistem pendidikan, sistem politik, ekonomi sosial dan bahkan mengenai religiusitas.
Ideologi global juga dapat dengan cepat mengalami perubahan, kecepatan akses informasi yang dapat mengetahui dunia global secara instan dapat menjadikan pola kehidupan instan dan pragmatis. Sedangkan kesiapan diri dalam menghadapi pertarungan ideologi masih belum mampu bersaing mengakibatkan kehancuran ideologinya dan tergantikan dengan ideologi baru yang telah merasuki jiwa.
Demoralisasi masyarakat Indonesia yang sebelumnya di kenal sebagai masyarakat yang santun kini telah muncul masyarakat yang memiliki moral kurang baik, akibat dari tidak terbendungnya arus globalisasi yang melanda masyarakat.
Keresahan terhadap globalisasi dengan pengaruh budaya asing yang kuat serta kondisi ekonomi yang tidak stabil telah melanda Negara modern yang menjadikan demokrasi sebagai sistem politik dianggap gagal melakukan tugasnya dengan baik.
Khilafah islamiyah akan dianggap alternatif oleh sebagian umat islam. Mereka ingin mengembalikan kejayaan Islam yang pernah menghegemoni dunia pada zamannya untuk didatangkan kembali. Menurut Affendy(2004:180), bagi pandangan mereka(kaum teokrasi), prinsip demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat di pertentangakan dengan prinsip hukum dari Tuhan dan ideologi sekarang adalah sebuah ideologi yang sesat karena tidak berasal dari agama, karena manusia tidak berhak memberikan hukum dan menyusun sistem untuk kehidupan umat beragama termasuk sistem negara.
Melalui media global pula Islam garis keras menyebarkan fahamnya kepada masyarakat luas di seluruh dunia, seperti halnyha yang dilakukan oleh ISIS, sejak 2006 pasca pembentukan Negara Islam Irak, mereka mendirikan Institut Produksi media Al- Furqonyang memprodeksi CD, DVD, Poster, Pamflet dan produk lain yang mendukung. Begitu juga dengan pemanfaatan media sosial oleh ISIS yang di yakini banyak kalangan bahwa pemanfaatan media sosial yang dilakukan ISIS sangat terkoordinasi, meskipun berulang kali akun media sosial ISIS di tutup tapi mereka juga membuat kembali media sosial, karena semangat ISIS dalam mempertahankan kehadiran di media sosial atau media onlinesangat kuat.
Radikalisme agama akan menjadi bagian tak terpisahkan dari perubahan sosial, sementara sekularisasi maupun rasionalisme tidak dapat ditolak kehadirannya oleh umat beragama. Dua bentuk faham yang mempunyai perbedaan dan bertolak belakang berjalan dalam sebuah kehidupan, maka akan dengan mudah memunculkan sebuah konflik kepentingan yang sama-sama mempunyai alternatif.
3.      RADIKALISME AGAMA DAN NEGARA ISLAM
Radikalisme dan Negara Islam pada akhir-akhir ini telah di beritakan oleh dunia dengan kehadiran ISIS. Kehadirannya dianggap bertujuan menegakkan syariat Islam dan harga diri Negara islam yang selama ini telah diperbudak oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
 Dapat diartikan secara singkat bahwa ISIS bertujuan untuk mendirikan Negara islam dan menumpas kedzaliman yang telah dilakukan oleh Amerika Serikan dan Israel serta sekutunya terhadap umat muslim. Dan menurut mereka Negara Islam ISIS tidak memerlukan legitimasi dari PBB, karena mereka beranggapan bahwa legitimasi Allah yang diperlukan.
Sama halnya dalam perspektik Bassam Tibi ketika membahas radikalisme agama yang merupakan fenomena agama politik, bukan sebagai fenomena teologis. Sebab secara doktrinal agama tidak mengajarkan mengenai kekerasan.(Bassam Tibi dalam Hiller Frisch 2008, 11:37)
Negara Islam yang di harapkan sebagai alternatif kemajuan bangsa baik dari segi ekonomi, sosial maupun politik tetap di kembangkan hingga kini, bahkan di Indonesia sendiri isu terkait dengan Negara Islam sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, meskipun secara pemahaman Negara Indonesia sebagai Negara pancasila menggunakan konsep pemahaman islam. Karena pancasila pada hakikatnya merupakan ideologi islam atau sebuah doktrin Negara islam versi Indonesia.
Namun pada kenyataannya yang terjadi di Indonesia Negara islam masih belum selesai, masih banyak gerakan ideologi politik bawah tanah tersebar di Indonesia, terbukti ketika isu ISIS mulai tersebar di Indonesia dan masyarakat Indonesia dapat terjaring pada organisasi tersebut.
Meskipun secara formal politis di Indonesia Negara islam telah selesai, namun pemikiran serta wacana sebagai cita – cita mewujudkan Negara islam masih tetap di perjuangkan, baik sebagai gerakan bawah tanah maupun gerakan melalui organisasi formal seperti Hizbut Tahrir Indonesia(HTI), Jamaah Ansharut Tauhid(JAT), dan majlelis Mujahjidin Indonesia(MMI).
Menurut Dawam Rahardjo(2012:94) gerakan Negara islam tersebut berdasarkan atas tiga akar masalah yang melatarbelakangi keberadaanya. Pertama, sebagai akar utama adalah masalah keadilan dan kemiskinan yang mendorong protes dan kekrasan. Kedua, pandangan politik yang anti imperialismenegara-negara barat dan Amerika Serikat. Ketiga, masih hidupnya aspirasi Negara islam yang bersumberkan islam sebagai  doktrin komprehensif yang dominan.
Jika melihat tiga akar masalah yang melatarbelakangi atas pemikiran tersebut maka dapat diartikan bahwa pancasila sebagai ideologi Negara masih belum memperoleh pembenaran agama. Karena gagasan pancasila kerap dianggap sebagai paham nasionalisme dan demokrasi yang kerap diposisikan sebagai paham syirik yang menyekutukan prinsip kedaulaatan Tuhan dengan kedaulatan rakyat.
Dari ketiga akar masalah yang melatarbelakangi atas kemunculan konsep dan pemikiran Negara Islam dan radikalisme agama, Dawam rahardjo dalam literaturnya memberikan analisis mengenai penanggulan masalah tersebut. Pertama, gerakan mendirikan Negara islam harus dihadapi dan diselesaikan dengan tegas oleh Negara atau pemerintah. Kedua, dengan menghilangkan sumber-sumber aksi kekerasan, yaitu masalah kemiskinan dan ketidakadilan. Ketiga melakukan upaya-upaya deradikalisasi terhadap paham-paham politik, terutama aspirasi Negara islam yang sekaligus berarti memperteguh kesepakatan kebangsaan.
4.      SEBUAH PLEIDOI TERHADAP AKSI RADIKALISME AGAMA
Pengertian mengenai radikalisme agama sendiri dapat diarrtikan dengan singkat sebagai bentuk jihad yang menggunakan kekerasan, namun sebagai orang yang melihat fenomena tersebut beranggapan bahwa jihad yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan sudah melewati arti kemanusiaan.
Namun pandangan orang tentu mempunyai perbedaan dengan pandangan pelaku radikalisme agama. Sebagai pelaku kekerasan mereka beranggapan bahwa apa yang dilakukannya bukan merupakan tindak terosrisme melainkan upaya jihad atas nama agama serta meyakini bahwa kematian yang akan dialami nantinya ketika melakukan jihad merupakan kematian yang berada di jalan Tuhan yang diyakini sebagai mati syahid.
Seperti halnya dengan Usamah Bin laden yang di nobatkan sebagai tokoh terorisme Dunia oleh presiden Amerika Serikat waktu itu, Bush. Usamah tentu tidak mau dianggap sebagai terorisme karena yang diyakini oleh nya adalah segala yang dilakukan itu semata-mata bentuk Jihad di jalan Allah. Ia bersama pengikutnya memperjuangkan tanah Jazirah Arab dari kaum ahli kitab dan musyrikin.
Perjuangan Usamah terhadap tanah Jazirah arab tentu mempunyai landasan atau dasar atas perjuangan yang dilakukan. Dasar yang diambil merupakan dari Hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam muslim, Rasulullah SAW bersabda : “aku memberikan wasiat kepada kalian tiga perkara, usirlah oleh kalian orang-orang musyrik dari Jazirah Arab dan perbolehkan dutanya, sebagaimana aku membolehkannya”,selanjutnya Ibnu Abbas berkata “Rasulullah diam tidak mengucapkan wasiat yang ketiga”.
Dari hadist tersebut mereka  beranggapan bahwa Rasulullah memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin agar membersihkan tanah Arab sebagai tanah suci bagi kaum muslimin yaitu, Mekkah Al-Mukarromah, Madinah Al-Munawwaroh dan Al Aqsha atau Baitul Muqoddas dari kaum musyrikin, yahudi, Nasrani, kecuali para duta dari kaum musyrikin tersebut. Maka selama masih ada orang-orang musyrik disana mereka beranggapan kaum muslim di wajibkan untuk berjuang mengusir kaum musyrikin atau ahlul kitab tersebut. Apabila kewajiban itu diabaikan maka berdosa lah kaum muslim yang telah mengabaikan .
Realita yang terjadi saat ini membuktikan, bahwa Israel mencengkram palestina yang didalamnya ada Masjidil Aqsha dan sedangkan Amerika Serikat menguasai Saudi Arabia yang didalamnya ada Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Dan selama Israel dan Amerika Serikagt tidak keluar dari ketiga masjid suci tersebut maka umat muslim wajib untuk memeranginya.
 Itu adalah salah satu dari beberapa pleidoi atas tuduhan terorisme yang disematkan pada mereka dan menganggap apa yang dilakukannya adalah bentuk jihad dijalan Tuhan dan perjuangan yang suci.
C.      IDEOLOGI PANCASILA DALAM MENJAWAB TANTANGAN RADIKALISME AGAMA
Seiring derasnya arus globalisasi dan permasalahan bangsa kekinian, nilai-nilai Pancasila harus selalu dihidupkan agar bisa hadir di tengah-tengah masyarakat. Permasalahan bangsa sudah kompleks. Segala macam bencana baik bencana alam dan sosial terus melanda bangsa ini. Persatuan dan kesatuan mulai rapuh di tengah pertikaian para elite yang menjalar ke bawah.
Penegakan Pancasila sebagai ideologi yang beradab dan bermartabat di tengah-tengah era globalisasi ini sangat penting. Pancasila diletakkan sebagai falsafah dan dasar negara untuk memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita tidak bisa lepas dan lari dari gempuran globalisasi. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila adalah bukti sejarah bahwa bangsa ini bisa bertumbuh menjadi bangsa yang besar ketika mampu menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk bersatu dan memaknai Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.
Begitu pula dengan munculnya radikalisme agama yang tidak jarang lagi menghiasi dinamika kebangsaan di Indonesia. Fenomena yang dianggap tidak mampu menjadikan pancasila sebagai ideologi bangsa karena kurangnya pemahaman mengenai makna falsafah Negara tersebut.
Pancasila yang di dalamnya terkandung dasar filsafat hubungan Negara dan bdan agama merupakan karya besar bangsa Indonesia melalui the founding father Negara republik Indonesia. Konsep pemikiran para pendiri Negara yang tertuang dalam pancasila merupakan karya khas yang secara antropologis merupakan local genius bangsa Indonesia(Ayathrohaedi dalam kaelan,2012)
Karena dianggap penting untuk memantapkan kedudukan pancasila, maka pancasila mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut terminologi pancasila adalah Tuhan yang Maha Esa yang tidak terbagi(Chaidar, 1998:36)
Maka dapat di fahami bahwa pancasila memmpunyai hubungan dengan agama. Perincian hubungan antara agama dan pancasila bisa disimpulkan sebagai berikut(Kaelan, 2012 :215,216)
1.      Negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa
2.      Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berketuhanan yang Maha Esa, konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing
3.      Tidak ada tempat bagi atheism dan sekulerisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
4.      Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama antar pemeluk agama
5.      Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama, karena ketakwaan itu bukan hasil paksaan bagi siapapun.
6.      Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam Negara
7.      Segala aspek dalam melaksanakan dan meyelenggarakan Negara harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma hokum positif maupun norma-norma moral baik moral agama maupun moral para penyelenggara Negara.
8.      Negara pada hakikatnya adalah merupakan berkat rahmat Allah yang Maha Esa.
Dari perincian mengenai hubungan pancasila dan agama pada pembahasan diatas, bangsa Indonesia sebagai obyek pelaksana pancasila diharapkan mampu memahami serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena permasalahan mengenai radikalisme agama yang memunculkan aksi kekerasan bukan lah bentuk ideologi pancasila. Oleh karenanya pemerintah dan ormas terkait juga di harapkan dapat bekerja sama agar melindungi umat islam di Indonesia supaya tidak melakukan praktik radikalisme agama.
Pada kali ini mengenai isu radikalisme agama tidak terlepas dengan jaringan ISIS yang semakin luas dan mendunia. Bermula dari Irak dan Syiriah kini ISIS menjadi IS sebagai bukti bahwa pengikut ISIS bukan lagi dari Irak dan Syiriah, melainkan umat islam seluruh dunia yang dapat terjaring olehnya
Menurut Azzuyamardi Azra pada Kompas tanggal 19 Maret 2015, data pemerintah yang menyebutkan sekitar 500 warga Negara Indonesia yang tergabung dengan ISIS, dinilai masih kecil jika perbandingan angka 500 itu dikaitkan dengan banyaknya umat  muslim di Indonesia. Kemudian ia membandingkan dengan umat muslim di Eropa yan gsudah tergabung dengan ISIS sebanyak 6000 umat muslim padahal jumlah umat muslim di Eropa hanya berjumlah sekitar 7-8 juta umat muslim. Ia menjelaskan kondisi tersebut dikarenakan umat muslim di Indonesia masih terintegrasi dengan masyrakat sedangakan umat muslim di Eropa cenderung individualis. Untuk meminimalisir jumlah umat muslim Indonesia yang terjaring dalam ISIS ia menegaskan pencegahan ISIS tidak cukup hanya menggunakan Densus 88, presiden perlu mengajak ormas dan lembaga islam untuk menangkal paham radikal berkembang di Idonesia.
D.  PENUTUP
Umat muslim mengupayakan bangkit dari keterpurukan pasca kolonialisasi yang di lakukan Negara-negara barat dengan melakukan modernisasi. Namun harapan kebangkitan yang sudah dicita-citakan oleh kebanyaakan umat muslim tidak menuai hasil yang memuaskan, sehingga sistem Negara barat yang di terapkan dalam modernisasi dianggap telah gagal mengangkat kebangkitan umat muslim. Dari problematika tersebut menjadikan sebagaian umat muslim hendak merubah sistem barat yang selama ini diterapkan dengan meggunakan sistem Islam, serta menganggap sistem Negara barat yahng selama ini di terapkan merupakan sistem musyrik.
Kemudian gerakan Negara islam muncul, ada tiga akar masalah yang melatarbelakangi keberadaanya. Pertama, sebagai akar utama adalah masalah keadilan dan kemiskinan yang mendorong protes dan kekrasan. Kedua, pandangan politik yang anti imperialismenegara-negara barat dan Amerika Serikat. Ketiga, masih hidupnya aspirasi Negara islam yang bersumberkan islam sebagai  doktrin komprehensif yang dominan.
Begitu juga dengan arus globalisasi dapat dengan cepat mengalami perubahan ideologi global, kecepatan akses informasi yang dapat mengetahui dunia global secara instan dapat menjadikan pola kehidupan instan dan pragmatis. Sedangkan kesiapan diri dalam menghadapi pertarungan ideologi masih belum mampu bersaing mengakibatkan kehancuran ideologinya dan tergantikan dengan ideologi baru yang telah merasuki jiwa.
Namun radikalisme agama juga mempunyai perbedaan tujuan dari masing-masing pelaku, penulis ambil contoh Al Qaedah sebgai pelaku radikalisme agama memliliki tujuan untuk menjaga umat islam dari kedzhaliman orang kafir dengan melakukan aksi radikal. Sedangkan, apabila melihat ISIS sebagai pelaku, maka dapat di simpulkan kalau kekerasan yang dilakukan oleh ISIS didasari dengan kekuasaan yang ingin diraih dalam bentuk pemerintahan atau sebuah Negara yang di perintah. Terbukti dengan beberapa wilayah yang telah di kuasai ISIS di Negara Irak dan Syiriah sebagai basis Negara Islam ISIS.
Sedangkan mengenai penanggulangan atas kemunculan konsep dan pemikiran Negara Islam dan radikalisme agama.  Pertama, gerakan mendirikan Negara islam harus dihadapi dan diselesaikan dengan tegas oleh Negara atau pemerintah. Kedua, dengan menghilangkan sumber-sumber aksi kekerasan, yaitu masalah kemiskinan dan ketidakadilan. Ketiga melakukan upaya-upaya deradikalisasi terhadap paham-paham politik, terutama aspirasi Negara islam yang sekaligus berarti memperteguh kesepakatan kebangsaan.
Begitu juga mengenai dengan falsafah Negara Indonesia yakni falsafah pancasila agar dimantapkan kedudukannya, maka pancasila mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut terminologi pancasila adalah Tuhan yang Maha Esa yang tidak terbagi.



Daftar Pustaka
Rabi', Ibrahim M. Abu. 2002. A Post-September 11 Critical Assessment of Modern Islamic History.Oxford : Oneworld Publications.
Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:Bulan Bintang
Al Affendy, 2008, On the state, democracy and pluralism dalam suha taji faraoukiand Basheer M Nafi, Islamic Thought in the twentieth century,London: IB Tauris.
Frisch, Hillel and Efraim Inbar,2008,  Radical Islam and International security, London :Routledge.
Kaelan, 2012, Problem EpistimelogisEmpat Pilar Berbangsa dan Bernegara, Paradigma, Yogyakarta.
Chaidar, Al, 1998, Reformasi Prematur : jawaban Islam terhadap Reformasi Total, Jakarta, Darul falah.

AL Anzhari, Fauzan, 2002, Saya Terorisme (sebuah pleidoi), Jakarta:Republica.

No comments:

Post a Comment