MENJAWAB TANTANGAN RADIKAKLISME AGAMA MELALUI
PANCASILA
Muhammad Arrizky Alamsyah
Program Magister Pendidikan Agama Islam
Muhammad Arrizky Alamsyah
Program Magister Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
muhammadalamsyah81@yahoo.com
muhammadalamsyah81@yahoo.com
A.
PENDAHULUAN
Islamic state Iraq Syiriah(ISIS) sekarang
Islamic State(IS) sebagai aksi radikalisme agama terbaru kali ini, telah
memberitahukan pada dunia bahwa aksi tersebut tidak terlepas dari aspek politik
yang sudah membekas sejak lama. Pemberontakan yang dilakukan kali ini tidak lah
muncul dari langit begitu saja, akan tetapi sudah lama dipersiapkan oleh Abu
BakarAl Baghdadi, pendiri ISIS itu sendiri. terbukti dari awal adanya kelompok
tersebut tergabung dalam organisasi Al Qaeda yang dikenal dunia lebih dulu
sebagai organisasi garis keras, kemudian ISIS berdiri sendiri karena mempunyai
tujuan yang berbeda dengan Al Qaeda.
Secra Historis istilah radikalisme dapat di
fahami sebagai kelompok atau gerakan politik yang keras dengan tujuan mencapai
kemerdekaan dalam konteks politik, pertama kali digunakan oleh Charles james Fox
pada tahun 1797, pada saat itu ia mendeklarasikan reformasi radikal sistem
pemilihan, sehingga istilah ini di gunakan untuk mengidentifikasi pergerakan
yang mendukung parlemen, selanjutnya radikalisme terserap dalam perkembangan
liberalisme politik. kemudian pada abad ke 19 makna istilah yang muncul di
Britania Raya tersebut berubah menjadi ideologi liberal yang progressif di
seluruh daratan eropa.
Oleh karena itu istilah radikalisme agama kemudian
muncul di muka bumi, di sebabkan oleh kekerasan-kerasan yang telah terjadi
dengan mengatasnamakan agama. Sebagai dasar keyakinan, agama yang di yakini
oleh manuisa mempunyai keanekaragaman. keyakinan manusia terhadap agama yang
mempunyai perbedaan itulah memunculkan intoleransi agama. Sehingga pemahaman
manusia terhadap agama tidak dapat lagi diterima oleh manusia yang lain
menyebabkan radikalisasi agama muncul sebagai gerakan yang keras.
Hubungan Negara Barat dengan islam sendiri
yang pernah menghegemoni dunia pada masa yang berbeda sebagai faktor utama
memunculkan radikalisme agama di alam bumi ini, karena ketika hegemoni barat
menguasai dunia melakukan kolonialisasi kepada hampir keseluruhan umat islam di
dunia, kemudian pada masa yang berbeda umat islam mulai bangkit dan melakukan
modernisasi serta keluar dari kolonialisasi barat. Namun modernisasi yang
diambil menggunakan kebanyakan dari sistem barat. Ketika sistem tersebut menuai
kegagalan untuk bangkit dari masalah ekonomi, sosial maupun politik. Maka
sebgaian umat islam memberikan alternative dengan mendirikan Negara islam.
Namun alternatif yang diberikan tidak dapat dengan mudah untuk di hadirkan,
maka radikalisme agama pun muncul.
Sedangkan radikalisme agama yang terjadi di
Indonesia juga tidak lain dari faktor tersebut, target utama yang diinginkannya
ialah Negara barat dan Amerika Serikat. Sebuah aksi terorisme yang dilakukan
untuk mengincar barat dan Amerika Serikat atau bahkan yang hanya berhubungan
saja. meskipun seringkali aksi tersebut meleset dan menimpa banyak masyrakat
yang tidak bersalah. Namun mereka tetap beranggapan bahwa itu adalah sebuah jihad yang dilakukan sesuai
dengan niat sebelumnya.
Indonesia merupakan Negara yang menerapkan
ideologi pancasila dianggap sebagai Negara yang memiliki toleransi kuat
terhadap adanya perbedaan dalam masyarakatnya diharapkan mampu menanggulangi
praktik radikalisme agama di Indonesia. Namun berdasarkan kejadian praktik
radikalisme yang telah terjadi sebelumnya sebagai bukti bahwa Indonesia dengan
ideologi pancasila masih belum mampu menangani dengan baik masalah tersebut.
B.
RADIKALISKME AGAMA
Radikalisme Agama secara pemahaman diambil
dari sejarah radikalisme yang difahami sebagai kelompok atau gerakan politik
yang keras dengan tujuan mencapai kemerdekaan dalam konteks politik, pertama
kali digunakan oleh Charles james Fox pada tahun 1797, pada saat itu ia
mendeklarasikan reformasi radikal sistem pemilihan, sehingga istilah ini di
gunakan untuk mengidentifikasi pergerakan yang mendukung parlemen, selanjutnya
radikalisme terserap dalam perkembangan liberalisme politik. kemudian pada abad
ke 19 makna istilah yang muncul di Britania Raya tersebut berubah menjadi
ideologi liberal yang progressif di seluruh daratan eropa.
Oleh karena itu istilah radikalisme agama
kemudian muncul di muka bumi, di sebabkan oleh kekerasan-kerasan yang telah
terjadi dengan mengatasnamakan agama. Sebagai dasar keyakinan, agama yang di
yakini oleh manuisa mempunyai keanekaragaman. keyakinan manusia terhadap agama
yang mempunyai perbedaan itulah memunculkan intoleransi agama. Sehingga
pemahaman manusia terhadap agama tidak dapat lagi diterima oleh manusia yang
lain menyebabkan radikalisasi agama muncul sebagai gerakan yang keras.
Pemhaman radikalisme agama yang muncul
diplanet bumi ini, apabila di analisis secara mendalam akan memunculkan akar
masalah yang banyak, oleh karena itu, penulis akan memberikan penjelasan
mengenai beberapa akar masalah yang berkenaan dengan radikalisme agama pada
pembahasan selanjutnya.
1.
HUBUNGAN ISLAM DAN BARAT
Untuk memahami
fenomena radikalisme agama yang telah terjadi, maka sebelumnya harus memahami
sejarah hubungan Islam dengan Barat yang sudah di akui dunia sebagai penguasa
Alam manusia pada masa yang berbeda.
Seperti yang
pernah di ungkakpkan oleh Abu Rabi’(2002:22), bahwa pada abad ke 15 ada
peristiwa penting yang memiliki perngaruh hubungan Islam dengan Barat. penaklukan
Konstatinopel oleh Dinasti Turki Usmani pada tahun 1453 dan pengusiran umat
Islam di Spanyol.
Kemajuan dunia
Barat(Eropa) sejak masa renaissance pada abad 15 tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan dunia Islam. Hal ini setidaknya dapat diamati dari rekonstruksi
Eropa pada masa-masa awal yang di latarbelakangi oleh keinginan melawan
hegemoni dunia islam di Afrika Utara, Timur Tengah, dan Eropa Timur.
Sebagai reaksi
terhadap ekspansi dan kejayaan Eropa di berbagai bidang, pada abad 18 dan 19
bermunculan gerakan Islam yang menyerukan kepada umat Islam untuk mengatasi
keadaannya yang jumud dan terbelakang. Menurut Abu Rabi' (2002: 23), respons dunia
Islam terhadap derasnya arus imperialisme dan kolonialisme Eropa paling tidak
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni; modernisasi, nasionalisme, dan
revivalisme Islam (modernization, nationalism, and religious/Islamic
revivalism).
Modernisasi Turki
pada abad ke 19 sebagai contoh terkait dengan respons dunia islam untuk melawan
eropa, dengan kesungguhan dalam melakukan modernisasi Turki lebih menitik
beratkan pada pembaruan di bidang politik dan pembangunan kekuatan militer.
Menurut Harun
Nasution(1975:97) .Modernisasi yang dilakukan di Turki mesikpun tidak mampu
mencegah kehancuran imperium Turki Usmani pada akhir Perang Dunia I
(1914-1918), namun embrio pemikiran sekularistik telah muncul. Bahkan sebagian
kecil kelompok masyarakat beranggapan bahwa satu-satunya jalan untuk
menyelamatkan negara dari kehancuran adalah dengan melakukan westernisasi.
Modernisasi di Turki juga telah meninggalkan wacana di tengah tengah masyarakat
tentang nasionalisme, sekularisme dan ide kemajuan. meskipun demikian para
ulama waktu itu juga ikut berperan dalam modernisasi Turki yang bertujuan agar
dapat menjaga umat.
Sejak akhir
perang dunia ke II (1939-1945) gerakan islamisme menurun dan di gantikan dengan
gerakan nasionalisme. sejumlah Negara Islam di Timur Tengah, Afrika Utara,
AsiaTenggara, Asia Selatan mulai kelaur dari cengkraman kolonialisme dan
memasuki alam Negara merdeka dan berdaulat. pada masa sebelum dan sesudah
kemerdekaan ideologi nasionalisme memiliki peranan yang amat penting.
Begitu juga
dengan ide nasionalisme di India, kaum intelektual India tidak lagi
menghiraukan afiliasi agama. Mereka bersatu dengan satu program
nasionalis yang ambisius, yaitu untuk menghilangkan dominasi Inggris di India.
Kita juga menyaksikan di anak benua India, nasionalisme menjadi bagian usaha
Pakistan memisah kan diri dari India dan usaha Banngladesh(Pakistan Barat)
memisahkan diri dari Pakistan.
Nasionalisme juga
tumbuh subur di negara-negara muslim yang tadinya berada di bawah atau dipengaruhi
kolonialisme, seperti Indonesia, Aljazair, Tunisia, dan Maroko. Nasionalisme
juga tumbuh di negara yang tadinya berada di bawah perwalian, seperti Iran,
Irak dan Yaman, atau negeri yang tadinya relatif bebas seperti Turki dan
Jazirah Arabia.
Setelah
modernisasi di lakukan kebanyakan umat muslim sebagai bentuk kebangkitan pasca
kolonialisasi yang di lakukan Negara-negara barat kepada mereka. Namun harapan
kebangkitan yang sudah dicita-citakan oleh kebanyaakan umat muslim tidak menuai
hasil yang memuaskan, sehingga sistem Negara barat yang di terapkan dalam
modernisasi dianggap telah gagal mengangkat kebangkitan umat muslim. Dari problematika
tersebut menjadikan sebagaian umat muslim hendak merubah sistem barat yang
selama ini diterapkan dengan meggunakan sistem Islam, serta menganggap sistem
Negara barat yahng selama ini di terapkan merupakan sistem musyrik.
2. RADIKALISME AGAMA DALAM ARUS GLOBALISASI
Perubahan dunia yang dialami pasti akan berdampak terhadap
orang yang berada dalam arus perubahan tersebut. Dalam kehidupan dunia tidak
dapat terlepas dari aspek sosial dan keagamaan, aspek sosial sebagai hubungan
antar manusia adalah sebuah keniscayaan disetiap peradaban, sedangkan aspek
keagamaan sebagai hubungan antara manusia dengan sang pencipta yang di yakini
dapat memberikan rasa aman.
Perkembangan teknologi dan informasi merupakan aspek
yang dominan dalam perkembangan dunia saat ini yakni pada era globalisasi.
Namun perkembangan teknologi dan informasi dalam arti sempit akan dapat
diartikan sebagai perkembangan positif. Tentu saja perkembangan yang dapat
diartikan memiliki dampak positif tersebut juga memiliki dampak yang negatif.
Berdasarkan perubahan teknologi dan informasi pada era globalisasi, dapat
memunculkan keseragaman budaya yang mempresentasikan kultur masyarakat.
Perubahan teknologi dan informasi berpengaruh pada
penyamaan budaya, juga pada pola hidup manusia, sistem pendidikan, sistem
politik, ekonomi sosial dan bahkan mengenai religiusitas.
Ideologi global juga dapat dengan cepat mengalami
perubahan, kecepatan akses informasi yang dapat mengetahui dunia global secara
instan dapat menjadikan pola kehidupan instan dan pragmatis. Sedangkan kesiapan
diri dalam menghadapi pertarungan ideologi masih belum mampu bersaing
mengakibatkan kehancuran ideologinya dan tergantikan dengan ideologi baru yang
telah merasuki jiwa.
Demoralisasi masyarakat Indonesia yang sebelumnya di
kenal sebagai masyarakat yang santun kini telah muncul masyarakat yang memiliki
moral kurang baik, akibat dari tidak terbendungnya arus globalisasi yang
melanda masyarakat.
Keresahan terhadap globalisasi dengan pengaruh
budaya asing yang kuat serta kondisi ekonomi yang tidak stabil telah melanda
Negara modern yang menjadikan demokrasi sebagai sistem politik dianggap gagal
melakukan tugasnya dengan baik.
Khilafah islamiyah akan dianggap alternatif oleh sebagian
umat islam. Mereka ingin mengembalikan kejayaan Islam yang pernah menghegemoni
dunia pada zamannya untuk didatangkan kembali. Menurut Affendy(2004:180), bagi
pandangan mereka(kaum teokrasi), prinsip demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat di pertentangakan dengan prinsip hukum dari Tuhan dan ideologi
sekarang adalah sebuah ideologi yang sesat karena tidak berasal dari agama,
karena manusia tidak berhak memberikan hukum dan menyusun sistem untuk
kehidupan umat beragama termasuk sistem negara.
Melalui media global pula Islam garis keras
menyebarkan fahamnya kepada masyarakat luas di seluruh dunia, seperti halnyha
yang dilakukan oleh ISIS, sejak 2006 pasca pembentukan Negara Islam Irak,
mereka mendirikan Institut Produksi media Al- Furqonyang memprodeksi CD, DVD,
Poster, Pamflet dan produk lain yang mendukung. Begitu juga dengan pemanfaatan
media sosial oleh ISIS yang di yakini banyak kalangan bahwa pemanfaatan media
sosial yang dilakukan ISIS sangat terkoordinasi, meskipun berulang kali akun
media sosial ISIS di tutup tapi mereka juga membuat kembali media sosial,
karena semangat ISIS dalam mempertahankan kehadiran di media sosial atau media
onlinesangat kuat.
Radikalisme agama akan menjadi bagian tak
terpisahkan dari perubahan sosial, sementara sekularisasi maupun rasionalisme
tidak dapat ditolak kehadirannya oleh umat beragama. Dua bentuk faham yang
mempunyai perbedaan dan bertolak belakang berjalan dalam sebuah kehidupan, maka
akan dengan mudah memunculkan sebuah konflik kepentingan yang sama-sama
mempunyai alternatif.
3. RADIKALISME AGAMA DAN NEGARA ISLAM
Radikalisme dan Negara Islam pada akhir-akhir
ini telah di beritakan oleh dunia dengan kehadiran ISIS. Kehadirannya dianggap
bertujuan menegakkan syariat Islam dan harga diri Negara islam yang selama ini
telah diperbudak oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
Dapat
diartikan secara singkat bahwa ISIS bertujuan untuk mendirikan Negara islam dan
menumpas kedzaliman yang telah dilakukan oleh Amerika Serikan dan Israel serta
sekutunya terhadap umat muslim. Dan menurut mereka Negara Islam ISIS tidak
memerlukan legitimasi dari PBB, karena mereka beranggapan bahwa legitimasi
Allah yang diperlukan.
Sama halnya dalam perspektik Bassam Tibi ketika membahas
radikalisme agama yang merupakan fenomena agama politik, bukan sebagai fenomena
teologis. Sebab secara doktrinal agama tidak mengajarkan mengenai kekerasan.(Bassam
Tibi dalam Hiller Frisch 2008, 11:37)
Negara Islam yang di harapkan sebagai alternatif
kemajuan bangsa baik dari segi ekonomi, sosial maupun politik tetap di
kembangkan hingga kini, bahkan di Indonesia sendiri isu terkait dengan Negara
Islam sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, meskipun secara
pemahaman Negara Indonesia sebagai Negara pancasila menggunakan konsep
pemahaman islam. Karena pancasila pada hakikatnya merupakan ideologi islam atau
sebuah doktrin Negara islam versi Indonesia.
Namun pada kenyataannya yang terjadi di Indonesia
Negara islam masih belum selesai, masih banyak gerakan ideologi politik bawah
tanah tersebar di Indonesia, terbukti ketika isu ISIS mulai tersebar di
Indonesia dan masyarakat Indonesia dapat terjaring pada organisasi tersebut.
Meskipun secara formal politis di Indonesia Negara
islam telah selesai, namun pemikiran serta wacana sebagai cita – cita
mewujudkan Negara islam masih tetap di perjuangkan, baik sebagai gerakan bawah
tanah maupun gerakan melalui organisasi formal seperti Hizbut Tahrir
Indonesia(HTI), Jamaah Ansharut Tauhid(JAT), dan majlelis Mujahjidin
Indonesia(MMI).
Menurut Dawam Rahardjo(2012:94) gerakan Negara islam
tersebut berdasarkan atas tiga akar masalah yang melatarbelakangi keberadaanya.
Pertama, sebagai akar utama adalah masalah keadilan dan kemiskinan yang
mendorong protes dan kekrasan. Kedua, pandangan politik yang anti
imperialismenegara-negara barat dan Amerika Serikat. Ketiga, masih hidupnya
aspirasi Negara islam yang bersumberkan islam sebagai doktrin komprehensif yang dominan.
Jika melihat tiga akar masalah yang melatarbelakangi
atas pemikiran tersebut maka dapat diartikan bahwa pancasila sebagai ideologi
Negara masih belum memperoleh pembenaran agama. Karena gagasan pancasila kerap
dianggap sebagai paham nasionalisme dan demokrasi yang kerap diposisikan
sebagai paham syirik yang menyekutukan prinsip kedaulaatan Tuhan dengan
kedaulatan rakyat.
Dari ketiga akar masalah yang melatarbelakangi atas
kemunculan konsep dan pemikiran Negara Islam dan radikalisme agama, Dawam
rahardjo dalam literaturnya memberikan analisis mengenai penanggulan masalah
tersebut. Pertama, gerakan mendirikan Negara islam harus dihadapi dan
diselesaikan dengan tegas oleh Negara atau pemerintah. Kedua, dengan
menghilangkan sumber-sumber aksi kekerasan, yaitu masalah kemiskinan dan
ketidakadilan. Ketiga melakukan upaya-upaya deradikalisasi terhadap paham-paham
politik, terutama aspirasi Negara islam yang sekaligus berarti memperteguh
kesepakatan kebangsaan.
4. SEBUAH PLEIDOI TERHADAP AKSI
RADIKALISME AGAMA
Pengertian mengenai radikalisme agama sendiri dapat
diarrtikan dengan singkat sebagai bentuk jihad yang menggunakan kekerasan,
namun sebagai orang yang melihat fenomena tersebut beranggapan bahwa jihad yang
dilakukan dengan menggunakan kekerasan sudah melewati arti kemanusiaan.
Namun pandangan orang tentu mempunyai perbedaan
dengan pandangan pelaku radikalisme agama. Sebagai pelaku kekerasan mereka
beranggapan bahwa apa yang dilakukannya bukan merupakan tindak terosrisme
melainkan upaya jihad atas nama agama serta meyakini bahwa kematian yang akan
dialami nantinya ketika melakukan jihad merupakan kematian yang berada di jalan
Tuhan yang diyakini sebagai mati syahid.
Seperti halnya dengan Usamah Bin laden yang di
nobatkan sebagai tokoh terorisme Dunia oleh presiden Amerika Serikat waktu itu,
Bush. Usamah tentu tidak mau dianggap sebagai terorisme karena yang diyakini
oleh nya adalah segala yang dilakukan itu semata-mata bentuk Jihad di jalan
Allah. Ia bersama pengikutnya memperjuangkan tanah Jazirah Arab dari kaum ahli
kitab dan musyrikin.
Perjuangan Usamah terhadap tanah Jazirah arab tentu
mempunyai landasan atau dasar atas perjuangan yang dilakukan. Dasar yang
diambil merupakan dari Hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam muslim,
Rasulullah SAW bersabda : “aku memberikan wasiat kepada kalian tiga perkara,
usirlah oleh kalian orang-orang musyrik dari Jazirah Arab dan perbolehkan
dutanya, sebagaimana aku membolehkannya”,selanjutnya Ibnu Abbas berkata
“Rasulullah diam tidak mengucapkan wasiat yang ketiga”.
Dari hadist tersebut mereka beranggapan bahwa Rasulullah memerintahkan
kepada seluruh kaum muslimin agar membersihkan tanah Arab sebagai tanah suci
bagi kaum muslimin yaitu, Mekkah Al-Mukarromah, Madinah Al-Munawwaroh dan Al
Aqsha atau Baitul Muqoddas dari kaum musyrikin, yahudi, Nasrani, kecuali para
duta dari kaum musyrikin tersebut. Maka selama masih ada orang-orang musyrik
disana mereka beranggapan kaum muslim di wajibkan untuk berjuang mengusir kaum
musyrikin atau ahlul kitab tersebut. Apabila kewajiban itu diabaikan maka
berdosa lah kaum muslim yang telah mengabaikan .
Realita yang terjadi saat ini membuktikan, bahwa
Israel mencengkram palestina yang didalamnya ada Masjidil Aqsha dan sedangkan
Amerika Serikat menguasai Saudi Arabia yang didalamnya ada Masjidil Haram dan
Masjid Nabawi. Dan selama Israel dan Amerika Serikagt tidak keluar dari ketiga
masjid suci tersebut maka umat muslim wajib untuk memeranginya.
Itu adalah salah
satu dari beberapa pleidoi atas tuduhan terorisme yang disematkan pada mereka
dan menganggap apa yang dilakukannya adalah bentuk jihad dijalan Tuhan dan
perjuangan yang suci.
C. IDEOLOGI PANCASILA DALAM MENJAWAB
TANTANGAN RADIKALISME AGAMA
Seiring derasnya arus globalisasi dan permasalahan bangsa
kekinian, nilai-nilai Pancasila harus selalu dihidupkan agar bisa hadir di
tengah-tengah masyarakat. Permasalahan bangsa sudah kompleks. Segala macam
bencana baik bencana alam dan sosial terus melanda bangsa ini. Persatuan dan
kesatuan mulai rapuh di tengah pertikaian para elite yang menjalar ke bawah.
Penegakan Pancasila sebagai ideologi
yang beradab dan bermartabat di tengah-tengah era globalisasi ini sangat
penting. Pancasila diletakkan sebagai falsafah dan dasar negara untuk
memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita tidak bisa lepas dan lari
dari gempuran globalisasi. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila adalah bukti sejarah bahwa bangsa ini bisa bertumbuh
menjadi bangsa yang besar ketika mampu menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk
bersatu dan memaknai Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.
Begitu pula dengan munculnya
radikalisme agama yang tidak jarang lagi menghiasi dinamika kebangsaan di
Indonesia. Fenomena yang dianggap tidak mampu menjadikan pancasila sebagai
ideologi bangsa karena kurangnya pemahaman mengenai makna falsafah Negara
tersebut.
Pancasila yang di dalamnya terkandung
dasar filsafat hubungan Negara dan bdan agama merupakan karya besar bangsa
Indonesia melalui the founding father Negara republik Indonesia. Konsep
pemikiran para pendiri Negara yang tertuang dalam pancasila merupakan karya
khas yang secara antropologis merupakan local genius bangsa
Indonesia(Ayathrohaedi dalam kaelan,2012)
Karena dianggap penting untuk
memantapkan kedudukan pancasila, maka pancasila mengisyaratkan bahwa kesadaran
akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut
terminologi pancasila adalah Tuhan yang Maha Esa yang tidak terbagi(Chaidar, 1998:36)
Maka dapat di fahami bahwa pancasila
memmpunyai hubungan dengan agama. Perincian hubungan antara agama dan pancasila
bisa disimpulkan sebagai berikut(Kaelan, 2012 :215,216)
1. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan
yang Maha Esa
2. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
berketuhanan yang Maha Esa, konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi
untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing
3. Tidak ada tempat bagi atheism dan
sekulerisme karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk
Tuhan.
4. Tidak ada tempat bagi pertentangan
agama, golongan agama antar pemeluk agama
5. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama,
karena ketakwaan itu bukan hasil paksaan bagi siapapun.
6. Memberikan toleransi terhadap orang
lain dalam menjalankan agama dalam Negara
7. Segala aspek dalam melaksanakan dan
meyelenggarakan Negara harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa
terutama norma-norma hokum positif maupun norma-norma moral baik moral agama
maupun moral para penyelenggara Negara.
8. Negara pada hakikatnya adalah
merupakan berkat rahmat Allah yang Maha Esa.
Dari perincian mengenai hubungan
pancasila dan agama pada pembahasan diatas, bangsa Indonesia sebagai obyek
pelaksana pancasila diharapkan mampu memahami serta mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Karena permasalahan mengenai radikalisme agama yang
memunculkan aksi kekerasan bukan lah bentuk ideologi pancasila. Oleh karenanya
pemerintah dan ormas terkait juga di harapkan dapat bekerja sama agar
melindungi umat islam di Indonesia supaya tidak melakukan praktik radikalisme
agama.
Pada kali ini mengenai isu radikalisme
agama tidak terlepas dengan jaringan ISIS yang semakin luas dan mendunia.
Bermula dari Irak dan Syiriah kini ISIS menjadi IS sebagai bukti bahwa pengikut
ISIS bukan lagi dari Irak dan Syiriah, melainkan umat islam seluruh dunia yang
dapat terjaring olehnya
Menurut Azzuyamardi Azra pada Kompas
tanggal 19 Maret 2015, data pemerintah yang menyebutkan sekitar 500 warga
Negara Indonesia yang tergabung dengan ISIS, dinilai masih kecil jika
perbandingan angka 500 itu dikaitkan dengan banyaknya umat muslim di Indonesia. Kemudian ia
membandingkan dengan umat muslim di Eropa yan gsudah tergabung dengan ISIS
sebanyak 6000 umat muslim padahal jumlah umat muslim di Eropa hanya berjumlah sekitar
7-8 juta umat muslim. Ia menjelaskan kondisi tersebut dikarenakan umat muslim
di Indonesia masih terintegrasi dengan masyrakat sedangakan umat muslim di
Eropa cenderung individualis. Untuk meminimalisir jumlah umat muslim Indonesia
yang terjaring dalam ISIS ia menegaskan pencegahan ISIS tidak cukup hanya
menggunakan Densus 88, presiden perlu mengajak ormas dan lembaga islam untuk
menangkal paham radikal berkembang di Idonesia.
D. PENUTUP
Umat muslim mengupayakan bangkit dari
keterpurukan pasca kolonialisasi yang di lakukan Negara-negara barat dengan melakukan
modernisasi. Namun harapan kebangkitan yang sudah dicita-citakan oleh
kebanyaakan umat muslim tidak menuai hasil yang memuaskan, sehingga sistem
Negara barat yang di terapkan dalam modernisasi dianggap telah gagal mengangkat
kebangkitan umat muslim. Dari problematika tersebut menjadikan sebagaian umat
muslim hendak merubah sistem barat yang selama ini diterapkan dengan meggunakan
sistem Islam, serta menganggap sistem Negara barat yahng selama ini di terapkan
merupakan sistem musyrik.
Kemudian
gerakan Negara islam muncul, ada tiga akar masalah yang melatarbelakangi
keberadaanya. Pertama, sebagai akar utama adalah masalah keadilan dan
kemiskinan yang mendorong protes dan kekrasan. Kedua, pandangan politik yang
anti imperialismenegara-negara barat dan Amerika Serikat. Ketiga, masih
hidupnya aspirasi Negara islam yang bersumberkan islam sebagai doktrin komprehensif yang dominan.
Begitu juga
dengan arus globalisasi dapat dengan cepat mengalami perubahan ideologi global,
kecepatan akses informasi yang dapat mengetahui dunia global secara instan
dapat menjadikan pola kehidupan instan dan pragmatis. Sedangkan kesiapan diri
dalam menghadapi pertarungan ideologi masih belum mampu bersaing mengakibatkan
kehancuran ideologinya dan tergantikan dengan ideologi baru yang telah merasuki
jiwa.
Namun
radikalisme agama juga mempunyai perbedaan tujuan dari masing-masing pelaku,
penulis ambil contoh Al Qaedah sebgai pelaku radikalisme agama memliliki tujuan
untuk menjaga umat islam dari kedzhaliman orang kafir dengan melakukan aksi
radikal. Sedangkan, apabila melihat ISIS sebagai pelaku, maka dapat di
simpulkan kalau kekerasan yang dilakukan oleh ISIS didasari dengan kekuasaan
yang ingin diraih dalam bentuk pemerintahan atau sebuah Negara yang di
perintah. Terbukti dengan beberapa wilayah yang telah di kuasai ISIS di Negara
Irak dan Syiriah sebagai basis Negara Islam ISIS.
Sedangkan
mengenai penanggulangan atas kemunculan konsep dan pemikiran Negara Islam dan
radikalisme agama. Pertama, gerakan
mendirikan Negara islam harus dihadapi dan diselesaikan dengan tegas oleh
Negara atau pemerintah. Kedua, dengan menghilangkan sumber-sumber aksi
kekerasan, yaitu masalah kemiskinan dan ketidakadilan. Ketiga melakukan
upaya-upaya deradikalisasi terhadap paham-paham politik, terutama aspirasi
Negara islam yang sekaligus berarti memperteguh kesepakatan kebangsaan.
Begitu juga mengenai dengan falsafah
Negara Indonesia yakni falsafah pancasila agar dimantapkan kedudukannya, maka
pancasila mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang
dan berbagai agama. Tuhan menurut terminologi pancasila adalah Tuhan yang Maha
Esa yang tidak terbagi.
Daftar Pustaka
Rabi', Ibrahim M. Abu. 2002. A
Post-September 11 Critical Assessment of Modern Islamic History.Oxford :
Oneworld Publications.
Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan dalam
Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:Bulan Bintang
Al Affendy, 2008, On the state, democracy and
pluralism dalam suha taji faraoukiand Basheer M Nafi, Islamic Thought in the
twentieth century,London: IB Tauris.
Frisch, Hillel and Efraim Inbar,2008, Radical Islam and International security,
London :Routledge.
Kaelan, 2012, Problem EpistimelogisEmpat Pilar
Berbangsa dan Bernegara, Paradigma, Yogyakarta.
Chaidar, Al, 1998, Reformasi Prematur :
jawaban Islam terhadap Reformasi Total, Jakarta, Darul falah.
AL Anzhari, Fauzan, 2002, Saya Terorisme
(sebuah pleidoi), Jakarta:Republica.
No comments:
Post a Comment