MAKALAH SHALAT TARAWIH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Shalat Tarawih (kadang-kadang disebut teraweh
atau taraweh) adalah shalat yang dilakukan khusus hanya pada bulan ramadan.
Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari تَرْوِيْحَةٌ yang
diartikan sebagai "waktu sesaat untuk istirahat". Waktu pelaksanaan
shalat ini adalah selepas isya', biasanya dilakukan secara berjama'ah di
masjid. Fakta menarik tentang shalat ini ialah bahwa Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa Sallam hanya pernah melakukannya secara berjama'ah dalam 3 kali
kesempatan.
Sejarah ini berawal dari kehadiran
rasulullah saw di masjid pada malam tanggal 23 Ramadhan tahun kedua hijriyah.
Rasulullah kemudian melaksanakan ritual shalat yang kemudian hari dinamakan
shalat tarawih.
Malam berikutya, tepat tanggal 25, rasulullah
kemabali hadir guna melaksanakan shalat. Sahabat yang mengikuti shalat
rasulullah membludak. Kemudian pada malam ketiga, tanggal 27 ramadhan
rasulullah hadir melaksanakan shalat.
Seperti malam malam sebelumnya, para sahabat
telah menunggu beliau guna mengikuti shalat. Kemudian terakhir, pada malam
ke-29 para sahabat telah menunggu Rasulullah. Namun, sekian lama menunggu,
ternyata beliau tidak hadir. Saat menjelang fajar rasulullah, selepas shalat
shubuh,rasulullah bersabda:
قد رايت الذي صنعتم
ولم يمنعني من الخروج اليكم الا اني خشيت ان تفرض عليكم وذالك في رمضان
Artinya: Aku mngetahui apa yang telah kalian
lakukan. Tidak ada yang yang mencegahku untuk hadir ke masjid selain
kekhawatiranku apabila shalat ini di wajibkan bagi kalian.
Demikian penejlasan Sayyidah Aisyah dalam
riwayat Imam bukhori, Muslim dan Abu dawud.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari penjelasan di atas dapat dirumuskan
masalah yang terjadi, yakni
1. Bagaimana
hukum shalat tarawih?
2. Berapakah
jumlah rokaat pada shalat tarawih ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH SHOLAT TARAWIH
Dari
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami di
bulan Ramadhan sebanyak 8 raka’at lalu beliau berwitir.
Pada
malam berikutnya, kami pun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan
keluar. Kami terus menantikan beliau di situ hingga datang waktu fajar.
Kemudian kami menemui beliau dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami
menunggumu tadi malam, dengan harapan engkau akan shalat bersama kami.” Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya aku khawatir kalau
akhirnya shalat tersebut menjadi wajib bagimu.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari
dan Muslim)
Maksud
dalam pemahaman dari hadist diatas ialah bahwa Rasululah Muhammad SAW pernah
Sholat Qiyamul lail pada bulan Ramadhan setelah sholat Isya bersama sahabat di
masjid, lalu keesokan harinya beliau tidak datang lagi ke masjid padahal para
sahabat sudah banyak yang menunggu kedatangan Nabi Muhammad SAW, menurut beberapa Sumber tidak datang nya Nabi
pada hari selanjutnya dikarenakan memang ada kesengajaan dari nabi SAW karena
melihat antusias pengikutnya dalam melakukan ibadah shoolat qiyamul lail tersebut
karena ditakutkan oleh Nabi Muhammad SAW faktor antusias pengikutnya itu akan
dapat merubah hukum sholat tersebut dan ditakutkan sholat qiyamullail akan
menjadi wajib hukumnya dan itu akan memberatkan pengikutnya di kemudian hari.
Karena perubahan hukum masih mungkin terjadi ketika Rasulullah masih hidup.
B.
HUKUM SHOLAT TARAWIH
Hukum shalat tarawih adalah mustahab (sunnah),
sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ketika
menjelaskan tentang sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
مَنْ قَامَ رَمَصَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: “Barangsiapa menegakkan Ramadhan dalam
keadaan beriman dan mengharap balasan dari Allah ta’ala , niscaya diampuni dosa
yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)
Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah
shalat tarawih dan ulama telah bersepakat bahwa shalat tarawih hukumnya
mustahab (sunnah).” (Syarh Shahih Muslim, 6/282). Dan beliau menyatakan pula
tentang kesepakatan para ulama tentang sunnahnya hukum shalat tarawih ini dalam
Syarh Shahih Muslim (5/140) dan Al-Majmu’ (3/526).
Ketika Al-Imam An-Nawawi rahimahullah
menafsirkanqiyamu Ramadhan dengan shalat tarawih maka Al-Hafizh
Ibnu Hajar rahimahullah memperjelas kembali tentang hal tersebut: “Maksudnya bahwa qiyamu Ramadhan
dapat diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih dan bukanlah yang dimaksud
dengan qiyamu Ramadhan hanya diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih saja
(dan meniadakan amalan lainnya).” (Fathul Bari, 4/295).
Mana yang lebih utama dilaksanakan secara
berjamaah di masjid atau sendiri-sendiri di rumah?
Pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i dan sebagian besar
sahabatnya, juga pendapat Abu Hanifah dan Al-Imam Ahmad (Masaailul Imami Ahmad,
hal. 90) dan disebutkan pula oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (2/605) dan
Al-Mirdawi dalam Al-Inshaf (2/181) serta sebagian pengikut Al-Imam Malik dan
lainnya, sebagaimana yang telah disebutkan Al-Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih
Muslim (6/282). Dan juga pendapat jumhur
ulama (Al-Fath, 4/297) dan pendapat ini pula yang dipegang Asy-Syaikh
Nashiruddin Al-Albani, beliau berkata: “Disyariatkan shalat berjamaah pada
qiyam bulan Ramadhan, bahkan dia (shalat tarawih dengan berjamaah) lebih utama
daripada (dilaksanakan) sendirian…” (Qiyamu Ramadhan, hal.19-20).
C.
JUMLAH RAKAAT SHOLAT TARAWIH
a. Dasar 23 rokaat dalam sholat tarawih
Asal
‘Umar Mulai Mengumpulkan Para Jama’ah dalam Shalat Tarawih
Dalam Shahih Al Bukhari pada Bab “Keutamaan
Qiyam Ramadhan” disebutkan beberapa riwayat sebagai berikut.
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ
حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ » . قَالَ ابْنُ شِهَابٍ
فَتُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَالأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ ،
ثُمَّ كَانَ الأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِى خِلاَفَةِ أَبِى بَكْرٍ وَصَدْرًا مِنْ
خِلاَفَةِ عُمَرَ - رضى الله عنهما -
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin
Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Humaid bin
‘Abdurrahman dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan qiyam Ramadhan (shalat
tarawih) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dari-Nya) maka
akan diampuni dosa-dosanya yang lalu“. Ibnu Syihab berkata; Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, namun orang-orang terus melestarikan
tradisi menegakkan malam Ramadhan (secara bersama, jamaah), keadaan tersebut
terus berlanjut hingga zaman kekhalifahan Abu Bakar dan awal-awal kekhilafahan
‘Umar bin Al Khaththob radhiyallahu ‘anhu. (HR. Bukhari no. 2009)
وَعَنِ ابْنِ
شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ
الْقَارِىِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ - رضى الله عنه
- لَيْلَةً فِى رَمَضَانَ ، إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ
مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّى الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ ، وَيُصَلِّى الرَّجُلُ فَيُصَلِّى
بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّى أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى
قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ . ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَىِّ بْنِ
كَعْبٍ ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى ، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ
بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ ، قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ ، وَالَّتِى
يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِى يَقُومُونَ . يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ ،
وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
Dan dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin Az Zubair
dari ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Qariy bahwa dia berkata, “Aku keluar bersama ‘Umar
bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata
orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat
sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma’mum yang jumlahnya kurang
dari sepuluh orang. Maka ‘Umar berkata, “Aku berpikir bagaimana seandainya
mereka semuanya shalat berjama’ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih
baik“. Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka
dalam satu jama’ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka’ab. Kemudian aku keluar lagi
bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu
jama’ah dengan dipimpin seorang imam, lalu ‘Umar berkata, “Sebaik-baiknya
bid’ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik
daripada yang shalat awal malam. Yang beliau maksudkan untuk mendirikan shalat
di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal
malam. (HR. Bukhari no. 2010)
Beberapa Atsar Penguat tentang 23 rokaat shalat
tarawih
Pertama: Atsar Atho’ (seorang tabi’in) yang
dikeluarkan dalam Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).
حدثنا بن نمير
عن عبد الملك عن عطاء قال أدركت الناس وهم يصلون ثلاثة وعشرين ركعة بالوتر
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair,
dari ‘Abdul Malik, dari ‘Atho’, ia berkata, “Aku pernah menemukan manusia
ketika itu melaksanakan shalat malam 23 raka’at dan sudah termasuk witir di
dalamnya.”
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa
riwayat ini shahih.
Kedua: Atsar dari Ibnu Abi Mulaikah yang
dikeluarkan dalam Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).
حدثنا وكيع عن
نافع بن عمر قال كان بن أبي مليكة يصلي بنا في رمضان عشرين ركعة
Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Nafi’
bin ‘Umar, ia berkata, “Ibnu Abi Mulaikah shalat bersama kami di bulan Ramadhan
sebanyak 20 raka’at”.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa
riwayat ini shahih.
Ketiga: atsar adri ‘ali
bin Robi’ah yang di keluarkan dalam mushonnaf Ibni abi syaibah (2/163)
حدثنا الفضل بن
دكين عن سعيد بن عبيد أن علي بن ربيعة كان يصلي بهم في رمضان خمس ترويحات ويوتر
بثلاث
Telah menceritakan kepada kami Al Fadhl bin
Dakin, dari Sa’id bin ‘Ubaid, ia berkata bahwa ‘Ali bi Robi’ah pernah shalat
bersama mereka di Ramadhan sebanyak 5 kali duduk istirahat (artinya: 5 x 4 = 20
raka’at), kemudian beliau berwitir dengan 3 raka’at.
b. Dasar 8 rakaat dalam Sholat Tarawih
Dari Abu Salamah bin Abdirrahman radhiyallahu ‘anhu, dia
mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
“Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan
Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak
pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
D.
JUMLAH RAKAAT SHOLAT TARAWIH MENURUT MADZHAB
EMPAT
Ada beberapa pendapat mengenai bilangan rakaat
yang dilakukan kaum muslimin pada bulan Ramadhan sebagai berikut:
1. Madzhab Hanafi
Sebagaimana dikatakan Imam Hanafi dalam kitabFathul
Qadir bahwa Disunnahkan kaum muslimin berkumpul pada bulan Ramadhan
sesudah Isya’, lalu mereka shalat bersama imamnya lima Tarawih (istirahat),
setiap istirahat dua salam, atau dua istirahat mereka duduk sepanjang
istirahat, kemudian mereka witir (ganjil).
Walhasil, bahwa bilangan rakaatnya 20 rakaat
selain witir jumlahnya 5 istirahat dan setiap istirahat dua salam dan setiap
salam dua rakaat = 2 x 2 x 5 = 20 rakaat.
2. Madzhab Maliki
Dalam kitab Al-Mudawwanah al Kubro,
Imam Malik berkata, Amir Mukminin mengutus utusan kepadaku dan dia ingin
mengurangi Qiyam Ramadhan yang dilakukan umat di Madinah. Lalu Ibnu Qasim
(perawi madzhab Malik) berkata “Tarawih itu 39 rakaat termasuk witir, 36 rakaat
tarawih dan 3 rakaat witir” lalu Imam Malik berkata “Maka saya melarangnya
mengurangi dari itu sedikitpun”. Aku berkata kepadanya, “inilah yang kudapati
orang-orang melakukannya”, yaitu perkara lama yang masih dilakukan umat.
Dari kitab Al-muwaththa’, dari
Muhammad bin Yusuf dari al-Saib bin Yazid bahwa Imam Malik berkata, “Umar bin
Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim al-Dari untuk shalat bersama
umat 11 rakaat”. Dia berkata “bacaan surahnya panjang-panjang” sehingga kita
terpaksa berpegangan tongkat karena lama-nya berdiri dan kita baru selesai
menjelang fajar menyingsing. Melalui Yazid bin Ruman dia berkata, “Orang-orang
melakukan shalat pada masa Umar bin al-Khattab di bulan Ramadhan 23 rakaat”.
Imam Malik meriwayatkan juga melalui Yazid bin
Khasifah dari al-Saib bin Yazid ialah 20 rakaat. Ini dilaksanakan tanpa wiitr.
Juga diriwayatkan dari Imam Malik 46 rakaat 3 witir. Inilah yang masyhur dari
Imam Malik.
3. Madzhab as-Syafi’i
Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitabnya Al-Umm,
“bahwa shalat malam bulan Ramadhan itu, secara sendirian itu lebih aku sukai,
dan saya melihat umat di madinah melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih suka
20 rakaat, karena itu diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab. Demikian pula umat
melakukannya di makkah dan mereka witir 3 rakaat.
Lalu beliau menjelaskan dalam Syarah
al-Manhaj yang menjadi pegangan pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar
al-Syarif, Kairo Mesir bahwa shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam
dan witir 3 rakaat di setiap malam Ramadhan.
4. Madzhab Hanbali
Imam Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni suatu
masalah, ia berkata, “shalat malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat
Tarawih”, sampai mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad Muhammad
bin Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”.
Menurut Imam Hanbali bahwa Khalifah Umar ra,
setelah kaum muslimin dikumpulkan (berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab, dia
shalat bersama mereka 20 rakaat. Dan al-Hasan bercerita bahwa Umar mengumpulkan
kaum muslimin melalui Ubay bin Ka’ab, lalu dia shalat bersama mereka 20 rakaat
dan tidak memanjangkan shalat bersama mereka kecuali pada separo sisanya. Maka
10 hari terakhir Ubay tertinggal lalu shalat dirumahnya maka mereka mengatakan,
“Ubay lari”, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan as-Saib bin Yazid.
BAB III
A.
KESIMPULAN
·
Dari apa yang kami sebutkan itu kita tahu bahwa
para ulama’ dalam empat madzhab sepakat bahwa bilangan Tarawih 20 rakaat.
Kecuali Imam Malik karena ia mengutamakan bilangan rakaatnya 36 rakaat atau 46
rakaat. Tetapi ini khusus untuk penduduk Madinah. Adapun selain penduduk
Madinah, maka ia setuju dengan mereka juga bilangan rakaatnya 20 rakaat.
·
Para ulama ini beralasan bahwa shahabat
melakukan shalat pada masa khalifah Umar bin al-Khattab ra di bulan Ramadhan 20
rakaat atas perintah beliau. Juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad
yang shahih dan lain-lainnya, dan disetujui oleh para shahabat serta terdengar
diantara mereka ada yang menolak. Karenanya hal itu menjadi ijma’, dan
ijma’ shahabat itu menjadi hujjah (alasan) yang pasti
sebagaimana ditetapkan dalam Ushul al-Fiqh.
·
Adapun yang jumlah rakaat sholat tarawih
beserta witir yang menggunakan jumlah 11rakaat menggunakan dasar hadist
Rasulullah SAW yang di sampaikan oleh Siti Aisyah bahwa Rasululllah melakukan
Sholat tidak lebih dari sebelas rakaat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta : PT ichtiar baru van hoeve)
2.
Ali, Hasan, Masail Fiqhiyah
Al-Haditsah, pada masalah kontemporer hukum Islam, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1997