Friday 2 January 2015

makalah Imam Abu Hanifah dan penetapan hukumnya

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Mempelajari sejarah Hukum Islam, dari munculya Hukum Islam ketika bersama Rasululllah SAW yang mungkin pada saat itu tidak sesering sekarang dalam perbedaan pendapat dan pada zaman Rasulullah Saw ketika ada perbedaan maka semunya dikembalikan pada Rasulullah SAW, akan tetapi semenjak wafatnya Rasulullah SAW mulai berkembang perbedaan pendapat, akan tetapi pada zaman sahabat masih belum seribet sekarang juga karena pada saat itu masih memiliki ilmu yang diwarisi oleh Rasulullah SAW
apabilah berbicara masalah hukum, maka tidaka akan terlepas oleh seorang sosok yang dilahirkan dikufah, siapa lagi kalau bukan “Abu Hanifah Al-Nu’man ibn Tsabit ibn Zutha Al-Kufi” ini adalah seorang ulama yang termasyhur pada masanya, minatnya yang mendalam terhadap ilmu fikih, kecerdasan, ketekunan, kesungguhan dalam belajar mengantarkan Abu Hanifah menjadi seorang ahli dibidang Fikih. keahliannya diakui oleh ulama semasanya. antara lain oleh imam Hammad bin Abi Sulaiman, ia sering mempercayakan tugas kepada Imam Abu Hanifah untuk memberi fatwa dan pelajaran ilmu Fikih pada Murid – Muridnya
Abu Hanifah dalam memberikan pengajaran selalu menekankan kepada murid – muridnya untuk berpikir kritis, ia tidak ingin muridnya menerima begitu saja ilmu yang disampaikannya, melainkan mereka dibolehkan mengemukakan tanggapan, pendapat dan bahkan kritik. seringkali ia ditemukan sedang berdiskusi dengan murid – muridnya tentang suatu masalah, walaupun ia memberikan kebebasan berpikir dan mengemukakan  pendapat kepada murid – muridnya, 8ai tetap disegani dan dihormati dan malah dicintai oleh murid – muridnya.



B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut “ Siapa Imam Abu Hanifah itu? tentang biografi Imam Abu Hanifah, disertai proses Imam Abu Hanifah dalam mencari Ilmu dan Guru – Gurunya juga murid – muridnya dan landasan Imam Abu Hanifah dalam menetapkan suatu Hukum  ”



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Nama
Abu Hanifah Al-Nu’man ibn Tsabit ibn Zutha Al-Kufi

B.     Kelahiran
Ia lahir pada tahun 80 H/699 M di Anbar, kota yang termasuk bagian dari propinsi Kufah. Ayahnya berasal dari keturunan Persia. Kakeknya, Zutha berasal dari Kabul, Afganistan yang sebelumnya masuk bagian wilayah Persia. Ketika Tsabit masih dalam kandungan, ia dibawa ke Kufah dan menetap di sini hingga Abu Hanifah lahir. Konon ketika Zutha bersama anaknya Tsabit berkunjung kepada Ali ibn Abi Thalib, dengan serta merta kedua orang ini didoakan agar mendapat keturunan yang luhur dan mulia

C.    Tempat Dibesarkannya
Abu Hanifah tumbuh di kota Kufah. Di kota ini ia mulai belajar dan menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Selain pernah melakukan pengembaraan ke Basrah, Makkah dan Madinah dalam rangka mengembangkan wawasan dan memperluas ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya

D.    Wafat
Imam Abu Hanifah meninggal dunia pada tahun 150 Hijrah bersamaan 767 Masihi di dalam penjara
Selang beberapa hari setelah mendapatkan tahanan rumah, ia terkena penyakit, semakin lama semakin parah. Akhirnya ia wafat pada usia 68 tahun. Berita kematiannya segera menyebar, ketika Khalifah mendengar berita itu, ia berkata, "Siapa yang bisa memaafkanku darimu hidup maupun mati?" Salah seorang ulama Kufah berkata, "Cahaya keilmuan telah dimatikan dari kota Kufah, sungguh mereka tidak pernah melihat ulama sekaiber dia selamanya." Yang lain berkata, "Kini mufti dan fakih Irak telah tiada."
Jasadnya dikeluarkan dipanggul di atas punggung kelima muridnya, hingga sampai tempat pemandian, ia dimandikan oleh Al-Hasan bin Imarah, sementara Al-Harawi yang menyiramkan air ke tubuhnya. Ia disalatkan lebih dari 50.000 orang. Dalam enam kali putaran yang ditutup dengan salat oleh anaknya, Hammad. Ia tak dapat dikuburkan kecuali setelah salat Ashar karena sesak, dan banyak tangisan. Ia berwasiat agar jasadnya dikuburkan di Kuburan Al-Khairazan, karena merupakan tanah kubur yang baik dan bukan tanah curian.

E.     Nama Guru – Guru Imam Abu Hanifah
Di antara guru-guru yang ditemuinya adalah Hammad ibn Abu Sulaiman Al-Asy’ari (w. 120 H/738 M) faqih kota Kufah, ‘Atha’ ibn Abi Rabah (w. 114 H/732 M) faqih kota Makkah, ‘Ikrimah (w. 104 H/723 M) maula dan pewaris ilmu Abdullah ibn Abbas, Nafi’ (w. 117 H/735 M) maula dan pewaris ilmu Abdullah ibn Umar dan lain-lain. Ia juga belajar kepada ulama Ahlul-Bait seperti Zaid ibn Ali Zainal ‘Abidin (79-122 H/698-740 M), Muhammad Al-Baqir (57-114 H/676-732 M), Ja’far ibn Muhammad Al-Shadiq (80-148 H/699-765 M) dan Abdullah ibn Al-Hasan. Ia juga pernah bertemu dengan beberapa orang sahabat seperti Anas ibn Malik (10 SH-93 H/612-712 M), Abdullah ibn Abi Aufa (w. 85 H/704 M) di Kufah, Sahal ibn Sa’ad Al-Sa’idi (8 SH-88 H/614-697 M) di Madinah dan Abu Al-Thufail Amir ibn Watsilah (w. 110 H/729 M) di Makkah.

F.     Proses Imam Abu Hanifah Mencari Ilmu
dari sekian banyak guru yang paling berpengaruh dalam pembentukan karakter intelektual dan corak mazhab Abu Hanifah adalah Hammad ibn Abi Sulaiman. Ia belajar kepada Hammad selama 18 tahun sampai Hammad wafat. Dan setelah itu ia mengganti kedudukan Hammad mengajar di majlis ilmu fiqih di Kufah dengan gelar imam ahl al-ra’y (Pemimpin ulama ahlu al-ra’y). Dalam hal ini ia berkata: “Aku tidak menunaikan shalat kecuali mendoakan guruku Hammad dan setiap orang yang pernah mengajariku atau belajar kepadaku.”
Abu Hanifah kecil sering mendampingi ayahnya berdagang sutra. Namun, tidak seperti pedagang lainnya, Abu Hanifah memiliki kebiasaan pergi ke Masjid Kufah. Karena kecerdasannya yang gemilang, ia mampu menghafal Al-Qur'an serta ribuan hadits.
Sebagaimana putra seorang pedagang, Abu Hanifah pun kemudian berprofesi seperti bapaknya. Ia mendapat banyak keuntungan dari profesi ini. Di sisi lain ia memiliki wawasan yang sangat luas, kecerdasan yang luar biasa, serta hafalan yang sangat kuat. Beberapa ulama dapat menangkap fenomena ini, sehingga mereka menganjurkannya untuk pergi berguru kepada ulama seperti ia pergi ke pasar setiap hari.
Di masa Abu Hanifah menuntut ilmu, Iraq termasuk Kufah disibukkan dengan tiga halaqah keilmuan. Pertama, halaqah yang membahas pokok-pokok aqidah. Kedua, halaqah yang membahas tentang Hadits Rasulullah metode dan proses pengumpulannya dari berbagai negara, serta pembahasan dari perawi dan kemungkinan diterima atau tidaknya pribadi dan riwayat mereka. Ketiga, halaqah yang membahas masalah fikih dari Al-Qur'an dan Hadits, termasuk membahas fatawa untuk menjawab masalah-masalah baru yang muncul saat itu, yang belum pernah muncul sebelumnya.
Abu Hanifah melibatkan diri dalam dialog tentang ilmu kalam, tauhid dan metafisika. Menghadiri kajian hadits dan periwayatannya, sehingga ia mempunyai andil besar dalam bidang ini.
Setelah Abu Hanifah menjelajahi bidang-bidang keilmuan secara mendalam, ia memilih bidang fikih sebagai konsentrasi kajian. Ia mulai mempelajari berbagai permasalahan fikih dengan cara berguru kepada salah satu Syaikh ternama di Kufah, ia terus menimba ilmu darinya hingga selesai. Sementara Kufah saat itu menjadi tempat domisili bagi ulama fikih Iraq.
Abu Hanifah sangat antusias dalam menghadiri dan menyertai gurunya, hanya saja ia terkenal sebagai murid yang banyak bertanya dan berdebat, serta bersikeras mempertahankan pendapatnya, terkadang menjadikan syaikh kesal padanya, namun karena kecintaannya pada sang murid, ia selalu mencari tahu tentang kondisi perkembangannya. Dari informasi yang ia peroleh, akhirnya sang syaikh tahu bahwa ia selalu bangun malam, menghidupkannya dengan shalat dan tilawah Al-Qur'an. Karena banyaknya informasi yang ia dengar maka syaikh menamakannya Al-Watad.
Selama 18 tahun, Abu Hanifah berguru kepada Syaikh Hammad bin Abu Sulaiman, saat itu ia masih 22 tahun. Karena dianggap telah cukup, ia mencari waktu yang tepat untuk bisa mandiri, namun setiap kali mencoba lepas dari gurunya, ia merasakan bahwa ia masih membutuhkannya

G.    Murid –Murid Imam Abu Hanifah
Pemikiran hukum atau Fikih Imam Abu Hanifah bercorak rasional sehigga Imam Abu Hanifah lebih terkenal sebagai Ahli Ra’y, karena memang bermula dikufah yang terletakjauh dari Madinah tempat lahirnya sunah Nabi, dan Hidup di Kufah telah mencapai kemajuan yang tinggi sehingga pemecahan masalah yang ada seringkali menggunakan Ra’yu, Kias maupun Istihsan. adapun Murid – Murid Imam Abu Hanifah antara lain Abu Yusuf (113 – 182H), Muhammad bin Hasan asy-Syaibani(132-189 H).

H.    Dasar – Dasar Yang Digunakan Dalam Menetapkan Hukum
Imam Abu Hanifah digelari Ahli Ra’yi karena ia lebih banyak menggunakan argumentasi akal nya dari pada pendapat ulama lainnya, ia juga banyak menggunakan kias dalam menetapkan hukum, contohnya apabila Imam Abu Hanifah mendapatkan pendapat Ibrahim asyaibi, alhasan dll Imam Abu Hanifah memilih untuk melakukan ijtihad sendiri.
walaupun demikian, tidak berarti ia mendahulukan kias daripada Nas, adapun dasar – daasar yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah dalam menetapkan suatu hukum digariskan pada tujuh hal yaitu :
1.      Al Quran, merupakan pilar utama syariat dan merupakan sumber dari segala sumber hukum,
2.      Sunah, merupakan pejelasan dari Al Quran dan perincian mujmal (umumnya)
3.      fatwa sahabat (aqwal as-sahabah), karena mereka merupakan penyampai risalah yang menyaksiakan turunya ayat – ayat Al Quran serta mengetahui munasabah atau keserasian antara ayat – ayat Al Quran dan hadis hadis dan pewaris ilmu Nabi Muhammad SAW, sementara fatwa tabi’in tidak mempunyai kedudukan seperti fatwa sahabat.
4.      Kias, digunakan jika tidak ada teks dari Al Quran dan sunah Nabi SAW serta fatwa Sahabat, adapun kias adalah menyamakan hukum suatu persoalan yang tidak disebutkan secara tegas dalam teks dengan persoalan yang ditegaskan hukumnya dalam teks, karena ada kesamaan ilah antara keduanya
5.      Istihsan, yaiitu keluar atau menyimpang dari keharusan logika analogi (kias) yang tampak nyata pada hukum lain yang menyalahinya, karena tidak tepatnya kias pada sebagian juz’iyah dan kulliyah, atau kias itu berlawanan dengan nas
6.      Ijma’ yaiitu kesepakatan para mujtahid (ahli ijtihad) tentang suatu kasus hukum  pada suatu masa tertentu
7.      Urf, yaitu adat kebiasaan (perbuatan) orang – orang islam dalam suatu msalah tertentu yang tidak disebut oleh Nas Al Quran, Sunah Nabi SAW atau belum ada dalam praktek Sahabat.



DAFTAR PUSTAKA

1.      Ensiklopedi Islam (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve) 1999

2.      Ensiklopedi Islam untuk Pelajar (jakarcta : PT ichtiar Baru Van Hoeve)2001

No comments:

Post a Comment