BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Mempelajari sejarah Hukum Islam, dari munculya Hukum
Islam ketika bersama Rasululllah SAW yang mungkin pada saat itu tidak sesering
sekarang dalam perbedaan pendapat dan pada zaman Rasulullah Saw ketika ada perbedaan
maka semunya dikembalikan pada Rasulullah SAW, akan tetapi semenjak wafatnya
Rasulullah SAW mulai berkembang perbedaan pendapat, akan tetapi pada zaman
sahabat masih belum seribet sekarang juga karena pada saat itu masih memiliki
ilmu yang diwarisi oleh Rasulullah SAW
apabilah berbicara masalah hukum, maka tidaka akan
terlepas oleh seorang sosok yang dilahirkan dikufah, siapa lagi kalau bukan “Abu
Hanifah Al-Nu’man ibn Tsabit ibn Zutha Al-Kufi” ini adalah seorang ulama yang
termasyhur pada masanya, minatnya yang mendalam terhadap ilmu fikih,
kecerdasan, ketekunan, kesungguhan dalam belajar mengantarkan Abu Hanifah
menjadi seorang ahli dibidang Fikih. keahliannya diakui oleh ulama semasanya.
antara lain oleh imam Hammad bin Abi Sulaiman, ia sering mempercayakan tugas
kepada Imam Abu Hanifah untuk memberi fatwa dan pelajaran ilmu Fikih pada Murid
– Muridnya
Abu Hanifah dalam memberikan pengajaran selalu
menekankan kepada murid – muridnya untuk berpikir kritis, ia tidak ingin
muridnya menerima begitu saja ilmu yang disampaikannya, melainkan mereka
dibolehkan mengemukakan tanggapan, pendapat dan bahkan kritik. seringkali ia
ditemukan sedang berdiskusi dengan murid – muridnya tentang suatu masalah,
walaupun ia memberikan kebebasan berpikir dan mengemukakan pendapat kepada murid – muridnya, 8ai tetap
disegani dan dihormati dan malah dicintai oleh murid – muridnya.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis akan
merumuskan masalah sebagai berikut “ Siapa Imam Abu Hanifah itu? tentang biografi
Imam Abu Hanifah, disertai proses Imam Abu Hanifah dalam mencari Ilmu dan Guru
– Gurunya juga murid – muridnya dan landasan Imam Abu Hanifah dalam menetapkan
suatu Hukum ”
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Nama
Abu Hanifah Al-Nu’man ibn Tsabit ibn Zutha Al-Kufi
B. Kelahiran
Ia lahir pada tahun 80 H/699 M di Anbar, kota yang
termasuk bagian dari propinsi Kufah. Ayahnya berasal dari keturunan Persia.
Kakeknya, Zutha berasal dari Kabul, Afganistan yang sebelumnya masuk bagian
wilayah Persia. Ketika Tsabit masih dalam kandungan, ia dibawa ke Kufah dan
menetap di sini hingga Abu Hanifah lahir. Konon ketika Zutha bersama anaknya
Tsabit berkunjung kepada Ali ibn Abi Thalib, dengan serta merta kedua orang ini
didoakan agar mendapat keturunan yang luhur dan mulia
C. Tempat
Dibesarkannya
Abu Hanifah tumbuh di kota Kufah. Di kota ini ia
mulai belajar dan menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Selain pernah melakukan
pengembaraan ke Basrah, Makkah dan Madinah dalam rangka mengembangkan wawasan
dan memperluas ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya
D. Wafat
Imam Abu Hanifah
meninggal dunia pada tahun 150 Hijrah bersamaan 767 Masihi di dalam penjara
Selang beberapa
hari setelah mendapatkan tahanan rumah, ia terkena penyakit, semakin lama
semakin parah. Akhirnya ia wafat pada usia 68 tahun. Berita kematiannya segera
menyebar, ketika Khalifah mendengar berita itu, ia berkata, "Siapa yang
bisa memaafkanku darimu hidup maupun mati?" Salah seorang ulama Kufah
berkata, "Cahaya keilmuan telah dimatikan dari kota Kufah, sungguh mereka
tidak pernah melihat ulama sekaiber dia selamanya." Yang lain berkata,
"Kini mufti dan fakih Irak telah tiada."
Jasadnya
dikeluarkan dipanggul di atas punggung kelima muridnya, hingga sampai tempat
pemandian, ia dimandikan oleh Al-Hasan bin Imarah, sementara Al-Harawi yang
menyiramkan air ke tubuhnya. Ia disalatkan lebih dari 50.000 orang. Dalam enam
kali putaran yang ditutup dengan salat oleh anaknya, Hammad. Ia tak dapat
dikuburkan kecuali setelah salat Ashar karena sesak, dan banyak tangisan. Ia
berwasiat agar jasadnya dikuburkan di Kuburan Al-Khairazan, karena merupakan
tanah kubur yang baik dan bukan tanah curian.
E. Nama
Guru – Guru Imam Abu Hanifah
Di antara
guru-guru yang ditemuinya adalah Hammad ibn Abu Sulaiman Al-Asy’ari (w. 120
H/738 M) faqih kota Kufah, ‘Atha’ ibn Abi Rabah (w. 114 H/732 M) faqih kota
Makkah, ‘Ikrimah (w. 104 H/723 M) maula dan pewaris ilmu Abdullah ibn Abbas,
Nafi’ (w. 117 H/735 M) maula dan pewaris ilmu Abdullah ibn Umar dan lain-lain.
Ia juga belajar kepada ulama Ahlul-Bait seperti Zaid ibn Ali Zainal ‘Abidin
(79-122 H/698-740 M), Muhammad Al-Baqir (57-114 H/676-732 M), Ja’far ibn
Muhammad Al-Shadiq (80-148 H/699-765 M) dan Abdullah ibn Al-Hasan. Ia juga
pernah bertemu dengan beberapa orang sahabat seperti Anas ibn Malik (10 SH-93
H/612-712 M), Abdullah ibn Abi Aufa (w. 85 H/704 M) di Kufah, Sahal ibn Sa’ad
Al-Sa’idi (8 SH-88 H/614-697 M) di Madinah dan Abu Al-Thufail Amir ibn Watsilah
(w. 110 H/729 M) di Makkah.
F. Proses
Imam Abu Hanifah Mencari Ilmu
dari sekian banyak guru yang paling berpengaruh
dalam pembentukan karakter intelektual dan corak mazhab Abu Hanifah adalah
Hammad ibn Abi Sulaiman. Ia belajar kepada Hammad selama 18 tahun sampai Hammad
wafat. Dan setelah itu ia mengganti kedudukan Hammad mengajar di majlis ilmu
fiqih di Kufah dengan gelar imam ahl al-ra’y (Pemimpin ulama ahlu al-ra’y).
Dalam hal ini ia berkata: “Aku tidak menunaikan shalat kecuali mendoakan guruku
Hammad dan setiap orang yang pernah mengajariku atau belajar kepadaku.”
Abu Hanifah kecil sering mendampingi ayahnya berdagang sutra.
Namun, tidak seperti pedagang lainnya, Abu Hanifah memiliki kebiasaan pergi ke
Masjid Kufah. Karena kecerdasannya yang gemilang, ia mampu menghafal Al-Qur'an serta
ribuan hadits.
Sebagaimana putra seorang pedagang, Abu Hanifah pun
kemudian berprofesi seperti bapaknya. Ia mendapat banyak keuntungan dari
profesi ini. Di sisi lain ia memiliki wawasan yang sangat luas, kecerdasan yang
luar biasa, serta hafalan yang sangat kuat. Beberapa ulama dapat menangkap
fenomena ini, sehingga mereka menganjurkannya untuk pergi berguru kepada ulama seperti
ia pergi ke pasar setiap hari.
Di masa Abu Hanifah menuntut ilmu, Iraq termasuk
Kufah disibukkan dengan tiga halaqah keilmuan.
Pertama, halaqah yang membahas pokok-pokok aqidah. Kedua, halaqah yang membahas
tentang Hadits Rasulullah metode
dan proses pengumpulannya dari berbagai negara, serta pembahasan dari perawi
dan kemungkinan diterima atau tidaknya pribadi dan riwayat mereka. Ketiga,
halaqah yang membahas masalah fikih dari Al-Qur'an dan Hadits,
termasuk membahas fatawa untuk menjawab masalah-masalah baru yang muncul saat
itu, yang belum pernah muncul sebelumnya.
Abu Hanifah melibatkan diri dalam dialog tentang
ilmu kalam, tauhid dan metafisika. Menghadiri kajian hadits dan periwayatannya,
sehingga ia mempunyai andil besar dalam bidang ini.
Setelah Abu Hanifah menjelajahi bidang-bidang
keilmuan secara mendalam, ia memilih bidang fikih sebagai konsentrasi kajian.
Ia mulai mempelajari berbagai permasalahan fikih dengan cara berguru kepada
salah satu Syaikh ternama
di Kufah, ia terus menimba ilmu darinya hingga selesai. Sementara Kufah saat
itu menjadi tempat domisili bagi ulama fikih Iraq.
Abu Hanifah sangat antusias dalam menghadiri dan
menyertai gurunya, hanya saja ia terkenal sebagai murid yang banyak bertanya
dan berdebat, serta bersikeras mempertahankan pendapatnya, terkadang menjadikan
syaikh kesal padanya, namun karena kecintaannya pada sang murid, ia selalu
mencari tahu tentang kondisi perkembangannya. Dari informasi yang ia peroleh,
akhirnya sang syaikh tahu bahwa ia selalu bangun malam, menghidupkannya dengan
shalat dan tilawah Al-Qur'an. Karena banyaknya informasi yang ia dengar maka
syaikh menamakannya Al-Watad.
Selama 18 tahun, Abu Hanifah berguru kepada Syaikh
Hammad bin Abu Sulaiman, saat itu ia masih 22 tahun. Karena dianggap telah
cukup, ia mencari waktu yang tepat untuk bisa mandiri, namun setiap kali
mencoba lepas dari gurunya, ia merasakan bahwa ia masih membutuhkannya
G. Murid
–Murid Imam Abu Hanifah
Pemikiran hukum atau Fikih Imam Abu Hanifah bercorak
rasional sehigga Imam Abu Hanifah lebih terkenal sebagai Ahli Ra’y, karena
memang bermula dikufah yang terletakjauh dari Madinah tempat lahirnya sunah
Nabi, dan Hidup di Kufah telah mencapai kemajuan yang tinggi sehingga pemecahan
masalah yang ada seringkali menggunakan Ra’yu, Kias maupun Istihsan. adapun
Murid – Murid Imam Abu Hanifah antara lain Abu Yusuf (113 – 182H), Muhammad bin
Hasan asy-Syaibani(132-189 H).
H. Dasar
– Dasar Yang Digunakan Dalam Menetapkan Hukum
Imam Abu Hanifah digelari Ahli Ra’yi karena ia lebih
banyak menggunakan argumentasi akal nya dari pada pendapat ulama lainnya, ia
juga banyak menggunakan kias dalam menetapkan hukum, contohnya apabila Imam Abu
Hanifah mendapatkan pendapat Ibrahim asyaibi, alhasan dll Imam Abu Hanifah
memilih untuk melakukan ijtihad sendiri.
walaupun
demikian, tidak berarti ia mendahulukan kias daripada Nas, adapun dasar –
daasar yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah dalam menetapkan suatu hukum
digariskan pada tujuh hal yaitu :
1. Al
Quran, merupakan pilar utama syariat dan merupakan sumber dari segala sumber
hukum,
2. Sunah,
merupakan pejelasan dari Al Quran dan perincian mujmal (umumnya)
3. fatwa
sahabat (aqwal as-sahabah), karena mereka merupakan penyampai risalah yang
menyaksiakan turunya ayat – ayat Al Quran serta mengetahui munasabah atau
keserasian antara ayat – ayat Al Quran dan hadis hadis dan pewaris ilmu Nabi
Muhammad SAW, sementara fatwa tabi’in tidak mempunyai kedudukan seperti fatwa
sahabat.
4. Kias,
digunakan jika tidak ada teks dari Al Quran dan sunah Nabi SAW serta fatwa
Sahabat, adapun kias adalah menyamakan hukum suatu persoalan yang tidak
disebutkan secara tegas dalam teks dengan persoalan yang ditegaskan hukumnya
dalam teks, karena ada kesamaan ilah antara keduanya
5. Istihsan,
yaiitu keluar atau menyimpang dari keharusan logika analogi (kias) yang tampak
nyata pada hukum lain yang menyalahinya, karena tidak tepatnya kias pada
sebagian juz’iyah dan kulliyah, atau kias itu berlawanan dengan nas
6. Ijma’
yaiitu kesepakatan para mujtahid (ahli ijtihad) tentang suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu
7. Urf,
yaitu adat kebiasaan (perbuatan) orang – orang islam dalam suatu msalah
tertentu yang tidak disebut oleh Nas Al Quran, Sunah Nabi SAW atau belum ada
dalam praktek Sahabat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ensiklopedi
Islam (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve) 1999
2. Ensiklopedi
Islam untuk Pelajar (jakarcta : PT ichtiar Baru Van Hoeve)2001
No comments:
Post a Comment