Perkawinan merupakan salah satu pintu untuk memperoleh
kehidupan yang bahagia. Sebagaimana al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 21 yaitu :
وَمِنْ
آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.[1]
Selain dalam al-Qur’an, perkawinan
juga dijelaskan dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 yang berbunyi: “Perkawinan
ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.[2]
Dalam
sebuah perkawinan terdapat fase yang kadang bisa dialami oleh seorang wanita
yaitu fase iddah. Itu merupakan pembahasan yang cukup panjang. Oleh karena itu,
penulis akan mencoba membahas secara mendetail tentang iddah, baik dari segi
hadis maupun segi hukum positifnya.
Matan Hadis
Dan Terjemahannya
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ قَزَعَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ أَنَّ سُبَيْعَةَ الْأَسْلَمِيَّةَ نُفِسَتْ
بَعْدَ وَفَاةِ زَوْجِهَا بِلَيَالٍ فَجَاءَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَتْهُ أَنْ تَنْكِحَ فَأَذِنَ لَهَا فَنَكَحَتْ (رواه البخاري)[3]
Berkata Yahya bin Qaza’ah berkata
Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari Ayahnya dari Miswar bin Mahramah bahwasanya
Subaiah dalam beberapa malam setelah suaminya wafat melahirkan anaknya, lalu
datang kepada Nabi SAW minta izin kawin, beliau memberi izin kepadanya, lalu
dia kawin. (Riwayat
Bukhari)
Disamping hadis utama diatas, penulis memaparkan beberapa
hadis pendukung. Tepatnya yang menjelaskan tentang ihdad yaitu:
وَعَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ; أَنَّ رَسُولَ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( لَا تَحِدَّ اِمْرَأَةٌ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ
ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا, وَلَا تَلْبَسْ ثَوْبًا
مَصْبُوغًا, إِلَّا ثَوْبَ عَصْبٍ, وَلَا تَكْتَحِلْ, وَلَا تَمَسَّ طِيبًا, إِلَّا
إِذَا طَهُرَتْ نُبْذَةً مِنْ قُسْطٍ أَوْ أَظْفَارٍ. ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ,
وَهَذَا لَفْظُ مُسْلِمٍ وَلِأَبِي دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيِّ مِنْ اَلزِّيَادَةِ: ( وَلَا تَخْتَضِبْ ) وَلِلنَّسَائِيِّ:
وَلَا تَمْتَشِطْ. [4]
|
No comments:
Post a Comment