Sunday 11 October 2015

makalah kesaktian pancasila

DAFTAR ISI
JUDUL
DAFTAR ISI

BAB I  PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang

1.2.  Rumusan Masalah

BAB II  PEMBAHASAN
2.1.  Pancasila Sebagai Sumber Nilai
          2.1.1.  Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
          2.1.2   Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
2.1.3. Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Pancasila
2.2. Relevansi Pancasila Dalam era Globalisasi
2.3. Kesaktian Pancasila Dalam Mengobati Krisis Sosial

BAB III  PENUTUP
3.1.  Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara  Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia.
Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang takut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila.
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut turut dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di masyarakat.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Nilai Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selanjutnya , Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.

1.2.  Rumusan Masalah
Dari permasalahan di atas, dapat kita tarik rumusan masalah sebagai berikut,
1.      Pancasila sebagai Sumber Nilai
2.      Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Pancasila
3.       Relevansi Pancasila Dalam era Globalisasi
4.      Kesaktian Pancasila Dalam Mengobati Krisis Sosial






BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Pancasila Sebagai Sumber Nilai
            Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa
konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan
fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila
yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar
dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan pernyataan secara singkat bahwa nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
            Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya nilai nilai
dasar menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Operasionalisasi
dari nilai dasar pancasila itu adalah dijadikannya pancasila sebagai norma dasar
bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Negara Indonesia memiliki hukum
nasional yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu
bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila
berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma
fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan
perundangam yang ada. Perundang-undangan, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan
pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain pada
hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai
dasar pancasila.



2.2.1.  Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
                   Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafat hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya.
                   Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnyta pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
                   Kita merasa bersyukur bahwa pendahulu-pendahulu kita, pendiri-pendiri Republik ini damermuskan secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita yang kemudian kita namakan Pancasila. Seperti yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita.
                   Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat/berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah.
                   Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri.
                   Sebab itu bangsa Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang bersamaan lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah berjuang, denga melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami dengan oleh gagasan-gagasan besar dunia., dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita sendiri.
                   Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negara, dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasar yang mampu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
2.2.2   Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya.
Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa.
Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD.
Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum (sumber hukum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum).
Di sinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah Indonesia. Adalah suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen yang kuat, dasar yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu model yang didatangkan dari luar negeri. Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang.
Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi hidup dan kehidupan banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan abadi.
Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :
a.         Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
b.        Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta).
c.         Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
d.        Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal  27 Desember 1945, alinea IV.
e.         Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950.
f.          Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal  5 Jul1959.
Mengenai perumusan dan tata urutan Pancasila yang tercantum dalam dokumen historis dan perundang-undangan negara tersebut di atas adalah agak berlainan tetapi inti dan fundamennya adalah tetap sama sebagai berikut :
2.1.3. Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Pancasila
a. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memiliki arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antar umat beragama.

b. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.

c. Nilai Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia.

d. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.

e. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah ataupun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.


2.2.  Relevansi Pancasila Dalam era Globalisasi
Setiap tahun di saat datang peringatan hari lahir Pancasila 1 Juni, banyak kalangan
selalu bertanya “apakah Pancasila masih relevan?” Ini adalah pertanyaan yang tidak
sederhana. Kalau setiap orang diminta menjawab dari sudut pandang dan pengalaman
masing-masing, jawaban yang muncul mungkin akan sebanyak jumlah kepala orang.
Tetapi saya akan menduga bentuk jawabannya hanya ada dua; Ya dan Tidak! Baiklah
saya mulai dengan kemungkinan penjelasan kenapa Tidak.
Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa Indonesia, tiap 1 Juni kita rayakan sebagai hari kelahirannya mencerminkan struktur kerohanian. Ideologi ini juga pada hakikatnya hasil suatu proses perkembangan pola pikir selaku bangsa Indonesia. Bukan mustahil dalam proses itu berlangsung pelbagai harapan: sebuah ketetapan bahwa bangsa yang kukuh dan utuh mesti juga punya ideoligi dan falsafah. Lima sila dalam Pancasila, ia punya apersiasi yang besar terhadap apa yang asli terhadap spiritual dan mental manusia.
Ideologi ini juga menakjubkan, merepresentasikan sistem hubungan manusia dengan manusia secara sederajat dan bermartabat terasa menjadi cocok dengan alam pikiran manusia universal. Sila-sila Pancasila itu merengkuhnya, dan ini bukan mitos yang menghibur, melainkan cara menitik das sollen, apa yang sebaiknya, dengan das sien apa kenyataannya pada tataran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat: pemimpin harus bersatu jiwa dengan rakyat seluruhnya.
Berkaitan dengan premise itu kita dapat renungkan idiomatik makna Pancasila, bagaimanapun, suatu bangsa harus punya ideologi, terlebih Indonesia ideologinya menggali khasanah pemikiran kebudayaan dari dalam. Menjadi menarik ketika relevansi dan korelasinya ini terhadap era globalisasi, sampai sejauh mana Pancasila memasuki paradigma itu.
Oleh karenanya menjadi tepat untuk diperhatikan dalam tataran implementasi berbangasa, bernegara, dan bermasyarakat, sudah sedemikian nyatakah nilai-nilai Pancisla?  Nilai-nilai Pancasila harus dilestarikan, bukan mempertentangkannnya.
Kaitan nilai-nilai Pancasila dengan perilaku kita berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, bagaimanapun, harus tetap utuh disebabkan oleh kondisi-kondisi dan proses terintegritas. Dengan demikian paradigama nilai-nilai Pancasila harus tetap dicuatkan dan pula menjadi titik perhatian.
Arah mendatang betapa pentingnya pengetahuan tentang proses itu tersosialisasikan oleh segenap warga masyarakat, mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama manusia. Dan dari sini juga ada yang bernama ideologis kapitalisme, maka inilah pula tantangan paling nyata nilai-nilai Pancasila untuk dapat direngkuh masyarakat luas.
Di sisi satunya lagi, harus pula didedahkan bagaimana pengetahuan tentang proses nilai-nilai Pancsila diimplementasikan justru membebaskan dari ekses dekadensi pranata globalisasi. Dan ini, memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengertian mengenai segi yang dinamis dari gerak berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di era globalisasi.
Demokrasi, keadilan sosial, maupun penegakan hukum, yang belakangan ini jalannya dapat sorotan tajam, dengan demikian nilai-nilai Pancasila dapat memperkuat sendi-sendinya agar pilar-pilar itu jalannya tak oleng. Kemudian bisa terapalikasi pula ke dalam bentuk-bentuk implementasi partisipasi struktural, ke dalam kelompok-kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi dan kekuasaan.
Pancasila membuat kesemuanya itu mempunyai suatu derajat dinamika di era globalisasi. Sebelum hubungan-hubungan tersebut mempunyai bentuk yang kongkrit, terlebih dahulu akan dialami suatu proses ke arah bentuk kongkrit yang mempertanyakan kesesuaian dengan nilai-nilai sosial dan budaya dalam masyarakat. Tapi Pancasila mempertaruhkan pula identitas paradigmanya di sini untuk mengutuhkannya.
Pancasila masih relevan, juga terletak pada kemampuan kita menafsirkan kembali arti
Pancasila dan terutama menterjemahkan dengan lebih baik hubungan antara negara
dan masyarakat sipil atau rakyatnya. Di bawah Orde Baru, Pancasila diyakini sebagai
sistem ideologi dan sistem nilai yang komprehensif, lengkap dan menyeluruh, mengatur
bukan hanya kehidupan publik dan politik, tetapi juga kehidupan privat. Akibatnya,
Pancasila juga dikembangkan dalam bentuk usaha menjabarkan nilai-nilai yang terdapat
dalam masing-masing sila Pancasila (dengan cara mencongkel-congkelnya, menurut
Almarhum Profesor Umar Kayam), seperti yang pernah kita temui dalam butir-butir P4.
Nilai-nilai inilah yang kemudian dicoba disosialisasikan ke masyarakat oleh negara. Ke
depan, pemahaman tentang moral Pancasila semacam ini perlu dikaji ulang, mengingat
kenyataan bahwa negara sering tidak mampu, dan kalaupun mampu biasanya menuntut
harga dan resiko mahal yang harus dibayar ketika mencoba menentukan berbagai
kebenaran metafisik (misalnya apakah dibalik realitas ini sesungguhnya roh atau
materi), yang sesungguhnya lebih baik diserahkan pada pilihan privat dan menjadi hak
warga negara untuk menentukannya sendiri secara bebas.
Kembali pada pertanyaan tentang apakah Pancasila masih relevan, karena itu orang
juga bisa dengan sangat optimis memberikan jawaban Ya, karena kita memang harus
menyelesaikan berbagai masalah mendasar politik, ekonomi dan moral yang sedang
kita hadapi dengan cara yang lebih cerdas, namun pendekatannya bukan dengan
mengulang Pancasila seperti yang pernah dikembangkan oleh regim Orde Baru, karena
visi politik, ekonomi, dan moral Orde Baru nampaknya tidak memadai untuk menjawab
relevansi Pancasila untuk masa kini. Jadi, kemungkinan cara yang dapat dilakukan
adalah dengan mengembangkan Pancasila sebagai nalar-publik yang merupakan
makna penting dan mendasar dari sejarah lahirnya Pancasila yang sudah lama
terlupakan

2.3. Kesaktian Pancasila Dalam Mengobati Krisis Sosial
            Pada tanggal 30 September 1965, adalah awal dari Gerakan 30 September (G30SPKI). Pemberontakan ini merupakan wujud usaha mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis. Hari itu, enam Jendral dan berberapa orang lainnya dibunuh sebagai upaya kudeta. Namun berkat kesadaran untuk mempertahankan Pancasila maka upaya tersebut mengalami kegagalan. Maka 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September (G30S-PKI) dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila, memperingati bahwa dasar Indonesia, Pancasila, adalah sakti, tak tergantikan.
Pancasila yang merupakan ideologi yang hidup dalam jiwa dan kehidupan rakyat Indonesia yang digali oleh Soekarno, Kesaktian Pancasila tidak memerlukan hal-hal yang sifatnya formal, seperti penerbitan SK ataupun peringatan-peringatan. Pancasila sebagai nilai yang sudah hidup ratusan tahun dan mengakar dalam jiwa bangsa Indonesia. Ia ada dalam alam kesadaran masyarakat sebagai alam sadar orang akan tergerak melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat seperti halnya menjaga kebersamaan, prinsip-prinsip nilai kebenaran dan keadilan.
Pada masa Orba, Pancasila digerakkan dari atas melalui program- program yang telah dirumuskan pemerintah, top down. Di era reformasi, negara hampir jarang menyebut kata Pancasila, terlebih membuat program yang berbau Pancasila. Pancasila sengaja dibiarkan tanpa ada perhatian yang serius dari negara. Di saat seperti itulah, muncul keunikan bangsa ini, yaitu nilai-nilai Pancasila terus hidup sebagai akar falsafah bangsa.
Kemudian Pancasila mengeluarkan kesaktiannya dengan membangkitkan kesadaran publik tentang nilai-nilai kebenaran yang diyakini secara substansial. Kebenaran tidak hanya milik penguasa semata, tetapi rakyat sudah mampu membedakan dan memilah apa yang dinamakan sebagai kebenaran yang hidup. Ada dua arus kesaktian Pancasila, arus atas dan bawah. Arus atas, kesaktian Pancasila diwujudkan oleh kelompok menegah-atas dengan pembelaan terhadap kriminalisasi pimpinan KPK, Bibit-Candra. Arus bawah, kesaktian Pancasila diwujudkan dalam perlawanan rakyat kecil, Ibu Prita dalam menghadapi RS Omni Internasional. Aksi koin peduli Prita dan dukungan masyarakat terhadap KPK melalui gerakan sosial merupakan bentuk nyata protes masyarakat terhadap ketidakadilan dan kebenaran. Protes itu menunjukkan buruknya pengadilan di Indonesia. Dari dua kasus tersebut, baik masyarakat dan pers secara sadar telah membangkitkan kesadaran kolektif untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, kebenaran, dan keadilan sosial.
Seiring derasnya arus globalisasi dan permasalahan bangsa kekinian, nilai-nilai Pancasila harus selalu dihidupkan agar bisa hadir di tengah-tengah masyarakat. Permasalahan bangsa sudah kompleks. Segala macam bencana baik bencana alam dan sosial terus melanda bangsa ini. Persatuan dan kesatuan mulai rapuh di tengah pertikaian para elite yang menjalar ke bawah, bahkan akhir-akhir ini konflik sesama warga terjadi di Tarakan, Kalimantan Timur, kemanusiaan dan ketuhanan semakin sirna di beberapa daerah dengan adanya kekerasan terhadap jemaat HKBP di Bekasi. Rasa keadilan sosial menjadi harapan yang semakin menjauh dari masyarakat.
Penegakan Pancasila sebagai ideologi yang beradab dan bermartabat di tengah-tengah era globalisasi ini sangat penting. Pancasila diletakkan sebagai falsafah dan dasar negara untuk memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita tidak bisa lepas dan lari dari gempuran modernitas dan globalisasi. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila adalah bukti sejarah bahwa bangsa ini bisa bertumbuh menjadi bangsa yang besar ketika mampu menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk bersatu dan memaknai Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.
Kesaktian Pancasila hendaknya dimaknai sebagai suatu tekad yang mampu membangkitkan semangat kebersamaan, kebenaran, keadilan, dan persatuan yang kini mulai mengancam. Kini saatnya kita membangkitkan kesadaran kolektif bahwa Pancasila mempunyai peran besar dalam mempersatukan keberagaman bangsa Indonesia. Pancasila hadir bukan sebagai simbol dan alat indoktrinasi politik, tetapi Pancasila hadir menjadi tulang punggung tegaknya NKRI dan keberagaman sampai sekarang ini. Semoga bangsa ini menjadi bangsa yang cerdas dan menemukan kembali jati diri sebagai manusia Indonesia yang Pancasilais.

















BAB III
PENUTUP
3.1.  Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
2.      Nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan ideologi tertinggi, yang dalam perumusannya sangat-sangat di teliti kesaktiannya, dalam menjawab permasalahan jaman, contohnya seperti era globalisasi sekarang ini.
3.      Falsafah Pancasila yang terkandung dalam butir pancasila, dapat kita tarik simpulannya bahwa, pancasila merupakan landasan dasar kehidupan dari segala-gala yang hidup, artinya, setiap urutan butir-butirnya dapat di artikan Segitiga Terbalik dan cara impelementasinya pun berdasarkan urutan pasal yang ada, agar dapat membawa suatu bangsa pada kehidupan masyarakatnya yang madani.
4.      Dari penjelasan di atas telah jelaslah bahwa Nilai pancasila sangatlah dapat mengatasi permasalahan pada era globalisasi, dan merupakan Sumber dari Segala Sumber Nilai, sudah barang tentu masih relevan hingga kini, dan sampai kapanpun. Jika pun tidak relevannya pancasila, berarti waktu yang sama pula Manusia dan Nilai-Nilai kemanusiaanya pun hilang. Dari sinilah tinggal bagaimana penilaian dari setiap kepala itu untuk mewujudkan nilai pancasila tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
·                Sukarno, Lahirnya Pancasila ("the birth of Pancasila"), Guntur, Yogyakarta, 1949 and Laboratorium Studi Sosial Politik Indonesia, 1997
·                Suwarno, P.J.. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia.
·                Saafroedin Bahar et al. (1995)
·                Listyarti, Retno. 2005.Pendidikan Kewarganegaraan SMA untuk kelas XI kurikulum 2004. Jakarta: Esis.

·                Budiyanto. Abdul Karim, Aim. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan SMA untuk kelas XII kurikulum 2006. Jakarta: Grafindo

No comments:

Post a Comment