Thursday 22 October 2015

SEJARAH PENENTUAN KIBLAT DALAM ISLAM

Sejarah Penentuan Kiblat Dalam Islam

Pada masa Nabi Muhammad Saw masih hidup tentu arah kiblat tidak menjadi sebuah persoalan yang serius, disamping masyarakat muslim masih terbatas, Nabi sendiri yang menunjukan kemana arah kiblat yang benar seperti yang telah dialami umat Islam ketika pertama kali ibadah shalat disyariatkan pada periode Nabi SAW masih bermukim di Makkah kiblat yang menjadi arah mendahadapnya bukan lah Makkah atau masjidil al-Haram melainkan masjidil al-Aqsha yang terletak di Palestina, keadaan tersebut terus  berlangsung sampai nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, bahkan sampai belasan bulan Nabi Muhammad SAW bermukim disana . sejatinya nabi Muhammad SAW sendiri merasa tidak pas dengan kiblat ke Masjidil al-Aqsha itu, sehingga dalam beberapa bulan di bagian awal mukim di Madinah beliau sangat mendambakan turunnya wahyu yang memerintahkan pengalihan ke kiblat masjid al-Haram.[1]
Namun persoalan arah kiblat menjadi rumit ketika umat Islam telah meluas di seluruh penjuru dunia dan Nabi telah tiada. Tidak ada pilihan lain kecuali harus berijtihad sendiri untuk menentukan arah kiblat yang benar.
Kemampuan dalam berijtihad menentukan arah kiblat berkembang seiring kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga metode yang dipakai bisa berkembang sesuai dengan kemajuan yang dicapai. Dengan kata lain hukum menghadap kiblat tetap wajib, namun metode penentuan arah kiblat berkembang menuju metode yang lebih akurat dan lebih teliti
Secara historis cara penentuan arah kiblat telah muncul sejak Islam mulai dikembangkan, para sahabat mengembara untuk menyebarkan agama Islam, problematika untuk menentukan arah kiblat menjadi mulai rumit. Ketika berada pada suatu tempat para sahabat melakukan ijtihad kemudian juga pernah dilakukan penentuan arah kiblat oleh khalifah Al Makmun, sepertihalnya yang dilakukan oleh para ulama dunia dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang ada, menurut Azhari[2] di Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan kualitas dan kapasitas intelektual di kalangan kaum muslimin. Perkembangan penentuan arah kiblat ini dapat dilihat dari alat-alat yang dipergunakan untuk mengukurnya, seperti tongkat istiwa’, Rubu’ Mujayyab, kompas dan theodolit. Selain itu sistem perhitungan yang digunakan juga mengalami perkembangan, baik mengenai data koordinat maupun sistem ilmu ukurnya yang sangat terbantu dengan adanya alat bantu perhitungan seperti kalkulator scientific maupun alat bantu pencarian data koordinat yang semakin canggih seperti GPS (Global Positioning System). Bahkan hanya dengan membuka internet mengklik Google Earth, diketahui kota, bujur dan lintang tempat, maka arah kiblat bisa diketahui
Masalah kiblat tiada lain adalah masalah arah, yakni arah Ka’bah di Mekah. Arah Ka’bah ini dapat ditentukan dari setiap titik atau tempat di permukaan bumi dengan melakukan perhitungan dan pengukuran. Oleh sebab itu, perhitungan arah kiblat pada dasarnya adalah perhitungan untuk mengetahui guna menetapkan ke arah mana Ka’bah di Mekah dilihat dari suatu tempat dipermukaan bumi, sehingga semua gerakan orang yang sedang melaksanakan shalat, baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujudnya selalu berhimpit dengan arah yang menuju Ka’bah.[3]



[1] Nur Kholis Majid, 2014, Kontroversi Arah Kiblat solusi dan cara mudah penentuannya (Surabaya : Uin Sunan Ampel Press). 17
[2] Azhari, Susiknan. 2007. Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern.Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
[3] Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004, hal. 47.

No comments:

Post a Comment