PERAWI TSIQOH
Periwayatan orang yang tsiqah dari orang
yang tsiqoh hingga sampai kepada nanbi Muhammad SAW dengan sanad yang bersambung adalah suatu keistimewaan yang
diberikan Allah kepada umat Islam, tidak ditemukan pada agama-agama lain.
Adapun Periwayatan secara mursal dan mu’dhal banyak
dijumpai dalam agamaYahudi. Tetapi periwayatan tersebut tidak dapat mendekatkan
mereka dengan Musa, sebagaimana dekatnya umat Islam (dalam periwayatan mursal
dan mu’dhal ) dengan Nabi saw. Bahkan periwayatan mereka
terhenti hanya sampai kepada orang-orang yang berjarak tiga puluh generasi
dengan Musa, seperti Syamun dan yang seumpamanya.
Begitu pula halnya dengan agama Nasrani. Mereka juga tidak
mempunyai periwayatan seperti umat Islam, kecuali tentang hukum pengharaman
thalak. Banyak dijumpai dalam periwayatan kedua agama ini, penukilan yang berasal dari para pendusta dan orang
orang yang tidak dikenal. Sementara mengenai perkataan
shahabat dan tabiun, tidak mungkin periwayatan dalam agama Yahudi akan sampai
kepada para shahabat Nabi (Musa) dan juga kepada para tabiunnya. Adapun Nasrani,
paling tinggi periwayatan mereka hanya sampai kepada Syamun dan Paulus.[1]
J jalur Imam Bukhory
Dari jalur al-Bukhary sebagai mukharrij, Nama Asli
beliau adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizah. Wafat
tahun 252 H, Seorang mukharrij yang haffidh yang terkenal dengan kitab Shahih
alBukhary, menurut Salamah Bukhariy adalah tsiqah Jalil penguasa orang yang
alim hadis, seorang Imam yang hafal seribu hadis shahih, Imam pertama yang
meletakkan hadis-hadis shahih dalam kitabnya sebelum di ikuti manusia lainnya.
Beliau menerima hadis dari Amr bin Hafsh dengan menggunakan lafadz haddatsana[2].
Amr bin Hafsh bin Ghiyats bin Thalik bin Muawiyah.
Wafat tahun 222 H, menurut Abu Khatim dia adalah orang yang tsiqah. Dia berguru
hadis dari ayahnya sendiri yang bernama Hafsh bin Ghiyats[3]
Hafsh bin Ghiyats bin Thalik bin Muawiyah bin Malik.
Wafat tahun 194/195 H, beliau adalah orang yang tsiqah ma’mun (orang yang dapat
memegang amanah) Faqiihun[4]
Guru dari Hafsh adalah Sulaiman bin Mahran al-Asady
al-kahily. Wafat tahun 147 H, Amr bin Ali berkata bahwa al-A’masy dinamakan
mushaf yang jujur, sedangkan an-Nasa’i dan Ishak bin Mansyur menganggap dia
orang yang tsiqah tsubut. Guru dari al-A’masy adalah adh-Dhahak.[5]
Adh-Dhahak bin Syarahil bin Syurahbiil. adh-Dhahak
adalah seorang yang tsiqah. Akan tetapi tidak diketahui tahun kapan
meninggalnya.[6]
Ibrahim bin Yazid bin Qais bin al-Aswad bin amr bin Rabi’ah bin dhuhl. Wafat
tahun 96 H, Ibrahim dan adh-Dhahak menerima hadis dari seorang sahabat Nabi
yang bernama Abi Sa’id al-Khudry.[7]
Abi Sa’id al-Khudry adalah Sa’id bin Malik bin Sinan
bin Ubaid bin Sya’labah bin Ubaid bin al-Akhbary. Wafat tahun 63 / 64 H, dia
adalah seorang sahabat Nabi yang menurut Khantalathan bin Sufyan bahwa tidak
ada satupun dari dahabat Nabi yang lebih alim dan lebih paham hadis daripada
Abi Said alKhadhoriy. 17 Sudah jelas bahwa Abi Sa’id al-Khadry seorang sahabat
Nabi yang ahli hadis. Sanad dari jalur al-Bukhary ini kesemuanya muttashil yang
bernilai shahih.[8]
Sanad dari Imam Muslim
Imam Muslim nama aslinya adalah adalah Muslim bin
al-Hajjaj alQusyairiy. Wafat tahun 261 H, Ibnu Qasim berkata: Imam Muslim
adalah tremasuk seorang muharrij yang tsiqah jalil, penguasa para Imam, Ibnu
Khatim: saya menulis tentangnya dia adalah paling tsiqahnya orang yang haffidh
dan mengetahui banyak hadis, termasuk salah satu imam Shahihaini. Meriwayatkan
addatsana dari gurunya yang bernama Muhammad bin*hadis dengan
lafadz h Basyar dan Zuhair bin Harb.[9]
Muhammad bin Bassyar bin Daud bin kisan,. Wafat
tahun 252 H,. Menurut an-Nasa’i: dia adalah orang yang shalih yang tidak
diragukan, sedangkan al-‘Ijly menganggap semua hadisnya Muhammad bin Basyar
adalah tsiqah. keterpautan usia dengan imam Muslim yang hanya 11 tahun
menunjukkan bahwa keduanya pernah semasa. [10]
Zuhair bin Harb bin Syadad al-Harsy. Wafat tahun 234
H, Menurut Muawiyah bin Shalih: Tsiqqah, Abu Khatim: Shuduk, Nasa’i: Tsiqah
Ma’mun. Muhammad bin Basyar dan Zuhair bin Harb menerima hadis dari Yahya bin
Said.[11]
Yahya bin Said bin Farruh al-Qatthan al-Tamimy.
Wafat tahun 198 H, menurut Muhammad bin Sa’ad, Yahya adalah orang yang tsiqah
ma’mun hujahnya di agungkan, menurut Abu Zar’ah: termasuk paling tsiqqahnya
orang haffidh, Nasa’i: Tsiqah stubut[12]
Guru dari Yahya adalah Syu’bah bin al-Hajjaj bin
al-ward. Wafat tahun 160 H, menurut Abu Bakar bin Abi al-Aswad: Syu’bah adalah
pemimpinnya orang-orang mu’min dalam hadis, menurut Muhammad bin Muhal: paling
jujurnya orang dalam periwayatan hadis dan menurut Yahya bin Muin: Syu’bah
adalah imamnya orang-orang yang taqwa[13]
Qatadah bin Di’amah bin Qatadah bin Aziz. Wafat
tahun 115/118 H, Abu ishak berkata: dia seorang yang tsiqah, Abu Zar’ah:
hadisnya adalah hasan. Salim bin Abi al-Ja’di, Rafi’ al-Asyja’i. Wafat tahun
101 H, menurut Ibnu Mu’in, Abu Zar’ah dan Nasa’i dia adalah orang yang tsiqah.[14]
Ma’dan bin Abi Thalhah. Seorang tabi’i besar yang
tidak diketahui wafatnya akan tetapi menurut Muhammad bin Sa’ad dan al-Ijly dan
Ibnu Hibban: dia orang yang tsiqah. Meriwayatkan hadsi dari Abi Darda’.[15]
Abi Darda’ adalah Uwaimir bin Malik bin Zaid bin
Qais. Sahabat Nabi Saw, Wafat tahun 32 H), beliau adalah sahabat yang adil.[16]
Masa hidup Nabi dengan Abi Darda’ hanya terpaut 21 tahun, sehingga dipastikan
bahwa dia semasa dengan Nabi Saw. Dari jalur ini juga bernilai shahih, karena
tidak ada sanad yang terputus dan nilainya semua tsiqah.
[1] Ibn
Hazm – seperti dikutip oleh al-Qasimiy (t.th., 201)
[2] Jamaluddin Ibnu
al-Hajjaj Yusuf Al-Maziyi, Tahdzīb Al-Kamā, (Darul Fikr, 1994)
[3] Ibid, Juz 5,
60-68
[4] Ibid, Juz 14,
610.
[5] Ibid, Juz 8,
100-115.
[6] Ibid, Juz 9,
156-157
[7] Ibid, Juz 1,
447-452
[8] Al-Atsqalani,
Tahdzīb Al-Tahdzib, (Daru al-Fikr, Bairut, 1995),Juz 3, 418-419
[9] Al-Atsqalani,
Tahdzīb Al-Tahdzib, (Daru al-Fikr, Bairut, 1995),Juz 10, 113-115
[10] Al-Maziyi,
Tahdzīb Al-Kamāl…, Juz 16, 132-136
[11] Ibid, Juz 6,
335-336.
[12] Ibid, Juz 20,
91-100
[13] Ibid, Juz 15,
344-357
[14] Ibid, Juz 15,
224-232
[15]Al-Atsqalani, Tahdzīb
Al-Tahdzib (Daru al-Fikr, Bairut, 1995),Juz 3, 244-245.
[16] Al-Maziyi,
Tahdzīb Al-Kamāl…, Juz 14, 465-468
No comments:
Post a Comment